Kamis, 19 Desember 2013

Upaya Muhasabah diri :Tuhan, Maafkan aku...

Upaya Muhasabah diri
Catatan pesantren bersama abah hasyim

$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès?

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(al-hasyr ayat 18)
             
       Bersikap jujur terhadap diri sendiri adalah tidak mudah. Ada orang yang melihat dirinya lebih dari ukuran yang sesungguhnya, dan ada orang yang melihat dirinya lebih rendah dari ukuran yang sesungguhnya. Oleh karena itu, inti dari muhasabah adalah bersikap jujur dalam melihat dirinya sendiri dan melihat diri kita dengan benar dan tepat. Para ulama’ berkata;
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ، عَرَفَ عُيُوْبَهُ
“Barang siapa mengetahui dirinya yang sesungguhnya, maka dia akan mengetahui aib-aibnya”


       Kalau kita mau melihat diri kita dengan jujur, niscaya kita akan mempunyai kejujuran kepada Allah SWT dan mengerti terhadap ketentuan-Nya. Para ulama Salafusshalih telah membantu kita untuk bisa bersikap jujur terhadap diri sendiri. Mereka telah mengajarkan 3  jenis bacaan yang harus sering kita baca.
1.    Istighfar
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ، اَلَّذِي لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ
Kita harus berusaha agar ucapan istighfar tersebut bisa kita rasakan, bukan hanya sekedar diucapkan dengan lisan.
2.    Agar kita cepat menuju kepada Allah SWT, maka yang sebaiknya kita baca adalah:
حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ، نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْم
3.    Mengikuti teladan Nabi Yunus AS.
       Nabi Yunus AS pernah dikungkung oleh Allah SWT selama 9 tahun di dalam perut ikan. Kungkungan tersebut bisa berarti dzahiriyah ataupun maknawiyah. Kungkungan secara dzahiriyah berarti badan kita yang dipenjara, sedangkan kungkungan secara maknawiyah adalah hati kita yang dipenjara. Ketika hati kita telah terkungkung, maka kita tidak mampu melihat diri kita sendiri, sehingga kita mempunya sikap GR (Gedhe Rumongso) atau KR (Kekecilan Rumongso). Sikap yang paling benar adalah bisa merasa, bukan merasa bisa. Adapun do’a yang dipanjatkan oleh Nabi Yunus AS ketika berada dalam perut ikan adalah:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ أنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ
       Berdasarkan kisah di atas, maka harus ada pengakuan terhadap kedzaliman yang pernah kita lakukan. Nabi Yunus AS saja masih mengaku salah, apalagi kita yang tidak berstatus sebagai Nabi. Oleh karena itu, kita harus mengakui kedzaliman terhadap diri sendiri ataupun terhadap orang lain. Contoh kedzaliman terhadap diri sendiri adalah; Berjudi, minum minuman keras, dll.
       Akhirnya, marilah kita membaca 3 bacaan di atas sedapat mungkin dan tidak perlu memakai hitungan ketika membacanya, karena kesalahan atau dosa yang harus dibersihkan jumlahnya sudah terlalu banyak. Oleh karena itu, semakin banyak membaca bacaan-bacaan di atas, maka manfaatnya semakin baik.
       Jika kita tidak mampu melafalkannya dalam bahasa Arab, maka kita boleh mengakui dosa-dosa kita dengan menggunakan bahasa Jawa ataupun bahasa Indonesia. Hal itu lebih baik daripada tidak mengakui kedzaliman yang kita lakukan, apalagi Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Mengetahui terhadap semua bahasa. Meskipun demikian, kita harus berusaha untuk melafalkan do’a-do’a di atas dengan kalimat ma’tsurah yang pernah diucapkan oleh Rasulullah SAW).
       Marilah kita bersama-sama mengurangi dosa-dosa kita. Jika kejelekan kita sudah turun kadarnya, maka kebaikan kita akan naik dengan sendirinya, sebagaimana teori bejana berhubungan. Jika kita mampu melakukannya, Insya Allah kita akan diberi fadhal (keutamaan) oleh Allah SWT. Yang dimaksud dengan fadhal adalah kelebihan kita di atas rata-rata. Kemudian jika kita sudah dinilai mampu menerima fadhal (keutamaan), maka kita akan memperoleh ma’unah (pertolongan) dari Allah SWT. Mau’nah inilah yang membuat kemampuan dan efektifitas kita bisa melebihi kekuatan diri kita yang sesungguhnya. Misalnya; Biasanya kita hanya mampu mengangkat beban seberat 10 Kg, tiba-tiba kita mampu mengangkat beban seberat 20 Kg. Maka tambahan 10 Kg tersebut bukan disebabkan kehebatan kita, melainkan karena mau’nah dari Allah SWT.


Mari bermuhasabah...


0 komentar:

Posting Komentar

Edufunia Right. Diberdayakan oleh Blogger.