4 Tahapan Menjadi Muslimah Sejati dan Elegan
oleh : @Zaenal_Edufunia
Aisha AAC |
Tulisan/catatanku
“Tentang Wanita” telah menjadi LABEL tersendiri dalam blogku, tulisan kali ini
tentang cacatan pesantren yang diasuh oleh Ibunda Nur’ainy Al Mascatty di hari
jum’at tanggal 18 April 2014 mata kuliah “adaabul mar’ah fil islam” yang kira-kira
berarti “Tatakrama/adab Wanita Dalam Islam”
menggantikan Ibu Rukmini yang bepergian. Kali ini ibunda nur’aini
membahas 4 tahap peran wanita dalam kehidupannya.
Sharing/Mengajar
kepada makhluk Hawa bukanlah suatu hal asing bagiku. Selepas lulus dari aliyah
di Genggong, aku sudah mengajar TPQ, MADIN, Mts dan MA di Situbondo. Untuk
tingkat Mts dan MA selain mengajar aku juga menjadi “penjaga” mereka dari
pergaulan dan etika yang kurang pantas sebagai wanita. Meski mereka di
pesantren namun pastinya ada “jiwa muda” dalam diri mereka Dan diwaktu kuliah
S1 aku juga sering mengisi kajian di HMI, Kajian kelompok Ekonomi Islam, HTI,
LDF FE UM juga pernah di masjid An-Nur Polinema dll. Dan di Pesma Firdaus juga
diberi amanah menjadi instruktur/teman diskusi Fiqih Muamalah santriwan/ti
paket 2 dan 3.
Menjaga/menasehati
adik-adik disekolah Mts dan MA kulakukan sekedarnya saja, sepanjang tidak
terjadi sesuatu yang berlebihan. Ya mungkin karena mereka bukan tanggungjawabku
sepenuhnya, hanya sebatas disekolah saja. namun ketika adik kandungku tercinta
sudah melewati ujian nasional dan hendak melanjutkan kuliah, keresahan dan
kekhawatiran muncul. Bagaimana aku menjaganya? Bisakah aku menjaganya di tengah
bebasnya pergaulan kota Malang? Ya, bagaimanapun dia adalah tanggungjawabku
karena laki-laki mempunyai tanggung wajab terhadap 4 kategori wanita yaitu ibu,
istri, saudara kandung perempuan dan anak perempuannya. Bagaimana aku menjaga
dan mendidiknya agar dia bisa menjaga dirinya? Ku sepenuhnya memohon
perlindungan Allah atas adik kandungku.
Mendidik
wanita menjadi menjadi suatu tantangan dan ujian tersendiri bagi laki-laki
utamanya seorang ayah. Ada hadist yang berbunyi “barang siapa yang diuji dengan
memiliki anak wanita, lalu ia asuh mereka dengan baik, maka anak itu akan
menjadi penghalangnya dari api neraka (HR.Bukhari), pertanyaannya adalah
mengapa anak wanita? kok tidak anak laki-laki? Jawaban sementara karena
beratnya tanggungjawab mendidik wanita itu sendiri. Coba bayangin anak wanita
ketika kecil sudah diajarkan sopan santun sejak dini, dianter kesana-kemari
karena takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan misal pelecehan. Belum lagi
kalau sudah beranjak dewasa kekhawatiran seorang ayah sangat tinggi, bagaimana
jika dia di ganggu cowok? Bagaimana jika sudah terkena rayuan cowok? Terlebih
jika emosi wanita tlah sangat dominan dan sulit membuatnya berpikir realistis
dll… atau jika terjadi sedikit “jamahan” dari cowok brengsek yg bisa merubah
status perempuan berubah jadi “bekas”. Oh.. beratnya…
Wanita
tercipta dari rusuk yang bengkok, jika tak diluruskan dia semakin bengkok namun
jika terlalu keras ia kan patah. Maka cara terbaik mendidiknya ialah memahami
cara berpikir, karakter, kelebihan dan kekurangan serta kecendrungan sikap
wanita. upaya untuk bisa memahami wanita tlah ku pelajari sekian lama, hasil pengamatan, analisis serta perenungan
terhadap wanita-wanita di lingunganku seperti ibuku, saudara kandung
perempuanku, ibu guruku, teman wanitaku, bahkan adik kecil perempuan, seolah
tlah menghasilkan kesimpulan dan “ilmu” tersendiri, bahkan tlah membentuk
seperti perjalanan spiritual tersendiri. Usahaku untuk memahami wanita mulai
dari membaca kitab kuning klasik tentang wanita, kanal khusus wanita misal
(humaira di republika dan vemale, wolipop dll), membaca buku tentang wanita,
masuk dalam komunitas PW (PecintaWanita) bahkan membeli ebook dan DVD sampai
seharga Rp.250.000 tahun 2012 lalu. Uang yang tak sedikit ukuran mahasiswa
waktu itu namun semua terasa ringan dan berlalu begitu saja hanya untuk
berusaha memahami wanita. apakah berhasil mengerti wanita?
mengerti
sepenuhnya,? TIDAK. memahami? SEDIKIT, mencintai,? PASTI.
Focus
Kembali pada cacatan pesantren, usaha yang dilakukan ibunda Nur’aini untuk
mendidik santri putri adalah memberikan dan mengajari mereka karakter unggul
dan kuat menjalankan syariah agama. Dalam pembahasan kali ini ada 4 fase usia
perjalanan hidup seorang wanita yaitu wanita sebagai:
1.
Bintun Mukarramah (gadis yang terhormat dan menjaga kehormatannya)
2.
Zaujah Shalehah (Istri yang Shalehah)
3.
Ummun Murobbiyyah (Ibu yang menjadi pendidik bagi anak-anaknya), dan
4.
Jaddah Mu'addhamah (Nenek yang dibanggakan anak cucunya).
Karakter
dan kebiasaan ibunda Nur’aini kalo jelasin sesuatu itu luas kmana-mana (tanda
beliau cerdas dan banyak referensi), dari 4 tahapan yang terbahas Cuma 2 tahap
yang dibicarakan. Dari tahap 1 “Bintun Mukarramah” banyak contoh, penglaman dan
cerita nyata yang bu nur sampaikan. Misal tentang cerita diwaktu kecilnya yang
selalu dianter dan ditemani sama ayahanda bu nur bahkan sampai kemah pun sang
ayahanda selalu menemani. Sang ayah tidak rela jika anak putrinya (bu nur)
pergi tanpa pengawasannya namun ingin putrinya tidak kurang pergaulan dan
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas. Menurut hematku ayah ibu nur itu
hebat dalam mengasihi dan menjaga anak putrinya inshallah beliau terhindar dari
api neraka sebagaimana hadist nabi… namun pertanyaannya adalah apakah suami ibu
nur bisa memanjakan ibu nur seperti ayahandanya? Bisakah ustadz halim menjaga
karakter, mimpi, perasaan dan kelakuan manja seorang ibu nur? Laahh… itulah
sulitnya jika punya istri yang terbiasa dimanja oleh ayahnya. namun pada
prinsipnya “wanita tercipta bukan untuk dituruti namun untuk dicintai”
mengapa?? Karena menuruti keinginan wanita tak kan ada batasnya terlebih memang
“keinginan/want” tidak wajib dipenuhi dia lebih bersifat sunnah. Namun aku
percaya ustadz halim sepenuhnya mencintai ibu nur… sok tahu ya aku ?? tapi
hasil pengamatanku sesama pria, ustadz halim sedikitpun tak ada gelagat selingkuh
atau mencintai wanita lain. laahhh… mengapa jadi ngerasani ustadz halim… pisss
ustadz..!! ok kita kembali ke topic lagi. so baiknya jadi gadis itu harus pandai jaga diri, trus patuh ama ayah atau kakak kandung laki-laki dan tentunya memiliki sifat pemalu yang tinggi.
Mulai
masuk dalam bahasan Istri yang Shalehah “Zaujah Shalehah”. Wanita sholehah itu
perhiasan terindah. Mengapa? Karena semua yang pria miliki bisa saja seolah
sia-sia jika tanpa wanita disampingnya. Andai saja kaya, punya 6 mobil, rumah
mewah, karir jadi boss perusahaan multinasional, ganteng maksimal tapi jomblo,
Yaaa percuma… percuma mblo…!! bahkan adampun merasa resah di kemewahan surga
tanpa ada ibu hawa disisinya. Tapi sebaliknya meski hidup sederhana, kendaraan
hanya motor, rumah tak mewah tapi ada wanita yang sholehah maka hal tersebut
akan lebih bermakna. Yang intinya wanita sholehah itu sangat sangat dan sangat
diharapkan oleh pria. Baik pria sholeh, agak sholeh maupun brengsek sekalipun
pasti klo nyari istri inginnya yang sholehah. Ok back to topic,
Cerita tentang “zaujah shalihah”
itu tentang cerita ibu yayuk, ketika sudah menikah ibu yayuk tentu mengurus
suami dan anak-anaknya. Namun disamping itu beliau juga mengurusi orang tuanya
yang sudah tua renta merawatnya hingga beliau wafat,…. Hingga singkat cerita
beliau secara ekonomi sukses, bisa beli tanah di batu, dikalimantan dan
setahuku pesantren putra itu milik ibu yayuk yang diperuntukkan kepada santri.
(makasih banyak bu yayuk,).
pesan bu nur ketika tlah menjadi
istri diantaranya, harus pandai memasak sehingga timbul kecintaan suami, pandai
jaga rahasia dan utamakan pekerjaan rumah, trus menghormati ibu dan keluarga
suami, dan juga jangan berusaha mendominasi suami.
Untuk tahap wanita yang Ummun
Murobbiyyah dan Jaddah Mu'addhamah (Nenek yang dibanggakan anak cucunya). Kita
lanjutkan klo akak ikutan ngaji lagi di mata kuliah aadabul mar’ah. Okkk…. Stay
tune and keep bloging….
wallahu a'lam....
0 komentar:
Posting Komentar