TAFSIR LAGU SEBELUM CAHAYA DENGAN METODE Q&A DI UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Oleh: @Zaenal_Edufunia
Saya
mengenal dan menjadi penikmat lagu Letto sejak SMA sampai S2 ini, jika ditanya
kepada adik yuniorku musik yang sering terdengar dari laptop mas
Zaenal, mungkin jawabannya adalah Maher Zain dan Letto (tidak termasuk
Al-Qur’an). Entah mengapa meski tak tahu pesis makna lagu tersebut (karena
memang puitis dan metaforis) saya suka mendengarkannya, liriknya yang
filosofis, iramanya begitu harmoni dan enak didengar. Sebut saja lagu Sandaran Hati, Ruang Rindu,
Bunga Di Malam Itu cinta... bersabarlah Dan Sebenarnya Cinta. Lagu dari abang Noe dkk Bisa membuat hati terasa lembut, masuk dan larut dalam
alunan melodi. Lagu-lagu
tersebut bisa menambah daya sensitifitas diri untuk menyelami palung hati
terdalam. Terlebih lagu-lagu letto Cocok kalau lagi galau atau menggalaukan diri. Hehe....
Baru
setelah saya bertanya langsung pada abang Noe, baru Saya
berani memulai menafsiri lagu Letto ya tentunya karena sudah mendapat ijin dari
abang Noe untuk
bebas menafsiri lagu-lagunya. Pada waktu itu, abang Noe mengisi kajian “Dialog Al-Qur’an dan Sains Modern” didampingi
oleh Prof. Dr. Muhammad Amin, S.Pd, M.Si (dosen biologi FMIPA sedangkan Noe lulusan
sarjana Matematika dan Fisika University of Alberta) yaitu Sehabis shalat Jumat
pada tanggal 6 Desember 2013, di Masjid Al-Hikmah Universitas Negeri Malang.
Kajian
atau sharing (karena abang Noe suka dengan kata sharing) kata mas Noe “Saya terus terang
kurang nyaman dengan konsep mengajari. Yang ada adalah sharing, sebab tidak
mungkin satu orang mengetahui semua hal. Dengan berbagi informasi – bukannya
berangkat dari niat memberi tahu – kita saling melengkapi satu sama lain.” So,
sharing ini terlaksana sekitar 2 jam banyak hal yang dibahas antara lain Manajemen
Informasi, seni dan sains, Pengetahuan Berbuah Tanggung Jawab dan tentang Tidak Adanya Dominasi di Alam raya
ini. Alhamdulillah saya mendapat kesempatan bertanya dan saya mengajukan 2
pertanyaan.
Pertanyaan
pertama, mengingat banyaknya tuntunan yg
hanya tontonan, atau sinetron islami yang sangat jauh dr nilai islami. “bisakah
dakwah dan seni dikawinkan” dan bagaimana dakwah yang efektif?
Pertanyaan
kedua, saya menilai lagu2 letto itu
terlalu abstrak, puitis dan metaforis sehingga sulit dipahami maksud dan
maknanya, karena disini ada abang Noe saya ingin meminta penjelasan langsung
tetang makna lagu “Sebelum Cahaya”.
Jawabannya kira-kira
seperti ini, Untuk pertanyaan Pertama, terkait Seni, Sains Dan
Dakwah.
Seni dan Sains
Seni
dan sains bukanlah dua hal yang berbeda. Sains adalah ketika kita berfokus pada
satu titik, tahu sebab-akibat pada titik itu, dan bisa memprediksi apa yang
akan terjadi. Sementara itu, seni adalah ketika yang berjalan di otak kita 100
titik sekaligus tapi kita tak tahu apa sebabnya – yang kita tahu hanya rasanya.
Misalkan
ada suara tepuk tangan, dan kita entah bagaimana tahu bahwa arahnya dari sisi
kiri. Karena belum tahu sebabnya, yang kita alami adalah seni. Tapi kalau kita
belajar Fisika, kita tahu bahwa yang terjadi adalah: suara masuk ke telinga
kiri sekian milisekon lebih dulu daripada masuk ke telinga kanan. Begitu tahu
sebabnya, ini menjadi sains.
Kita
menyebut musik sebagai seni karena kita menikmatinya, tapi dia merupakan sains
bagi penciptanya. Frekuensi 2,8 KHz jika dinaikkan sebesar 3 desiBel akan
menghasilkan suara yang terasa jujur dari dalam hati Sehingga meresap dalam pada
sang pendengar. Pelukis harus tahu detail seberapa komposisi warna catnya,
seberapa proporsi minyaknya, apa bahan media lukisnya.
Kalau
seni reseptornya rasa, sains reseptornya otak. Ketika kita membaca Al-Qur’an,
yang nomor satu kita gunakan adalah rasa. Tapi jangan lupa, kalau kita teliti
satu demi satu, ada sains di baliknya. (Keren banget penjelesan abang Noe kan??)
“Kalau
dihubungkan dengan dakwah, dakwah itu nggak usah pakai baju macam-macam. Anda
cukup menjadi orang yang ingin Anda dakwahkan. Kalau Anda sudah paham konsep
hidup Anda, nanti dia akan terefleksi pada musik Anda, lukisan Anda, pada jalan
Anda. Menjadi orang baik sudah merupakan dakwah dengan sendirinya.”
“Jangan
pernah bermimpi untuk mengajari orang lain, karena itu tidak mungkin. Yang bisa
kita lakukan adalah memberi kesempatan orang lain untuk belajar. Jadilah
contoh, lalu pancing rasa ingin tahu mereka… seperti halnya nabi Muhammad tidak
semerta-merta menjelaskan sesuatu tanpa ada pertanyaan dari sahabat atau nabi
memancing rasa keingintahuan sahabat-sahabatnya.
Untuk jawaban kedua,
terkait Tafsir Music Letto.
Kalimat
Bersayap
“Kalau
Anda sering membaca, Anda kemudian akan memahami rasa dari tulisan itu sendiri,
apakah itu kemarahan, kesedihan, atau penderitaan, Bahasa Al-Qur’an pun terasa
retorikanya. Bahasa Al-Qur’an itu selalu bersayap, tidak padat tapi juga tidak
rapuh, sehingga sangat enak dibikin apa saja. Saya berusaha sebisa saya
membuat lirik yang seperti Al-qur’an.”
“Lirik
lagu-lagu Letto tidak punya arti yang rigid tertentu sebab konsep saya berbagi.
Saya membuka pintu-pintu agar pengalamanmu sendiri ditambah pengalaman yang
saya tuliskan menjadi sebuah bentuk yang kamu pahami. Lirik itu milik kita
semua”.
So,
karena memang telah dibuka "pintu ijtihad" untuk menafsiri lagu letto, saya coba
untuk menafsiri lagu “sebelum cahaya” dengan metode Q&A dan Hermeneutik. berbekal pengalaman mencoba menulis keadaan/kondisi waktu sebelum subuh. ini, chek link ---> Terbangun Resah
Metode
Hermeneutika
Metode
Hermeneutika adalah salah satu jenis filsafat yang mempelajari tentang
interpretasi makna. Hermeneutik membutuhkan tiga hal agar sebuah penafsiran
bisa dikatakan sempurna atau biasa disebut Triadik hermeneutik. Yang pertama
adalah teks, yang kedua interpreter, dan yang terakhir author.
1.
Teks, ini teks dr sebelum cahaya.
Ku teringat, hati,
yang bertabur, mimpi,
kemana kau pergi, cinta
Perjalanan sunyi,
yang kau tempuh sendiri,
kuatkanlah hati, cinta
yang bertabur, mimpi,
kemana kau pergi, cinta
Perjalanan sunyi,
yang kau tempuh sendiri,
kuatkanlah hati, cinta
Ingatkan engkau kepada,
embun pagi bersahaja,
yang menemani mu,
sebelum cahaya
Ingatkan engkau kepada,
angin yang berhembus mesra,
yang ‘kan membelai mu, cinta
embun pagi bersahaja,
yang menemani mu,
sebelum cahaya
Ingatkan engkau kepada,
angin yang berhembus mesra,
yang ‘kan membelai mu, cinta
Kekuatan, hati,
yang berpegang, janji,
genggamlah tangan ku, cinta
Ku tak akan pergi,
meninggalkan mu sendiri, temani hati mu cinta
yang berpegang, janji,
genggamlah tangan ku, cinta
Ku tak akan pergi,
meninggalkan mu sendiri, temani hati mu cinta
2.
Interpreter/Penerjemah.
Karena hasil penafsiran juga tak luput dari
interpreter/penerjemahnya Untuk Interpreternya adalah saya sendiri (@Zaenal_Edufunia).
Seperti halnya Al-qur’an yang mempunyai kebenaran mutlak, ketika ada interpreter
yang mencoba menerjemahi alqur’an maka hasil terjemahan tersebut tidak bisa
terkatagorikan mutlak. Knapa? Karena interpreter adalah manusia yang tak
memiliki kebenaran mutlak atau dalam bahasa lain manusia tak luput dari salah.
3.
Author
(Pengarang).
Seorang interpreter harus bisa memahami sang author, dalam hal ini
adalah bagaimana latar belakang pendidikan sang author, situasi social dan alam
dimana ia tinggal, kecendrungannya, pendidikannya, dan lain sebagainya. Letto
menurut saya mempunyai karakteristik tak jauh dari ayahanda cak Nun yang
filosofis, sufistis dan lebih bersifat melayani yang merangkum, merangkul dan
memadukan dinamika kesenian, ras, suku, etnik maupun agama. Selebihnya tentang
cak nun… googling aja. :-)
Ketika Letto ditanya, Mengapa
mereka tidak membuat album religius sebagaimana banyak dilakukan oleh band-band
lainya? Jawabannya adalah Letto tidak punya agama. Letto adalah milik
semua orang. Hal tersebut senada dengan pernyataan Jalaluddin el rumi.
“Jangan tanya apa agamaku. Aku bukan yahudi. Bukan zoroaster. Bukan pula
islam. Karena aku tahu, begitu suatu nama kusebut, kau akan memberikan arti
yang lain daripada makna yang hidup di hatiku.”
Namun menurutku, Letto
yang ingin menjadi milik dan untuk semua menegaskan bahwa kesenian dan dunia spiritualitas
(dakwah) bisa disatukan sebagaimana pemaparannya di dialog Al-Qur’an Dan Sains.
Letto adalah sebuah nama tanpa arti. Sengaja dibuat demikian agar tidak mengarah pada sifat apapun, tidak asumtif.
Metode Q&A
Q : (What) : Apa itu
sebelum cahaya?
A : Keadaan gelap, sunyi hening, sedikit bahkan tak ada aktifitas
akibat belum adanya cahaya.
Q : (When) : Kapan itu
sebelum cahaya?
A : Jika dikaitkan dengan embun (pagi), dan munculnya cahaya (Fajar)
itu subuh, maka sebelum cahaya adalah sebelum Fajar/sebelum subuh.
Q : (Where) : dimana
sebelum cahaya itu?
A : tidak ada kejelasan tempat, yang tertera hanya perjalanan sunyi
sendiri.
Q : (Who) : Siapakah embun pagi bersahaja? Dengan
kata kunci yang menemanimu sebelum cahaya dan angin yang berhembus mesra.
A : awalnya
saya mengira embun bersahaja itu ibunda, sebagai manusia pemberi cinta dan rasa
sayang tertinggi dimuka bumi ini. Namun mungkinkah sang ibunda selalu menemani
sebelum cahaya? Dan terdapat kata “engkau tempuh sendiri” jika bersama
orang lain berarti tidak sendiri lagi.
Q : (still who)
: Siapakah yang takkan meninggalkan kita
sendiri ? siapakah yang pasti selalu menemani kita? Siapakah cahaya sejati itu
? Siapakah cahaya diatas cahaya?
A : dalam
Al-qur’an “nurun alaa nur” itu Allah, dalam shalawat
dhiba’/barzanji “nurun fauqo nurin” nabi Muhammad.
Q : (How) : Bagaimana keadaan
diwaktu sebelum cahaya,?
A : keadaannya:
ku teringat hati (pengganti pikiran), karena diwaktu itu seluruh
aktifitas tidak ada kecuali seseorang yang terpanggil hatinya olehNya. Yang bertabur
mimpi bintang (bintang analogi mimpi, karena klo bilang bertabur bintang
maka terlalu padat dan kurang bersayap), puncak dari alam raya maha sempurna
bertahta bingtang-bintang angkasa terjadi pada waktu itu, perjalanan sunyi
yang kau tempuh sendiri,, memang sunyi hening diwaktu itu…sendiri mencari/bermunajat
pada Sang Cahaya diatas cahaya yang selalu ada menemani kita dan membelai kita
disaat kita membutuhkanNya. So….
Lagu sebelum cahaya itu memang tentang Sholat Malam
atau mungkin lebih spesifiknya Sholat Tahajjud. Karena Tahajjud adalah sholat
paling utama setelah sholat wajib dan dikerjakan diwaktu malam (sebelum cahaya). Entahlaahh… abang Noe dan Letto yang
lebih tahu maksudnya.
simak juga tafsir lagu sandaran hati di link ini ----> Tafsir lagu Sandaran Hati
Inget loh iya, tulisan ini cuma Just For Fun... jangan terlalu dipusingkan, sangat jauh lebih penting anda tahu tafsir dari kitab yang menginspirasi Abang Noe dan tentunya pedoman kita semua yaitu Al-Qur'an. Jangan taruh Al-Qur'an Setelah musik... karena Al-qur'an dan musik tidak bisa berada di hati dalam tempat dan waktu yang sama.
alHamdulillah...luar biasa
BalasHapusJossss.... tenan bang noe
BalasHapusJossss.... tenan bang noe
BalasHapussippp.. lagune kang sabrang
BalasHapusmantap... penjelasannya sama dengan versi pengaritanku. tapi bisa juga disebut penjelasan tentang "perbincangan" antara Nabi Muhammad dengan Allah SWT yang menyebarkan Agama Islam. Kuncinya ada di Sebelum Cahaya yang bisa diartikan Jaman Kegelapan atau jaman jahiliyah dulu. Kekuatan hati yang berpegang Janji genggamlah tanganku Cinta, bisa diartikan keyakinan untuk menyebarkan Janji/Perintah Allah dan selalu meminta perlindungan Allah. Ku tak akan pergi meninggalkanmu Cinta yang berarti Allah tidak akan meninggalkan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan Janji/perintah Allah SWT. mungkin begitu versi pengartian saya lainnya. maaf kalau belepotan dan anloginya tidak pas. Yang jelas liriknya memang benar2 untuk perenungan. :)
BalasHapus