Menggapai Hati Yang
Tenang Dan Selamat (QALBUN SALIM)
(Abah Hasyim Muzadi)
Pada hari akhirat nanti, waktu kita
menghadap Allah SWT, kita harus menyetorkan seluruh amal kita. Semua itu sudah terdeteksi dengan rapi dan baik, karena sudah ada memory
dan file-nya masing-masing sehingga tidak akan keliru. Amal saya tidak
akan keliru atau ketukar dengan amal sampeyan. Karena
semenjak di dunia, kita sudah diberi identitas. Identitas yang biasa dipakai
adalah sidik jari, dan ternyata tidak ada sidik jari manusia yang sama;
Berkembang lagi pengetahuan, ternyata rambut orang juga tidak ada yang sama;
darah manusia juga tidak ada yang sama. Golongannya mungkin sama, tetapi
DNA-nya tidak sama.
Semua
tindakan kita secara lahir dan bathin "dengan sendirinya" tercatat.
Kalau dalam bahasa agama adalah dicatat Malaikat Raqib dan 'Atid. Dulu saya
membayangkan betapa besarnya buku amalan kita nanti. Umpama semua
kelakuan kita sejak kecil ditulis, tentu bukunya bisa setara dengan satu
masjid. Itu adalah bayangan kita ketika masih goblok. Sekarang ini di HP
atau komputer, onderdil yang begitu kecil bisa menyimpan data yang begitu
besar. Allah SWT berfirman bahwa besok kalau kita sudah masuk di alam akhirat,
dari tengkuk kita ini akan keluar buku. Itulah buku catatan amal kita.
Allah SWT
berfirman dalam Surat Asy-Syu'araa' : 88-89
(yaitu) pada hari (di mana) harta dan anak-anak tidak lagi
berguna, Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,
Pada saat
itu harta sudah tidak berguna, anak juga sudah tidak berguna. Karena harta itu
hanya berguna di dunia saja, dan harta itu akan dibawa ke akhirat kalau harta
itu diproses menjadi amal, maka katut menjadi catatan amal. Tapi selama
harta masih berupa harta, maka harta itu tidak akan ikut kita. Anak-anak
kita juga sudah tidak bisa mendo'akan kita lagi. Anak itu berguna maksimal
sampai kita di alam kubur saja, kalau mereka memang mendo'akan kita dan mereka
shalih hatinya, bukan shalih namanya. Adapun yang bisa diterima oleh Allah SWT
adalah Qalbin Saliim (Hati yang selamet). Selamat dari syirik,
kufur, dan selamat dari penentangan kepada Allah SWT, atau masalah-masalah yang
menyangkut aqidah lainnya. Kalau menyangkut perkara amaliyah, maka ada
hisabnya. Kalau menyangkut aqidah, maka sudah pasti ditolak, sebab hatinya
bukan termasuk Qalbun Saliim.
Jadi ada dua hal
yang perlu diperhatikan, bahwasanya di akhirat nanti ada posisi
keimanan–keyakinan dan posisi amal baik-buruk. Oleh karenanya, orang-orang kafir tidak akan diterima amalnya. Orang Islam
yang berdosa, dihitung dulu dosanya. Ada perbedaan antara keyakinan dan amal.
Oleh karenanya, aqidah itu harus dijaga betul-betul agar tidak ditolak oleh
Allah SWT. Jadi, yang dimaksud dengan Qalbun Salim adalah:
Selamat dari semua keyakinan yang salah
Sehingga di dalam Hadits Rasulullah SAW disebutkan:
Barang siapa akhir kalamnya adalah لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, maka
dia (pasti) masuk surga
Orang yang
pada akhir hayatnya atau akhir ucapannya adalah kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, maka dia akan masuk surga. Masuk surga ini tidak bleng, karena ada
hak masuk surga. Itulah makna Hadits di atas. "Karcis-nya" itu harus ngantri
di loket amalnya. Tapi kalau Qalbun-nya tidak Saliim, maka tidak
ada loket lagi baginya. Oleh karenanya, hati-hatilah dan jagalah aqidah. Orang
yang tidak shalat itu berdosa, tapi orang yang berani mengatakan shalat itu tidak
perlu adalah kafir. Orang yang tidak kawin itu rugi, setelah kawin baru merasa
rugi, kenapa kok tidak dulu-dulu. Tapi orang yang menentang lembaga
perkawian bahwa hidup tidak usah kawin, dia adalah kafir. Jadi,
penentangan terhadap ajaran pokok Islam itu kafur, kalau belum bisa melakukan
ajaran pokok itu berarti dia berdosa. Saya ingatkan masalah ini, karena
anak-anak muda sekarang ini sudah ndak karu-karuan. Karena ingin modern
seperti Amerika, mereka berani bilang shalat tidak perlu. Kalau dia aras-arasen
shalat, dia berdosa. Tapi kalau dia bilang shalat tidak perlu, berarti dia
telah menghapuskan syari'at shalat, sehingga dia tergolong kafir.
Kyai-kyai di Kediri ngeluh
kepada. Mereka berkata: "Anak-anak saya yang sudah lulus di pesantren
salaf, saya masukkan di Ma'had Aly Kediri, lalu melok organisasi – PMII,
HMI, dsb. – mereka mulai ndak shalat, alasannya sebagai sikap moderat. Belakangan mulai ada yang mengatakan bahwa shalat itu tidak perlu, shalat
hanyalah alternatif".
Sekarang ada "ilmu dajjal" baru yang
disebut Hermeneutika. Agama dijujuk essensi dan tujuannya, tidak pada proses,
bentuk, dan lakunya. Misalnya: Shalat dilakukan supaya hati menjadi tenang,
sedangkan kalau sudah tenang tidak perlu shalat. Itu termasuk Hermeneutika.
Zakat disyari'atkan karena orang tidak cukup makan, ketika rakyat sudah cukup
makan, maka syari'at zakat tidak lagi diperlukan. Inilah yang saya katakan;
"Orang yang menjalankan ibadah tidak boleh mengambil hikmahnya saja,
karena belum tentu dia menduga hikmahnya itu benar dan belum tentu hikmahnya
cuma yang diomongkan itu saja. Shalat untuk ketenangan, tapi apakah shalat
hanya untuk ketenangan hati saja? Tentu tidak. Semua contoh tadi termasuk
cakupan ilmu hermeneutika yang ujung-ujungnya adalah menuruti selera syahwat dan
nafsu. Jadi, mereka mengukur sesuatu berdasarkan selera.
Yang perlu
kita jaga adalah Qalbun Salim. Dari Qalbun Salim inilah kita
harapkan muncul amal shalih, lalu amal shalih itulah yang kita bawa ke hadapan
Allah SWT. Perlunya untuk apa? Perlunya adalah semua yang engkau punyai,
proseslah menjadi amal, akhirnya bisa menjadi modal menghadap Allah SWT. Pinter
itu belum menjadi modal, pinter akan menjadi modal kalau sudah dijadikan
amal, misalnya; kepinteran itu digunakan untuk belajar maupun mengajar.
Belajar dan mengaja itu amal, tapi volume ilmu itu belum menjadi amal. Contoh
lain: Mencari harta untuk makan itu adalah amal, tapi kalau kita terima masih
berupa barang, berarti belum menjadi amal, kecuali kalau sudah ditasharufkan.
Ada seorang sufi yang berkata: "Kalau kamu ingin membawa seluruh harta,
maka lepaskanlah harta itu. Kalau kamu ingin meninggalkan harta itu, maka
peganglah terus-menerus". Karena kalau kamu pegang terus-menerus akan
menjadi harta waris, karena ndak mungkin dibawa ke kuburan. Tapi kalau
harta itu ditasharufkan, maka harta itu akan mengikuti kamu.
Allah SWT
berfirman dalam Surat Al-Hujuurat : 1
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.
Kamu jangan
membawa harta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, karena harta itu bikinan Allah
SWT, maka Dia tidak memerlukan harta, demikian juga dengan Rasul-Nya. Maka dari
itu, jangan nyetor harta kepada-Nya, karena yang demikian itu adalah pekerjaan
orang musyrik. Contoh: Beberapa hari yang lalu, Gunung Bromo dikabarkan akan
meletus, lalu masyarakat
berbondong-bondong membawa kambing, ayam, bebek, dsb. untuk dimasukkan
di situ. Saya
tanya, kenapa dicemplungno? Mereka menjawab: "Kita kirim kepada tuhan". Untuk apa tuhan kok makan bebek?. Tuhan itu yang
membuat bebek, maka Dia tidak memerlukan bebek. Tuhan tidak memerlukan binatang
qurban. Yang sampai kepada Allah SWT bukan daging qurban, melainkan manut
(taat) untuk disuruh berqurban. Jadi yang dikirim adalah ketaatan.
Demikian juga dengan orang yang mencari
ilmu, ada yang pinter, bodoh, atau terlalu bodoh. Tapi sekolahnya orang pinter
maupun orang bodoh itu ganjarane podo, senajan pintere ora podo.
Karena yang dihitung bukan kadar ilmu yang diperolah, melainkan ketaatannya
untuk mencari ilmu. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Hujuraat : 1
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
Perhatikan!, di sini ada aqidah, ada
amal, dan ada niat. Adapun niat di sini adalah dengan jiwa Basmalah. Kalau
Basmalah itu sampai di hati, maka akan terasa. Oleh karena itu, orang wiridan
atau dzikir itu tergantung pada qalbun-nya, apakah salim atau
tidak. Jika saya dan kamu membaca kalimat لا إله إلا الله, hasilnya tidak sama dengan orang yang
membaca kalimat itu dengan hati yang bersih. Orang yang dzikir dengan hati yang
bersih itu ibarat cangkir yang melumah, sehingga kalau dituangi air, air
itu akan masuk; sedangkan kalau cangkirnya miring, maka air yang masuk hanya
sedikit, dan kalau cangkir itu mengkurep, maka meski digerojok
dengan lumpur sidoarjo pun, tetap ndak ada yang masuk. Maka dari itu,
usahakan berdzikir dengan qalbuun salim (hati yang selamat).
Menurut Imam Ghozali RA, salah satu
dari kekuasaan Allah SWT adalah keajaiban hati. Coba kamu pikir!, hati itu
mempunyai tiga bagian: bagian kiri, kanan dan tengah. Rasa senang dan rasa
sedih ada di situ, namun umpama dicari oleh dokter, niscaya tidak akan
ketemu. Perhatikan hubungan alam dzahir dengan alam ghaib dalam hati yang
sungguh luar biasa itu. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mukminuun : 14
Maka Maha sucilah
Allah, Pencipta yang paling baik.
Karena di dalam hati itu ada
penyakitnya, maka Allah SWT menurunkan obatnya sebagaimana dalam Surat Yunus :
57
Hai manusia,
Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman.
Jadi, Allah SWT itu telah membuat segalanya.
Allah SWT membuat hati, penyakit hati dan obatnya sekaligus.
Mau'idzah, Hudan dan Rahmat
tadi ditujukan untuk orang-orang yang beriman. Kalau ndak beriman, maka
tidak akan bisa memperolehnya. Bagaimana mungkin seseorang mau ada penyembuhan
di dalam hati, padahal dia tidak beriman kepada Dzat yang mempunyai hati?.
0 komentar:
Posting Komentar