AGAMA, ALIRAN &
IDEOLOGI ISLAM (Edisi Ke-3 selesai)
oleh : abah Hasyim Muzadi
Pengasuh Al-Hikam Malang dan Depok : Abah Hasyim Muzadi |
Anak-anak sekalian, sebelum saya
melanjutkan pembicaraan beberapa aliran dan ideologi yang berkembang di dunia
Islam dari segi pendekatan sejarah dan pendekatan ajaran. Terlebih dahulu, saya
ingin memberi muqaddimah tentang gejala yang masuk pada bulan Rabi'ul
Akhir 1428 H. Suasana saat ini sudah mulai bergeser. Dulu, fitnah merebak di
kalangan orang kecil atau rakyat karena ulah orang besar, sehingga diingatkan
oleh Allah SWT melalui firman-Nya dalam Surat Al-Anfaal : 25
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan
peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang
zalim saja di antara kamu. dan Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.
Maksudnya: Waspadailah bencana (fitnah)
yang bahayanya tidak hanya akan mengenai orang yang berdosa maupun yang berbuat
dzalim, akan tetapi orang yang shalih pun juga akan kena imbasnya, padahal
mereka tidak bersalah. Jadi, orang yang menjadi korban bencana (fitnah) di sini
ada dua macam: Korban karena dia memang bersalah, maka itu adalah akibat
kesalahannya sendiri; dan orang yang menjadi korban, padahal dia tidak tidak
bersalah, maka dalam hal ini dia menjadi syahid dunia.
Perhatikan baik-baik bunyi Ayat yang saya
baca tadi. Ayat di atas menunjukkan bahwa yang dzalim juga akan kena fitnah.
Dalam Masyiatullah, yang menjadi muqaddimah pasti yang
kecil-kecil. Di Indonesia, mulai bulan Rabi'ul Akhir ini, fitnah mulai
merembet dari yang kecil menuju ke yang besar. Misalnya: Radio, televisi, dan
orang-orang sama meributkan dana bantuan dari DKP (Departemen Kelautan dan
Perikanan).
Buat saya, dana DKP-nya tidak penting,
karena itu hanya sebagai pemicu. Yang penting adalah ramainya fitnah. Bagaimana
telah Allah SWT memasukkan fitnah, baik dari lobang besar maupun dari lobang
kecil. Permasalahan dana DKP ini tergolong kecil. Di sini ada seorang Menteri
yang ngelumpukno uang dengan alasan akan diserahkan kepada para nelayan.
Tahu-tahunya, uang itu didom kepada para calon presiden-wakil
presiden. Jadi, siapapun yang nanti terpilih, si Menteri ini sudah
"setor". Ibarat tombok nomer, berarti semua nomor telah
dia tomboki. Ndak tahu bagaimana, si Menteri ini kemudian menjadi
salah satu korban pemberantasan korupsi tebang pilih. Maka si Menteri ini mulai
"ramai", dan ini tidak akan berhenti. Istilah orang Jawa, kriwian
dadi gerojokan. Apalagi sudah menyangkut Amien Rais, SBY, dsb. Adapun yang
paling berbahaya adalah kalau sudah menyentuh dana asing, tentu akan semakin
kacau. Kalau kondisi sudah kacau, maka ini akan menjadi pekerjaan berat bagi
orang-orang besar. Demikianlah Allah SWT telah memutar fitnah itu, dari orang
yang jahat kemudian mengalir kepada rakyat, toh akhirnya kembali lagi
kepada yang bersangkutan. Itu sifatnya sosiometris. Yang dimaksud dengan
sosiometris adalah suatu gejala sosial yang hampir bisa dipastikan, sedangkan
kalau sosiologis itu suatu gejala yang realivitasnya tinggi. Ada kemiskinan, hampir pasti ada kekacauan.
Kondisi ini nanti akibatnya bisa tidak karu-karuan.
Kenapa?, karena mereka yang terlibat dalam kasus ini akan mengusung gengsinya
sendiri-sendiri, dan rakyat semakin tidak masuk agenda pemikiran mereka. Karena
tidak masuk dalam agenda pemikiran, maka faktor ekonomi akan rusak; faktor
politik sudah tidak ada lagi moral politik; masalah budaya yang ancur-ancuran;
belum lagi masalah hukum; masalah pendidikan; dll. semuanya dapat dihitung akan
terbengalai, karena "kepalanya" – orang-orang besar – sedang
diributi oleh kasus dana DKP ini. Sedangkan menurut itungan
sosiologisnya, maka akan terjadi kerawanan di semua lini, karena bertemunya
musibah rakyat plus kebingungan pejabat.
Saya ingin kamu kalau membaca dalil
Al-Qur'an atau Hadits, kamu bisa mengkontekskan dalil itu dengan
fenomena-fenomena sekarang, karena yang tertera di situ sebenarnya adalah
informasi tentang fenomena-fenomena sepanjang zaman. Hanya saja kita sendiri
yang tidak bisa mengkontekskan itu semua. Untuk mengkontekskan dalil Al-Qur'an
dan Hadits dengan fenomena, maka perlu ada ilmu tersendiri. Agama itu ibarat
apotek yang menjual semua jenis obat. Namun yang bisa ngambil adalah
seorang apoteker. Jika tidak, maka bisa jadi orang yang menderita sakit keseleo
diobati dengan obat sakit mata, 'kan
kacau.
Kondisi saat ini obatnya sudah tidak ada.
Karena yang demikian ini sudah menjadi bagian dari pada Masyiatullah.
Yang ada saat ini adalah mohon keselamatan kepada Allah SWT. Sampai badai ini
berlalu, maka bagi orang seperti kamu, hendaknya memperbaiki kualitas ibadah,
terutama kualitas shalat. Itu saja!. Karena kalau kamu mau beramal dengan uang,
ya ndak mungkin, karena mbayar makan saja sudah nunggak; Mau
beramal lewat jasa, kamu bukan berposisi sebagai orang yang berperanan mengatur
masyarakat; Mau memperbaiki keadaan dengan demo, padahal demo itu sudah menjadi
masalah tersendiri. Bagaimana mungkin masalah akan diselesaikan oleh masalah
yang lain?. Ibaratnya, kita tidak mungkin bisa memadamkan kebakaran dengan api.
Oleh karena itu, tindakan yang paling baik adalah memperbaiki ibadah kita, dan
titik fokusnya adalah kepada shalat.
Saat ini kita harus memperbaiki kualitas
shalat kita sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Thaahaa : 14
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
Maksudnya: Tegakkan shalat itu untuk
dzikir kepada-Ku. Kalau menurut orang kebathinan, shalat itu tidak perlu, cukup
dengan dzikir tenger-tenger saja. Itu tafsirnya bukan Tafsir Jalalain,
melainkan Tafsir Jalan Lain. Yang dimaksud Ayat di atas adalah shalat
sebagaimana formulasi fiqih, baik do'a iftitah, sujud, rukuk, dsb. supaya
menjurus kepada dzikir kepada Allah SWT. Huruf lam pada lafadz لذكري ini
bermakna لغاية القصوى
(untuk sebuah gol atau tujuan, bukan sebuah sebab).
Untuk meningkatkan kualitas shalat, maka
kuncinya ada dua: Mengerti apa yang engkau ucapkan, kemudian merasakan apa yang
engkau ucapkan. Mengerti artinya: tafahhum atau tafakkur. Jangan
sampai ada anak dari Pesma yang tidak mengerti makna kata-kata dalam shalat.
Setelah mengerti maknanya, penangkapan itu jangan hanya pada pengetian semata,
akan tetapi harus disertai penghayatan berdasarkan rasa, dan rasa itu posisinya
terletak pada hati. Tersentuhkah hatimu ketika membaca bacaan shalat atau
tidak? Itu yang menjadi ukurannya. Semakin dua instrument ini bergetar, yakni
antara tafkir dan tadzkir, maka akan semakin tinggi kualitas
shalat yang dilakukan. Perpaduan antara tafkir dan tadzkir itulah
yang disebut dengan khusyu'. Jadi, khusyu' itu jangan dibayangkan tenger-tenger
saja, karena khusyu' adalah mengkonsentrasikan pemahaman dan penghayatan.
Perhatikan statement Al-Qur'an dalam
Surat Al-An'aam : 162 di bawah ini yang begitu dahsyat, seandainya masuk ke
dalam hati.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Yang dimaksud dengan ibadah di sini
adalah ibadah mahdhah (ritual) dan ibadah 'ammah (ibadah sosial).
Ayat di atas menjadi tidak dahsyat maknanya, karena tidak ada tafahhum
atau tafakkur.
Jadi, perbaikan kualitas ibadah – terutama
shalat – inilah yang menjadi satu-satunya jalan bagi kita di tengah kondisi
seperti ini. Adapun istighatsah kan
kolo-kolo, akan tetapi kalau shalat itu sifatnya rutin.
Yang juga khawatirkan adalah bagaimana
seandainya Thailand dan Vietnam
itu gagal panen?. Kita tidak mungkin menimpor beras dari sana ,
itu celaka!, karena bisa mengakibatkan paceklik di Indonesia , mengingat kalau membeli
beras dari tempat lain harganya lebih mahal. Padahal menurut orang luar negeri,
orang Jawa atau orang Indonesia
itu, kalau kerja ndak keringeten; tapi kalau mangan, keringeten.
Inilah muqaddimah saya.
Sekarang yang kedua, saya ingin
menceritakan tentang agama, aliran dan ideologi. Agama Islam adalah diinul
haqq. Agama yang kita pegang ini bersifat universal dan Rahmatan lil
'Alamiin, sehingga tidak boleh ada agama Islam Mesir, agama Islam Indonesia ,
dsb.
Di dalam memahami agama itu ada pola
pemahaman serta hasil pemahaman. Pola pemahaman itu disebut manhaj
(metode). Jadi, memahami Islam itu menggunakan pola atau frame of thinking
plus metodologi. Ini satu hal, sedangkan hal yang lain adalah hasil pemahaman
itu sendiri. Kalau frame of thinking-nya tidak sama, hasilnya mesti
tidak sama. Kalau alat olahnya tidak sama, maka hasilnya juga tidak sama.
Misalnya: Sekalipun sama-sama singkong, namun kalau masuk ke pabrik tapioka,
maka singkong itu akan diolah menjadi tepung tapioka; sedangkan kalau
dimasukkan ke pabrik getok lindri, maka singkong itu akan menjadi getok lindri.
Jadi, meski sama-sama berasal dari singkong, namun karena alat prosesnya tidak
sama, maka hasilnya juga tidak sama.
Hasil dari pemahaman terhadap agama Islam
itu disebut dengan aliran, dan hal ini tidak terhindarkan di dunia. Ada aliran Sunni, Syi'ah,
Wahaby, 'Ubbadiyah (aliran ini baru saya temui di Al-Jazair kemarin), Khawarij,
Murji'ah, dsb. Jadi, aliran itu adalah menyangkut pemahaman seseorang terhadap
agama. Karena frame prosesing-nya tidak sama, maka kesimpulan yang
diperoleh juga tidak sama.
Perbedaan dalam aliran itu ada dua macam:
Perbedaan yang sedikit. Contoh: NU dan Muhammadiyah; Yang satu merasa intelek,
sedangkan yang satu lagi merasa paling tasawuf, padahal podo wae, yang intelek
ngganggur, dan yang tasawuf, njalok-an proposal. Jadi,
ujung-ujungnya mereka itu sama, hanya beda penampilan saja. Itu adalah contoh
perbedaan kecil.
Jenis perbedaan yang kedua adalah
Perbedaan yang besar. Contoh: Perbedaan antara Syi'ah dan Khawarij. Syi'ah itu
pro Sayyidina Ali RA, sedangkan Khawarij itu kontra Sayyidina Ali RA, bahkan
kelompok ini akhirnya menjadi kontra terhadap siapapun, kecuali dirinya
sendiri. Kaum Khawarij itu tidak bisa menerima kesalahannya sendiri dan tidak
bisa menerima kebenaran orang lain. Itu kalau dalam bahasa filsafat disebut
dengan souvenistik. Adapun Syi'ah, ketika adzan pun mereka menyebut nama
Sayyidina Ali RA, yaitu sesudah dua kalimat syahadat, ditambah dengan kalimat: Wa
Asyhadu Anna 'Aliyyan Waliyullah.
Kalau kamu berada di Iran , kemudian mengucapkan nama Ali
tok, maka kamu akan ditempeleng, karena harus menyebut Imam Ali
RA. Lha, ada teman saya yang namanya Imam Ali, lalu ketika saya
memanggilnya, orang-orang Iran
tersinggung karena ada Imam Ali dari Indonesia .
Karena begitu senengnya sama
Sayyidina Ali RA, bahkan mereka menjadikan Sayyidina Abu Bakar, Umar, dan
Utsman RA sebagai sasaran hujatan, bahkan kaum Syi'ah juga begitu membenci
Sayyidah 'Aisyah RA. Yang mereka senangi hanya Sayyidah Fathimah RA. Oleh
karena itu, Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidah 'Aisyah RA tidak
dipakai oleh Syi'ah, demikian juga dengan Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Imam Muslim, karena di sana
ada Hadits-hadits yang mengunggulkan Khalifah selain Sayyidina Ali RA. Bagi
Syi'ah, tidak ada orang yang boleh memimpin umat Islam, kecuali berasal
keturunan Sayyidina Ali dan Sayyidah Fathimah.
Perang antara Sayyidina Ali RA dan
Mu'awiyah RA dalam perang Shiffin dijadikan sebagai alasan untuk membangun
aqidah yang pro Ali RA. Jadi, tarikh (sejarah) sudah digeser menjadi
aqidah. Syi'ah terbagi menjadi 3 macam: Syi'ah Ghulladz (Syi'ah yang kebangeten),
ada Syi'ah yang sedengan, dan ada Syi'ah yang kelas ringan.
Syi'ah yang kelas berat (Syi'ah Ghulladz)
itu sudah tergolong kafir, karena menganggap Malaikat Jibril AS salah dalam
memberikan wahyu, karena mestinya tidak kepada Nabi Muhammad SAW, melainkan
kepada Sayyidina Ali.
Syi'ah yang sedengan berpandangan
bahwa kalau orang tidak pro Ali RA, maka dia dihukumi kafir. Maka dari itu,
menurut mereka, membunuh orang di luar Syi'ah bisa mendatangkan pahala.
Syi'ah yang ringan saat ini ada dua
macam: Syi'ah Imamiyah dan Syi'ah Zaidiyah. Syi'ah Imamiyah dan Zaidiyah ini
sentral-nya berada di Iran .
Syi'ah kelas ringan ini mengagungkan Sayyidina Ali RA dan mengkritik para
Shahabat yang lain, akan tetapi mereka tidak mengkafirkan orang di luar
dirinya. Meraka itu begitu benci atau gregeten (ghill) kepada
para Shahabat yang dinilai merebut hak kekhalifahan Sayyidina Ali RA.
Kaum Syi'ah tidak mau pergi ke makam
Rasulullah SAW, karena di sana
ada makam Sayyidina Abu Bakar dan Umar RA. Syi'ah ini juga tergolong tidak mau
menerima kebenaran dari yang lain. Ilmu dan cara penafsirannya pun hanya
terkungkung dalam madzhab mereka sendiri.
Golongan Khawarij itu karena melihat
Sayyidina Ali RA kalah dalam perjanjian Daumatul Jandal, akhirnya mereka mangkel
dan metu dari barisan Sayyidina Ali RA. Sing mimpin Khawarij iku
jenenge Washil bin Atho'. Washil itu Mu'tazilah sekaligus Khawarij,
Khawarij itu keluar dari barisan Sayyidina Ali RA dan kontra kepada beliau,
bahkan suka mengkafir-kafirkan golongan di luar dirinya; sedangkan Mu'tazilah
adalah kelompok yang sangat rasionalis. Washil bin Atho' itu pintar, namun dia
tidak bisa mengucapkan huruf Ra' dengan fasih, karena pelat. Hebatnya,
dia bisa pidato berjam-jam tanpa menyebut huruf Ra' di dalamnya.
Jabariyah (Pasivisme atau Nihilistik).
Aliran ini berpandangan bahwa manusia itu ndak bisa apa-apa, cuma
"wayang" saja. Jadi, manusia ndak usah berikhtiyar, hidup ini
berjalan nggelondong semprong saja, karena khairihi wa syarrihi
minallah (baik-buruk berasal dari Allah SWT). Ibaratnya: Nggak duwe duek
yo Pengeran; Luwe yo Pengeran, dst.
Wahabiyah. Wahabiyah merupakan aliran
baru dan tidak termasuk pecahan dari aliran-aliran Islam yang sudah lama.
Wahabiyah itu lebih cocok disebut madzhab, karena mereka masih pakai
madzhab Hanbali dan madzhab Maliki.
Wahabiyah itu berpendirian bahwa sesuatu
yang tidak ada di Saudi – baik sebagai budaya maupun sebagai kebiasaan – semua
tergolong bid'ah. Pikiran mereka, karena Rasulullah SAW tinggal di Makkah dan
Madinah, maka apapun yang ndak ada di sana akan disebut bid'ah (mengada-ada). Oleh
karena itu, pikiran mereka itu Saudi Sentris atau Hijaz Sentris (Hijaz adalah
kawasan Madinah-Makkah dan sekitarnya). Misalnya: orang ngangkat tangan
dalam shalat dianggap bid'ah, muludan dianggap bid'ah, dsb. Jadi
kreativitas dalam beragama dipotong habis oleh mereka.
Menurut kita, adat istiadat itu terbagi
menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Adat
yang memang bertentangan dengan syari'at dan tidak bisa diperbaiki, maka adat
ini harus ditinggaplkan.
2. Adat
yang salah, namun masih bisa diperbaiki. Adat yang seperti ini harus kita
perbaiki sehingga menjadi bener.
3. Adat
yang memang sudah baik, hanya tinggal nambahi jiwa tauhid saja. Contoh:
Gotong royong, toleransi, menghormati orang tua dengan cium tangan, menghormati
leluhur, dsb. Adat istiadat sepeti ini
sudah ada sejak zaman Hindu-Buddha, sebelum Islam datang ke Indonesia . Adat ini sudah baik,
tapi ndak nyantol dengan tauhid. Maka menurut Imam Syafi'i RA, adat
seperti itu diterima saja dan gunakan untuk berdakwah. Jadi, adat ini sudah
baik, namun nyantolnya masih kepada syirik, maka ambillah dan cantolkan
kepada tauhid.
Nah, sebenarnya, apa yang menjadi
penyebab perpecahan dalam Islam?. Yang menjadi penyebab utama perpecahan dalam
Islam adalah perebutan kekuasaan; baru kemudian sebab yang kedua adalah
perbedaan metode atau manhaj.
Ketika Sayyidina Utsman RA meninggal
dunia, maka Sayyidina Ali RA berkuasa sebagai khalifah. Menurut kelompok yang
pro Utsman RA, Sayyidina Ali RA dianggap telah melakukan kudeta. Kelompok ini
kemudian dibarengi oleh anak Abu Sufyan yang dulu pernah memusuhi Rasulullah
SAW pada waktu Fathu Makkah, yaitu Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Kelompok yang
kontra Ali RA akhirnya memerangi Sayyidna Ali RA. Perang yang paling dahsyat
adalah perang Shiffin pada tahun 37 H.
Pasca perang Shiffin, umat Islam malah
terpecah belah. Kelompok yang pro Ali RA membentuk golongan Syi'ah, sedangkan
kelompok yang kontra Ali RA mendirikan golongan Khawarij. Jadi,
kelompok-kelompok ini sebenarnya berdiri di atas manhaj yang terpola
oleh politik kekuasaan, dan itu sudah biasa. Di Indonesia pun ada, namun
kecil-kecilan. Misalnya: Setiap kota
mengadakan Istighotsah untuk kemenangan SBY. Artinya, di sini ada politisasi
dalam manhaj.
Selanjutnya bagaimana latar belakang
munculnya?. Munculnya ASWAJA sebenarnya didorong oleh faktor bagaimana Islam
dipahami sebagai ajaran, bukan mengacu pada pro-kontra individu. Oleh karena
itu, ASWAJA bukan pro Ali RA maupun kontra Ali RA, melainkan Ahlusunnah. Sunnah
artinya Sunnah Rasulullah SAW. Oleh karena itu, gerakan ASWAJA adalah gerakan
ilmiah, bukan gerakan pro-kontra terhadap kelompok atau individu tertentu.
Kenapa kok harus ada kata
"Jama'ah"-nya?, yakni supaya kita menutup diri atas semua aib-aib
yang terjadi pada zaman Khulafaur Rosyidin. Bagi kita, semua itu adalah urusan
mereka masing-masing. Kita tidak perlu menilai, yang akhirnya justru membuat
umat Islam pecah ndak karu-karuan. Mereka semua mempunyai jasa bagi
Islam.
Sebenarnya ASWAJA itu lahirnya
belakangan, yakni setelah berkecamuknya pertentanga antara Syi'ah, Khawarij,
Mu'tazilah, dsb. Setelah itu, ASWAJA muncul sebagai bentuk pelurusan terhadap
ajaran Islam. Nah, dengan demikian, maka ASWAJA itu titik beratnya terletak
pada keilmuan agama, bukan kepemimpinan agama. Ini berbeda dengan Syi'ah yang
di mana-mana tergantung kepada pemimpinnya. Misalnya: Kalau jihad ndak
melewati pemimpinnya, maka jihadnya dinilai tidak sah, karena Imamah merupakan
salah satu rukun iman dalam Syi'ah.
ASWAJA muncul untuk menetralisir
pertikaian politik di kalangan umat Islam. Berkenaan dengan masalah Khulafaur
Rosyidin, maka masing-masing dari kita harus mengembalikan kepada amal mereka
masing-masing. Kita harus menghormati mereka semua, baik Sayyidina Abu Bakar,
Umar, Utsman maupun 'Ali RA, dan kita diam (tidak berkomentar) atas pertikaian
yang terjadi di kalangan mereka.
Menurut sejarah, Sayyidina Umar RA
terbunuh kemudian diganti oleh Sayyidina Utsman RA. Lalu Sayyidina Utsman RA
juga terbunuh, sehingga diganti oleh Sayyidina Ali RA. Jadi, "yang
aman" cuma Sayyidna Abu Bakar RA.
Di Iran ada sesuatu yang unik, yaitu
orang yang membunuh Sayyidina Utsman RA digambar, diberi pigura, kemudian
ditulisi Radhiyallahu 'Anhu. Ini sudah sangat keterlaluan. Begitulah
kebencian Syi'ah terhadap Shahabat RA. Dari sini, jelaslah bahwa aliran Syi'ah
ini dibentuk oleh kebencian sejarah. Ketika berkhutbah di manapun, baik khutbah
jum'at maupun pidato. Para khatib Syi'ah mesti nyebut Sayyidna
Ali, Sayyidah Fathimah, Sayyidina Hasan dan Husain RA, lalu mesti nyebut
ndak seneng kepada 'Aisyah, Abu Bakar, Umar, Utsman RA. Itu saja yang
mereka pidatokan, sehingga ndak pernah ada ceramah Syi'ah tentang
Tafsir, Hadits, dsb.
Anehnya, sekarang ini yang mempunyai
kekuatan untuk melawan Israel
dan Amerika adalah Syi'ah, sedangkan yang lain ndeledek, termasuk
Wahabiyah di Arab Saudi. Berbicara tentang Saudi, sebenarnya negara ini
mempunyai banyak sumber minyak, hanya saja minyak mereka dipompakan oleh
Amerika. Karena yang memompakan minyak adalah Amerika, maka transaksi mesti
lewat ARAMCO dan bank-bank Amerika. Oleh karena itu, seluruh duit Saudi
ada di bank-bank Amerika. Jadi, tak heran kalau Saudi itu wedine kepada
Amerika, ngalah-ngalahi wedine nang Allah SWT.
Adapun kelompok yang berani melawan Israel
dan Amerika cuma Syi'ah, karena mereka mempunyai sistem Imamah dan komando. Jadi , Iran
itu masyarakatnya utuh. Selain utuh, kakinya ada di mana-mana. Di mana pun ada
Syi'ah, maka madzhabnya pasti ke Iran , bukan kepada negara yang ditempati.
Misalnya Syi'ah besar di Indonesia ,
maka podo karo nggawe negoro Iran
ndek Indonesia .
Di Libanon ada orang Syi'ah yang bernama
Nashrullah yang memimpin Hizbullah. Kekuatan Hizbullah ini sepuluh kali lipat
dari kekuatan tentara resmi negara Libanon sebagai negara. Dadi,
sekarang Amerika sedang gopoh mempersenjatai tentara-tentara Libanon
yang sangat lemah untuk menghadapi Hizbullah.
"Kaki-kaki" Syi'ah yang ada di
negara-negara teluk sudah menyatakan siap, baik di Qatar ,
Kuwait , Doha , dsb. Mereka ini sudah sepakat, begitu Iran
nanti diserbu oleh Amerika, maka seluruh pipa minyak Amerika di seluruh tempat
akan dibakar habis. Yang bisa begini cuma Syi'ah!.
Dari aliran-aliran ini kemudian
melahirkan sebuah gerakan. Setiap aliran mungkin mempunyai satu atau banyak
gerakan. Adapun gerakan yang bersangkut paut dengan politik itu disebut dengan
ideologi. Inilah yang saya katakan sebagai ideologi trans-nasional. Kamu bisa ndak
membedakan antara Islam dan partai Islam?, Kalau bisa, berarti kamu bisa membedakan
antara aliran dengan ideologi trans-nasional tadi. Misalnya: Orang agamanya
Islam, sedangkan partainya PPP. Bisa nggak kamu membedakan antara Islam dan
PPP?. Islam adalah sebagai ajaran, sedangkan PPP itu hanya berlabel Islam. Mboh
lakone Islam opo nggak, pokoke stempelnya sudah Islam.
Sebagai sebuah gerakan politik, banyak di
antara mereka yang bertentangan satu sama lain. Yang Mujahidin tidak cocok
dengan IM (Ikhwanul Muslimin); Jaulah tidak cocok dengan 'Ubbadiyah; Al-Qaeda ndak
cocok dengan negara Saudi
Arabia , dst.
Ketika saya pergi ke Al-Jazair kemarin
(20 Mei 2007), dua hari sebelumnya ada kantor Perdana Menteri (PM) Al-Jazair
yang dibom dengan bom bunuh diri. Al-Qaeda secara terus terang menyebut bahwa
itu adalah tanggung jawab mereka. Al-Qaeda menganggap PM Al-Jazair sudah Pro
Amerika. Peristiwa ini sebetulnya bukan terkait agama sebagai ajaran, melainkan
hanya conflict of interest, seperti halnya yang terjadi di NU.
Contoh ideologi trans-nasional dari Timur
Tengah adalah Ikhwanul Muslimin (IM). Kelompok ini sebenarnya sudah dilarang di
negaranya sendiri. Kenapa?, karena penguasa negara pasti kuatir kalau
mereka dikudeta. IM ini adalah gerakan politik yang mau mencari kekuasaan.
Negeri yang sudah mapan, pasti tidak suka terhadap gerakan yang seperti itu.
IM itu berdiri di Mesir atas prakarsa
Sayyid Quthub, sedangkan bagian operasionalnya adalah Hasan Al-Banna. Namun,
begitu Gamal Abdul Nasser menjabat sebagai Presiden Mesir, semua tokoh IM
dibabat habis, padahal Gamal juga mengatakan bahwa dia adalah muslim. Maka dari
itu, saya punya kekhawatiran, wong neng negarane dewe, diuber-uber,
terus di Indonesia
ada yang ngageni wong-wong iku. Itu berarti sama dengan
memelihara potensi untuk bertikai dan juga akan mengakibatkan konflik politik
di kalangan umat Islam.
IM (melalui sayapnya, Hizbut Tahrir) iku
sitik-sitik njalok Khilafah. Mereka itu ****** (tidak jelas
konsep) tapi ngotot. Sedangkan sayap yang lebih soft adalah
IM yang diwakili oleh PKS. Mereka berdakwah di kalangan bawah, akan tetapi
gerbong dakwah yang diperkuat kekuatan politik. Jadi, mereka itu dakwah
"koma" politik. Di sini dakwah akan diproses menjadi kekuatan
politik, dan. ujung-ujungnya nanti pasti akan menghantam Pancasila dan NKRI.
Gerakan ini saya sebut trans-nasional,
karena mereka tidak bisa memikirkan Indonesia
sebagai negara Indonesia .
Bahkan mereka sekarang ini menggrogoti Muhammadiyah dan NU. Wong-wong
sing pinter dijuku'i oleh PKS, akhire Muhammadiyah muring-muring.
Dakwah Muhammadiyah saat ini sebetulnya sudah macet.
Bahkan HMI pun tidak terlihat gerakan
dakwahnya, apalagi PMII, sembahyang wae wis untung. Oleh karena itu, PMII adalah
Pergerakan Mahasiswa Insya Allah Islam. Karena penggaweane hanya camping,
maka segi dakwahnya diambil oleh KAMMI. Adapun KAMMI ini bergerak menggunakan
sistem MLM (Multi Level Marketing), yaitu satu orang membawa lima orang, kemudian masing-masing dari 5
orang itu mencari pengikut lagi. Jadi, ketika ada orang yang kepingin
agama, maka KAMMI akan mengajarinya, karena mau cari di PMMI, kok Insya
Allah Islam.? Hahaha… Sedangkan di HMI sendiri ndak ada dakwah. Saya
pernah diundang pada pertemuan HMI di Jakarta untuk mempertemukan ketua-ketua
HMI tingkat Provinsi. Setelah itu Protokolernya bilang begini: "Sebelum
mendengarkan pidato Pak Hasyim, mari pertemuan ini kita buka dengan bacaan
Basmalah". Akhirnya semua peserta serentak menjawab:
"Basmalaaah…", padahal mestinya mereka muni Bismillahirrahmaanirrahiim.
Mereka ini lebih unggul dari segi
strategi, yaitu taktis dan sistematis. Jadi, jurusan ilmu mengelabui,
mereka itu sudah pinter. Umpamane, banjire gurung teko, genderone
wis ono.
Mereka nggak gowo opo-opo, tapi lek onok wong mbantu beras, beras
iku dijalok, kemudian nde'e sing ngedom nang korban banjir.
Jadi, ilmu makelare wis
nomor satu.
Saya ingin kalau kamu besok
berjuang, haruslah berbasis amal, jangan berbasis kesan. Berjuang dengan basis
kesan memang gampang besar, namun juga gampang ngimpes, seperti pelembungan.
Dalam waktu 9 tahun ini, PKS sudah menang di Jakarta . Itu kan luar biasa. Kenapa?, karena
mereka bisa memanfaatkan momentum yang ada. Saat itu sedang marak gerakan
Anti-Amerika, maka isu inilah yang mereka pakai, padahal yang ngurusi ke Irak
saja seperti nggak ngurusi, sedangkan nde'e sing nggak
ngurusi, koyo-koyo nde'e sing ngurusi. Jadi, modal mereka cuma demo di
bundaran HI untuk menciptakan public opini. Public opini bisa
berjalan suatu saat, akan tetapi tidak bisa bertahan lama. Inilah yang selalu
saya katakan di dalam koran-koran atau dalam pidato-pidato, bahwa
trans-nasional itu bersifat ideologis.
Saya khawatir gerakan trans-nasional ini
akan berpotensi membelah masyarakat Indonesia ini, sekalipun mungkin
bukan sekarang waktunya. Kenapa?, karena anak-anak muda sekarang ini kosong
dari tauhid, sehingga memiilih mana yang mendatangkan untung. Artinya,
anak-anak sekarang ini pinginnya yang instan dan efisien. Jadi, efisien
di sini terjemahan dari aras-arasen.
Yang ribut sekarang ini adalah
Muhammadiyah. Pak Din Syamsudin menghubungi saya: "Masjid saya diambili
oleh orang-orang PKS. Di Jogja, di Sleman, di Jawa Timur, dsb. Masjid yang
diambil sudah mendekati 100 masjid di seluruh Indonesia ". Lalu saya bilang:
"Itu adalah hukum karma, karena sudah berapa ratus masjid NU yang sampeyan
ambili".
Sekarang ini dakwah Muhammadiyah turun
drastis, karena dulu masjid Muhammadiyah selalu diisi mudzakarah. Kemudian
masjid-masjid itu dimasuki oleh orang-orang dari kelompok lain, kemudian
diambil alih oleh mereka. Mereka itu tidak akan mau membuat masjid sendiri,
karena membuat masjid itu membutuhkan biaya mahal. Kalaupun mereka membuat
masjid, orang-orang dari golongan lain ndak akan mau memasukinya. Namun
kalau mengambil msjid yang sudah ada, maka "gerbong" dan
"penumpang"-nya, tinggal midatoni.
Yang ndak pinter, mereka itu nyerang
tahlil. Akhirnya orang-orang NU mangkel, karena tahlil sendiri sudah
dianggap (bagian) agama oleh orang-orang awam. Karena mereka ingin menguasai
masjid milik NU, namun mereka ndak suka tahlil dan menyerang tahlil, akhirnya
terjadi bentrok. Yang menang tentu orang NU-nya, karena jumlahnya lebih banyak
dan lebih nekat. Sedangkan Muhammadiyah itu orang-orangnya mempunyai
intelektualitas yang lumayan, sehingga ketika masjid mereka diambili, mereka
"diam" saja sehingga masjidnya habis betulan. Dan lagi, Muhammadiyah
juga sama-sama ndak seneng sama tahlil. Jadi, yang ikut berperan
dalam menyelamatkan masjid-masjid NU adalah tradisi tahlil itu.
Berkenaan dengan Syi'ah, yang paling saya
khawatir secara gerakan cuma satu; kalau ada Syi'ah di Indonesia, maka
madzhabnya adalah ke Iran ,
tidak mungkin ke Indonesia .
jadi, mereka tidak mungkin bicara nasionalisme, karena nasionalisme itu menurut
mereka adalah bid'ah sehingga orang tidak boleh memikirkan negara
masing-masing, melainkan harus mengikuti komando dari Iran .
Semua ini saya beberkan kepada kamu,
karena kamu adalah murid saya di Al-Hikam. Jangan sampai ketika kamu ditanya
oleh orang tentang apa yang saya lakukan, kamu tidak bisa menjawab.
0 komentar:
Posting Komentar