TAQARRUB KEPADA ALLAH SWT
catatan pesantren Al-Hikam Malang
Anak-anak sekalian. Alhamdulillah,
kamu sekalian pelan-pelan sudah mulai mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Mendekatkan diri kepada Allah SWT itu ada 3 dimensi:
1.
Memperkuat
Tauhid atau I'tisham
Memperkuat gandolannya kepada
Allah SWT. Untuk itu saya sudah memberi tahu bagaimana berdo'a memohon kepada
Allah SWT agar kamu diberi masa depan yang sebaik-baiknya oleh Allah SWT, yaitu
dengan memperbanyak ibadah dan dengan membaca Surat Al-Fath : 1-5. Berkenaan
dengan kondisi Indonesia yang masih dalam lingkar musibah yang oleh orang Jawa
atau orang Kejawen disebut masih pada putaran cokro manggilingan (Cokro
adalah senjata Krisna yang berbentuk bulat dan ujungnya lancip). Hal itu
sebenarnya termasuk kepercayaan bukan aqidah, akan tetapi ketepatan bahwa sircle
manusia itu naik turun, termasuk masyarakat dan bangsa. Masyarakat bangsa kita
masih pada putaran gelombang penderitaan, maka do'a tauhid untuk masa depan
kamu ini perlu dibarengi dengan do'a tolak balak yang sudah saya berikan
dan supaya do'a itu diamalkan secara rutin.
2.
Memperbaiki
Akhlaq
Memperbaiki akhlaq ini tidak cukup
hanya dengan ibadah dan do'a, tapi sekaligus harus disertai ketahanan terhadap
godaan. Ketahanan terhadap godaan itu, buat kamu sangat berat, lebih berat dari
pada godaan kepada saya. Saya paling-paling digoda uang, jabatan, dll.
Sedangkan kamu digoda kesenangan sehari-hari. Istilahnya di dalam agama; kamu
semua digoda dengan Alaatul Malaahiy. Alaat itu instrumen, sedangkan
Malahy berarti yang melupakan atau memabukkan. Jadi, Alaatul Malaahiy
adalah alat yang memabukkan dan melupakan.
Memabukkan di sini artinya mengacaukan
sistem rohani. Sebagaimana yang pernah saya sampaikan, bahwa sistem rohani yang
terdiri dari ruh, rasio, rasa, dan nafsu itu harus sejalan dalam sinergi dan
saling kontrol. Kalau sistem ini kacau, maka ada potensi untuk berbuat rusak. Nah,
potensi berbuat rusak itu bertemu dengan lingkungan yang rusak dan
pergaulan bebas, tentu sangat berat dihadapi. Saya ini tahu saja anak-anak kalau
di Pondok kan alim-alim, tapi kalau naik sepeda motor di jalan itu suka gandengan.
Belum lagi suasana bacaan dan pergaulan. Itu semua adalah instrument pemabukan
dan pelupaan. Jadi saya tahu, hal itu memang berat. Oleh karenanya, orang
seperti kamu jangan sampai punya uang yang terlalu banyak, karena
lebihnya itu berpotensi untuk berbuat rusak. Anaknya orang-orang besar
yang mondok di sini kan tidak kerasan, karena duitnya
banyak, sehingga dia bisa membeli kesenangan-kesenangan yang
"merusak". Jadi, untuk ketahanan luar dan dalam terhadap godaan
pribadi, maka kamu harus sering membaca Surat Al-Falaq & Surat An-Naas.
Supaya dalam dirimu ada medan pengaruh penjagaan. Allah SWT berfirman dalam
Surat Al-Israa' : 45
وَإِذَا
قَرَأْتَ الْقُرْآنَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ
بِالآخِرَةِ حِجَابًا مَسْتُورًا
Dan apabila kamu membaca Al Quran niscaya kami
adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat,
suatu dinding yang tertutup,
Kalau kamu membaca Al-Qur'an, maka
Allah SWT akan mengirimkan sekat atau demarkasi antara dirimu dengan lingkungan
orang-orang kafir. Kafir di sini tidak hanya kafir keyakinan, tapi juga kafir
terhadap peraturan Allah SWT. Kafir itu secara bahasa bermakna ingkar. Yang
dimaksud "kafir" di sini bermakna umum, yaitu meliputi pengaruh
keyakinan, ideologi, kesenangan, alatul malaahy, dsb. Semua itu termasuk
kekufuran pada bidangnya masing-masing.
Jika kamu membaca Al-Qur'an, maka kamu
masih lumayan karena ada sekat atau ada benteng terhadap pengaruh negatif.
Benteng ini kuat-kuatan, apakah kuat bentengnya ataukah kuat godaannya.
Tapi selemah-lemah benteng, tentu masih lebih baik dari pada tidak ada benteng
sama sekali. Tidak ada benteng atau netral itu lebih baik daripada dia sengaja
memanggil bencana (godan) itu. Arek-arek itu ada kalanya mendambakan
godaan. Yo opo kok suwe gak ono sms. Artinya orang yang seperti ini
tidak membentengi diri, tetapi justru sedang menarik godaan masuk ke dalam
dirinya. Padahal, dengan dibentengi saja, bisa jebol karena luapan dari
kiri-kanan yang sangat besar. Dengan adanya benteng diri berarti ada
saringan-saringan. Ibaratnya, sekalipun nantinya larat, tapi tidak
sampai masuk jurang, paling-paling kesandung dan luka-luka. Nah,
oleh karenanya, kalau kamu ada kesadaran terhadap adanya godaan ini, maka cepet-cepet
baca Surat Al-Mu'awidzatain. Tetapi ada juga yang tidak mau membaca Surat ini,
karena "takut" godaan tidak datang kepadanya. Itulah dimensi kedua,
yaitu penjagaan akhlaq.
3.
Bertawassul
bil A'mal
Tawassul bil A'mal adalah
memohon sesuatu lewat atau via amal shalih. Beramallah yang baik-baik. Ketika
ada proyek untuk memberi santunan dan pinjaman kepada orang miskin dan melijo,
maka seharusnya kamu ikut dengan bersemangat, karena itu adalah amal shalih.
Perbuatan menghentikan tetesan air mata orang miskin merupakan amal yang agung
dan menjadi investasi bagimu. Namun pahalanya tidak tumbuh seketika, karena namanya
saja investasi. Hari ini kau menolong fakir miskin dan ikut serta mencarikan
keringanan hidup bagi mereka yang terancam lapar dan terancam tidak kerja;
semua itu akan kembali kepadamu pada sircle hidupmu yang sesungguhnya.
Hidupmu sekarang ini kan hidup muqaddimah, baru kalau kamu sudah
kawin, punya anak dan rumah sendiri, itulah real life atau hidup
senyata-nyatanya. Sekarang ini masih belum, karena duitmu masih dikirim.
Ketika pada realitas hidup nanti, maka seluruh investasi itu akan kembali
kepadamu, sebelum hari akhirat, karena di akhirat nanti ada sendiri totalannya
untuk investasimu.
Orang yang menolong orang miskin,
diharamkan oleh Allah SWT menjadi orang miskin sebagaimana orang yang ditolong.
Orang yang menghentikan kedzaliman seseorang kepada orang lain, maka dia
diharamkan oleh Allah SWT, menerima kedzaliman dari orang lain. Oleg karena
itu, kalau ada orang didzalimi, hentikan kedzaliman itu, maka kamu akan hidup
tanpa didzalimi. Itulah yang disebut dengan tawassul bil a'mal.
Do'a tidak selalu melalui lisan,
meskipun memang dimulai dari lisan. Do'a dari lisan itu disambung dengan rasa,
kontemplasi, dan dibuktikan dengan amal. Oleh karenanya, amal itu sebetulnya
bagian dari do'a yang kongkrit. Sebagaimana do'a itu amal yang bathin, maka
amal itu adalah do'a yang dzahir.
Pegang tiga hal di atas – yaitu: al-I'tisham
atau at-tawakkul billah (gandolan kepada Allah SWT); al-Muraqabah
(menjaga diri) dan beramal shalih – di tengah-tengah bencana ini, semoga Allah
SWT memberi perlindungan khusus kepada mereka yang melakukan tiga hal di atas.
Kamu kan sudah saya kasih tahu bahwa dalam Surat Al-Anfaal : 25
(#qà)¨?$#ur ZpuZ÷FÏù w ¨ûtùÅÁè? tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß öNä3YÏB Zp¢¹!%s{ ( (#þqßJn=÷æ$#ur cr& ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÎÈ
Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang
tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan Ketahuilah
bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.
Kalau bencana sudah datang, maka orang
yang shalih-pun bisa kena, kecuali yang istitsna' (exception).
Semoga kita ini termasuk golongan exception demi menolang orang shalih
yang terkena bencana. Hal ini menjadi sangat perlu, karena bencana dzahir,
berupa bencana alam, dan bencana bathin, berupa stress sosial, belum ada
tanda-tanda berhenti, malah-malah ada kecenderungan untuk naik. Nah
pada titik puncak itulah, nanti mulai ada decline (penurunan). Kalau
kita sekarang ini belum sampai pada puncak. Ini artinya; akan ada
fenomena-fenomena lain yang lebih berat dari apa yang sudah terjadi sekarang
ini.
Perhatikan! kalau orang kena
gempa bumi, longsor, badai, kebakaran, dll., kemudian mereka langsung meninggal
dunia, maka beban keluarga yang ditinggal akan cepet sembuh karena
mereka sudah mati. Apalagi yang mau dipikirkan?, oleh karena itu, keluarga
korban lebih gampang pasrah. Seperti yang terjadi di Sleman, di Bantul,
di Aceh, dsb. Karena keluarganya sudah meninggal dunia, maka mau gimana
lagi?. Mungkin mereka mengalami stres dua bulan, namun karena dituntut oleh
kebutuhan, maka keluarga korban itu harus bangkit dan bekerja. Apa boleh buat,
semua sudah meninggal. Jadi, pasrahnya hati keluarga korban lebih cepat.
Lain halnya dengan bencana yang tidak
mengambil nyawa, tapi mengambil harta dan kehidupan orang itu, sedangkan dia
sendiri masih hidup. Seperti korban lumpur Lapindo. Dalam bencana lumpur ini,
yang diambil itu seluruh harta benda mereka, tapi mereka dibiarkan hidup.
Selama mereka dibiarkan hidup, tidak ada tangan-tangan yang menolong untuk
memperkuat hidup mereka. Beban mereka 2-4 kali lipat dari pada langsung
ditinggal mati oleh keluarganya. Sekitar 30 % dari korban lumpur yang tinggal
di penampungan telah mengalami gangguan jiwa. Prosentase 30 % itu banyak karena
jumlah korban di penampungan itu mencapai 6.000 KK. Pikiran mereka sudah tidak
stabil.
Jadi, ada depresi sosial pada korban
lumpur di atas, baik pada tingkat terendah, pada tingkat sedang, maupun tingkat
tinggi. Depresi tingkat rendah berarti orang yang terkena bencana masih bisa
menyesuaikan diri bahwa itu adalah musibah sehingga dia masih tetap wiridan.
Meskipun dia stress, tapi masih ada penawarnya. Depresi tingkat sedang adalah
mereka yang terhempas dengan tekanan bathin ini dan berusaha menahan-nahankan
diri, namun dia sudah mulai goyang. Jalan pikirannya sudah kacau, ide-idenya
sudah tidak cerdas, dan dia sudah mulai seperti rumput kering yang gampang
terbakar (dry society atau masyarakat yang kering), gampang marah,
gampang membunuh, gampang anarkhi, dsb. Sedangan depresi pada tingkat berat
adalah dia betul-betul sudah gila.
Di Sidoarjo saya dapat catatan bahwa
sudah ada 42 orang yang gendeng bareng atau sempel berjama'ah.
Potensi 42 orang ini akan ditambah terus, yaitu dari peningkatan orang yang
depresi tingkat rendah menuju ke tingkat sedang; dan dari tingkat sedang menuju
ke depresi tingkar berat. Mereka itu luar biasa kesedihannya, sementara
pemerintahnya berputar-putar terus. Katanya, penduduk di 4 desa di Porong sudah
dikasih ganti rugi sekitar 20 %, itupun dipilihi rumah yang sudah
bersertifikat. Artinya; ganti rugi itu tidak sampai 1/3
penduduk di empat desa itu. Padahal 20 % itu tidak cukup untuk biaya hidup
ataupun untuk membangun kehidupan yang baru. Mereka harus menunggu dua tahun
lagi untuk menerima ganti rugi. Alasan Lapindo, mereka sudah diberi uang untuk
kontrak rumah sebanyak 5 juta untuk dua tahun. Padahal uang 5 juta sudah tidak
mungkin bisa digunakan untuk dua tahun, karena uang itu sudah habis digunakan,
karena mereka nganggur. Maka yang ada adalah penantian selama 2 tahun,
sehingga yang terjadi adalah dari stress menuju gila. Bisa nggak kamu
membayangkan betapa beratnya siksa Allah SWT yang seperti ini.
Sementara penduduk yang di Tanggulangin
sebanyak 6000 KK datang berbondong-bondong ke Jakarta untuk meminta keadilan.
Mereka meminta ganti rugi secara cash and carry. Mereka di Jakarta tidak
ketemu siapa-siapa, kecuali ketemu saya. Mereka nangis saja
ketika bertemu saya. Artinya; bahwa bencana lumpur ini mengandung unsur
kedzaliman. Selain mengandung unsur human error karena tambang, juga ada
natural disaster (bencana alam netral) dan di samping itu ada kedzaliman
di dalam penanganannya. Dari tanda-tanda ini, maka murka Allah SWT akan naik.
Saya tidak mendahului takdir Allah SWT dan tidak mendo'akan hal itu terjadi.
Tapi perkataan ini berdasarkan beberapa Hadits Rasulullah SAW yang artinya:
"Kedzaliman di tengah penderitaan akan menghadirkan murka Allah SWT".
Oleh karena curva-nya lagi naik,
maka saya minta kamu harus mempunyai ketahanan. Selain mengamalkan do'a-do'a
yang telah saya berikan, kalau bisa – saya tidak mewajibkan, tapi mengharapkan
– kamu mulai belajar berpuasa senin-kamis. Pada bulan Rojab nanti, kita akan
berpuasa total, karena di sekitar bulan itu akan terjadi puncak kegoncangan
yang dahsyat. Mudah-mudahan kita termasuk golongan yang diselamatkan oleh Allah
SWT.
Semoga kita bisa ikut meringankan
bencana itu, yaitu bertugas sebagai relawan yang bertanggung jawab terhadap
manusia dan Allah SWT. Saya ini, hati saya sudah pas. Apapun yang
terjadi, terserah Allah SWT, karena saya tidak mungkin tidak ke sana ke mari.
Misalnya; Malam ini di sini, nanti di Kediri, besok ndak tahu ke mana
lagi; malam masih tanbih, senin ke Jakarta, pagi nanda-tangani surat-surat,
lalu ke Jogjakarta, lalu ada acara di UGM atau Ngarso Dalem. Selasa, saya itu
di Jambi, Rabu masuk Jakarta lagi, Kamis saya harus ada di Batam, sementara
Jum'at saya harus di sini. Ini adalah pekerjaan yang tidak mungkin saya
tinggalkan.
Saya juga tidak bisa menghindari
kereta, pesawat dan tidak bisa memilih waktu, karena jadwalnya sudah pas. Saya
tadi malam ke sini dari Jogjakarta naik Kereta Api. Saya naik Kereta Api dari Jogjakarta,
terus ke Pasuruan ngomongi kyai-kyai yang berkelahi mengenai
masalah Syi'ah. Artinya; Bismillah, pokoknya saya menjalankan tugas dan
mudah-mudahan di beri keselamatan di perjalanan. Saya sering tutut-tututan
dengan bencana. Hari ini saya ada di Padang, Kalimantan Barat. Ketika saya
kembali ke Jakarta, selisih satu hari, di Padang terjadi gempa, longsor, dan
kebakaran karena petir. Saya juga tidak tahu jam-jam terjadinya bencana.
Alhamdulillah, karena pas, maka di kendaraan mesti tidurnya dan
saya jarang minum di pesawat, karena pramugari takut membangunkan saya.
Belum lagi, sekarang ini saya sudah
dianggap menjadi saingan nasional dan internasional. Banyak orang merasa
tersaingi, padahal saya tidak merasa menyaingi. Maka sindikat nasional mulai
membayang-bayangi saya; ketika saya di Palestina, dibayangi oleh intelejen
Israel; dan ketika di Syiria, dibayangi oleh CIA. Dalam kondisi ini, maka tiga
hal di atas yang saya lakukan. Ini semuanya saya sampaikan karena ingin
meyakinkan kamu bahwa apa yang saya sampaikan kepada kamu itu juga saya lakukan
pada kelas yang berbeda, tapi pada essensi yang sama.
Akhirnya, kita kembali bahwa Allah SWT
tidak akan membebani hamba-Nya melebihi kemampuannya. Maka berdoa'alah:
"Ya Allah, semoga saya jangan engkau beri beban yang melebihi ukuran yang
saya kuat". Jadi, pengajian ini mengacu kepada Al-Qur'an dan Hadits yang
ditujukan untuk semua, baik untuk kamu, untuk saya, dan untuk siapa saja.
Al-Qur'an tidak berubah-ubah, karena fenomena hidup itu sama saja, cuma
kemasannya yang beda. Dari dulu ada yang sabar, pemarah, dsb. Fenomenanya
sekitar itu saja. Oleh karena itu, fenomena tersebut harus disikapi dengan
substansi yang sama dan tidak berubah, yaitu Al-Qur'an.
0 komentar:
Posting Komentar