Kamis, 03 April 2014

TAQARRUB KEPADA ALLAH SWT

TAQARRUB KEPADA ALLAH SWT
catatan pesantren Al-Hikam Malang
bertamulah ke Rumah Allah
         Anak-anak sekalian. Alhamdulillah, kamu sekalian pelan-pelan sudah mulai mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mendekatkan diri kepada Allah SWT itu ada 3 dimensi:
1.      Memperkuat Tauhid atau I'tisham
         Memperkuat gandolannya kepada Allah SWT. Untuk itu saya sudah memberi tahu bagaimana berdo'a memohon kepada Allah SWT agar kamu diberi masa depan yang sebaik-baiknya oleh Allah SWT, yaitu dengan memperbanyak ibadah dan dengan membaca Surat Al-Fath : 1-5. Berkenaan dengan kondisi Indonesia yang masih dalam lingkar musibah yang oleh orang Jawa atau orang Kejawen disebut masih pada putaran cokro manggilingan (Cokro adalah senjata Krisna yang berbentuk bulat dan ujungnya lancip). Hal itu sebenarnya termasuk kepercayaan bukan aqidah, akan tetapi ketepatan bahwa sircle manusia itu naik turun, termasuk masyarakat dan bangsa. Masyarakat bangsa kita masih pada putaran gelombang penderitaan, maka do'a tauhid untuk masa depan kamu ini perlu dibarengi dengan do'a tolak balak yang sudah saya berikan dan supaya do'a itu diamalkan secara rutin.
2.      Memperbaiki Akhlaq
         Memperbaiki akhlaq ini tidak cukup hanya dengan ibadah dan do'a, tapi sekaligus harus disertai ketahanan terhadap godaan. Ketahanan terhadap godaan itu, buat kamu sangat berat, lebih berat dari pada godaan kepada saya. Saya paling-paling digoda uang, jabatan, dll. Sedangkan kamu digoda kesenangan sehari-hari. Istilahnya di dalam agama; kamu semua digoda dengan Alaatul Malaahiy. Alaat itu instrumen, sedangkan Malahy berarti yang melupakan atau memabukkan. Jadi, Alaatul Malaahiy adalah alat yang memabukkan dan melupakan.

         Memabukkan di sini artinya mengacaukan sistem rohani. Sebagaimana yang pernah saya sampaikan, bahwa sistem rohani yang terdiri dari ruh, rasio, rasa, dan nafsu itu harus sejalan dalam sinergi dan saling kontrol. Kalau sistem ini kacau, maka ada potensi untuk berbuat rusak. Nah, potensi berbuat rusak itu bertemu dengan lingkungan yang rusak dan pergaulan bebas, tentu sangat berat dihadapi. Saya ini tahu saja anak-anak kalau di Pondok kan alim-alim, tapi kalau naik sepeda motor di jalan itu suka gandengan. Belum lagi suasana bacaan dan pergaulan. Itu semua adalah instrument pemabukan dan pelupaan. Jadi saya tahu, hal itu memang berat. Oleh karenanya, orang seperti kamu jangan sampai punya uang yang terlalu banyak, karena lebihnya itu berpotensi untuk berbuat rusak. Anaknya orang-orang besar yang mondok di sini kan tidak kerasan, karena duitnya banyak, sehingga dia bisa membeli kesenangan-kesenangan yang "merusak". Jadi, untuk ketahanan luar dan dalam terhadap godaan pribadi, maka kamu harus sering membaca Surat Al-Falaq & Surat An-Naas. Supaya dalam dirimu ada medan pengaruh penjagaan. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Israa' : 45
وَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ حِجَابًا مَسْتُورًا
Dan apabila kamu membaca Al Quran niscaya kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup,
         Kalau kamu membaca Al-Qur'an, maka Allah SWT akan mengirimkan sekat atau demarkasi antara dirimu dengan lingkungan orang-orang kafir. Kafir di sini tidak hanya kafir keyakinan, tapi juga kafir terhadap peraturan Allah SWT. Kafir itu secara bahasa bermakna ingkar. Yang dimaksud "kafir" di sini bermakna umum, yaitu meliputi pengaruh keyakinan, ideologi, kesenangan, alatul malaahy, dsb. Semua itu termasuk kekufuran pada bidangnya masing-masing.
         Jika kamu membaca Al-Qur'an, maka kamu masih lumayan karena ada sekat atau ada benteng terhadap pengaruh negatif. Benteng ini kuat-kuatan, apakah kuat bentengnya ataukah kuat godaannya. Tapi selemah-lemah benteng, tentu masih lebih baik dari pada tidak ada benteng sama sekali. Tidak ada benteng atau netral itu lebih baik daripada dia sengaja memanggil bencana (godan) itu. Arek-arek itu ada kalanya mendambakan godaan. Yo opo kok suwe gak ono sms. Artinya orang yang seperti ini tidak membentengi diri, tetapi justru sedang menarik godaan masuk ke dalam dirinya. Padahal, dengan dibentengi saja, bisa jebol karena luapan dari kiri-kanan yang sangat besar. Dengan adanya benteng diri berarti ada saringan-saringan. Ibaratnya, sekalipun nantinya larat, tapi tidak sampai masuk jurang, paling-paling kesandung dan luka-luka. Nah, oleh karenanya, kalau kamu ada kesadaran terhadap adanya godaan ini, maka cepet-cepet baca Surat Al-Mu'awidzatain. Tetapi ada juga yang tidak mau membaca Surat ini, karena "takut" godaan tidak datang kepadanya. Itulah dimensi kedua, yaitu penjagaan akhlaq.

3.      Bertawassul bil A'mal
         Tawassul bil A'mal adalah memohon sesuatu lewat atau via amal shalih. Beramallah yang baik-baik. Ketika ada proyek untuk memberi santunan dan pinjaman kepada orang miskin dan melijo, maka seharusnya kamu ikut dengan bersemangat, karena itu adalah amal shalih. Perbuatan menghentikan tetesan air mata orang miskin merupakan amal yang agung dan menjadi investasi bagimu. Namun pahalanya tidak tumbuh seketika, karena namanya saja investasi. Hari ini kau menolong fakir miskin dan ikut serta mencarikan keringanan hidup bagi mereka yang terancam lapar dan terancam tidak kerja; semua itu akan kembali kepadamu pada sircle hidupmu yang sesungguhnya. Hidupmu sekarang ini kan hidup muqaddimah, baru kalau kamu sudah kawin, punya anak dan rumah sendiri, itulah real life atau hidup senyata-nyatanya. Sekarang ini masih belum, karena duitmu masih dikirim. Ketika pada realitas hidup nanti, maka seluruh investasi itu akan kembali kepadamu, sebelum hari akhirat, karena di akhirat nanti ada sendiri totalannya untuk investasimu.
         Orang yang menolong orang miskin, diharamkan oleh Allah SWT menjadi orang miskin sebagaimana orang yang ditolong. Orang yang menghentikan kedzaliman seseorang kepada orang lain, maka dia diharamkan oleh Allah SWT, menerima kedzaliman dari orang lain. Oleg karena itu, kalau ada orang didzalimi, hentikan kedzaliman itu, maka kamu akan hidup tanpa didzalimi. Itulah yang disebut dengan tawassul bil a'mal. 

         Do'a tidak selalu melalui lisan, meskipun memang dimulai dari lisan. Do'a dari lisan itu disambung dengan rasa, kontemplasi, dan dibuktikan dengan amal. Oleh karenanya, amal itu sebetulnya bagian dari do'a yang kongkrit. Sebagaimana do'a itu amal yang bathin, maka amal itu adalah do'a yang dzahir.
         Pegang tiga hal di atas – yaitu: al-I'tisham atau at-tawakkul billah (gandolan kepada Allah SWT); al-Muraqabah (menjaga diri) dan beramal shalih – di tengah-tengah bencana ini, semoga Allah SWT memberi perlindungan khusus kepada mereka yang melakukan tiga hal di atas. Kamu kan sudah saya kasih tahu bahwa dalam Surat Al-Anfaal : 25
(#qà)¨?$#ur ZpuZ÷FÏù žw ¨ûtùÅÁè? tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß öNä3YÏB Zp¢¹!%s{ ( (#þqßJn=÷æ$#ur žcr& ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÎÈ
Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.
         Kalau bencana sudah datang, maka orang yang shalih-pun bisa kena, kecuali yang istitsna' (exception). Semoga kita ini termasuk golongan exception demi menolang orang shalih yang terkena bencana. Hal ini menjadi sangat perlu, karena bencana dzahir, berupa bencana alam, dan bencana bathin, berupa stress sosial, belum ada tanda-tanda berhenti, malah-malah ada kecenderungan untuk naik. Nah pada titik puncak itulah, nanti mulai ada decline (penurunan). Kalau kita sekarang ini belum sampai pada puncak. Ini artinya; akan ada fenomena-fenomena lain yang lebih berat dari apa yang sudah terjadi sekarang ini.
         Perhatikan! kalau orang kena gempa bumi, longsor, badai, kebakaran, dll., kemudian mereka langsung meninggal dunia, maka beban keluarga yang ditinggal akan cepet sembuh karena mereka sudah mati. Apalagi yang mau dipikirkan?, oleh karena itu, keluarga korban lebih gampang pasrah. Seperti yang terjadi di Sleman, di Bantul, di Aceh, dsb. Karena keluarganya sudah meninggal dunia, maka mau gimana lagi?. Mungkin mereka mengalami stres dua bulan, namun karena dituntut oleh kebutuhan, maka keluarga korban itu harus bangkit dan bekerja. Apa boleh buat, semua sudah meninggal. Jadi, pasrahnya hati keluarga korban lebih cepat.
         Lain halnya dengan bencana yang tidak mengambil nyawa, tapi mengambil harta dan kehidupan orang itu, sedangkan dia sendiri masih hidup. Seperti korban lumpur Lapindo. Dalam bencana lumpur ini, yang diambil itu seluruh harta benda mereka, tapi mereka dibiarkan hidup. Selama mereka dibiarkan hidup, tidak ada tangan-tangan yang menolong untuk memperkuat hidup mereka. Beban mereka 2-4 kali lipat dari pada langsung ditinggal mati oleh keluarganya. Sekitar 30 % dari korban lumpur yang tinggal di penampungan telah mengalami gangguan jiwa. Prosentase 30 % itu banyak karena jumlah korban di penampungan itu mencapai 6.000 KK. Pikiran mereka sudah tidak stabil.
         Jadi, ada depresi sosial pada korban lumpur di atas, baik pada tingkat terendah, pada tingkat sedang, maupun tingkat tinggi. Depresi tingkat rendah berarti orang yang terkena bencana masih bisa menyesuaikan diri bahwa itu adalah musibah sehingga dia masih tetap wiridan. Meskipun dia stress, tapi masih ada penawarnya. Depresi tingkat sedang adalah mereka yang terhempas dengan tekanan bathin ini dan berusaha menahan-nahankan diri, namun dia sudah mulai goyang. Jalan pikirannya sudah kacau, ide-idenya sudah tidak cerdas, dan dia sudah mulai seperti rumput kering yang gampang terbakar (dry society atau masyarakat yang kering), gampang marah, gampang membunuh, gampang anarkhi, dsb. Sedangan depresi pada tingkat berat adalah dia betul-betul sudah gila.
         Di Sidoarjo saya dapat catatan bahwa sudah ada 42 orang yang gendeng bareng atau sempel berjama'ah. Potensi 42 orang ini akan ditambah terus, yaitu dari peningkatan orang yang depresi tingkat rendah menuju ke tingkat sedang; dan dari tingkat sedang menuju ke depresi tingkar berat. Mereka itu luar biasa kesedihannya, sementara pemerintahnya berputar-putar terus. Katanya, penduduk di 4 desa di Porong sudah dikasih ganti rugi sekitar 20 %, itupun dipilihi rumah yang sudah bersertifikat. Artinya; ganti rugi itu tidak sampai 1/3 penduduk di empat desa itu. Padahal 20 % itu tidak cukup untuk biaya hidup ataupun untuk membangun kehidupan yang baru. Mereka harus menunggu dua tahun lagi untuk menerima ganti rugi. Alasan Lapindo, mereka sudah diberi uang untuk kontrak rumah sebanyak 5 juta untuk dua tahun. Padahal uang 5 juta sudah tidak mungkin bisa digunakan untuk dua tahun, karena uang itu sudah habis digunakan, karena mereka nganggur. Maka yang ada adalah penantian selama 2 tahun, sehingga yang terjadi adalah dari stress menuju gila. Bisa nggak kamu membayangkan betapa beratnya siksa Allah SWT yang seperti ini.
         Sementara penduduk yang di Tanggulangin sebanyak 6000 KK datang berbondong-bondong ke Jakarta untuk meminta keadilan. Mereka meminta ganti rugi secara cash and carry. Mereka di Jakarta tidak ketemu siapa-siapa, kecuali ketemu saya. Mereka nangis saja ketika bertemu saya. Artinya; bahwa bencana lumpur ini mengandung unsur kedzaliman. Selain mengandung unsur human error karena tambang, juga ada natural disaster (bencana alam netral) dan di samping itu ada kedzaliman di dalam penanganannya. Dari tanda-tanda ini, maka murka Allah SWT akan naik. Saya tidak mendahului takdir Allah SWT dan tidak mendo'akan hal itu terjadi. Tapi perkataan ini berdasarkan beberapa Hadits Rasulullah SAW yang artinya: "Kedzaliman di tengah penderitaan akan menghadirkan murka Allah SWT".
         Oleh karena curva-nya lagi naik, maka saya minta kamu harus mempunyai ketahanan. Selain mengamalkan do'a-do'a yang telah saya berikan, kalau bisa – saya tidak mewajibkan, tapi mengharapkan – kamu mulai belajar berpuasa senin-kamis. Pada bulan Rojab nanti, kita akan berpuasa total, karena di sekitar bulan itu akan terjadi puncak kegoncangan yang dahsyat. Mudah-mudahan kita termasuk golongan yang diselamatkan oleh Allah SWT.
         Semoga kita bisa ikut meringankan bencana itu, yaitu bertugas sebagai relawan yang bertanggung jawab terhadap manusia dan Allah SWT. Saya ini, hati saya sudah pas. Apapun yang terjadi, terserah Allah SWT, karena saya tidak mungkin tidak ke sana ke mari. Misalnya; Malam ini di sini, nanti di Kediri, besok ndak tahu ke mana lagi; malam masih tanbih, senin ke Jakarta, pagi nanda-tangani surat-surat, lalu ke Jogjakarta, lalu ada acara di UGM atau Ngarso Dalem. Selasa, saya itu di Jambi, Rabu masuk Jakarta lagi, Kamis saya harus ada di Batam, sementara Jum'at saya harus di sini. Ini adalah pekerjaan yang tidak mungkin saya tinggalkan.
         Saya juga tidak bisa menghindari kereta, pesawat dan tidak bisa memilih waktu, karena jadwalnya sudah pas. Saya tadi malam ke sini dari Jogjakarta naik Kereta Api. Saya naik Kereta Api dari Jogjakarta, terus ke Pasuruan ngomongi kyai-kyai yang berkelahi mengenai masalah Syi'ah. Artinya; Bismillah, pokoknya saya menjalankan tugas dan mudah-mudahan di beri keselamatan di perjalanan. Saya sering tutut-tututan dengan bencana. Hari ini saya ada di Padang, Kalimantan Barat. Ketika saya kembali ke Jakarta, selisih satu hari, di Padang terjadi gempa, longsor, dan kebakaran karena petir. Saya juga tidak tahu jam-jam terjadinya bencana. Alhamdulillah, karena pas, maka di kendaraan mesti tidurnya dan saya jarang minum di pesawat, karena pramugari takut membangunkan saya.
         Belum lagi, sekarang ini saya sudah dianggap menjadi saingan nasional dan internasional. Banyak orang merasa tersaingi, padahal saya tidak merasa menyaingi. Maka sindikat nasional mulai membayang-bayangi saya; ketika saya di Palestina, dibayangi oleh intelejen Israel; dan ketika di Syiria, dibayangi oleh CIA. Dalam kondisi ini, maka tiga hal di atas yang saya lakukan. Ini semuanya saya sampaikan karena ingin meyakinkan kamu bahwa apa yang saya sampaikan kepada kamu itu juga saya lakukan pada kelas yang berbeda, tapi pada essensi yang sama.
         Akhirnya, kita kembali bahwa Allah SWT tidak akan membebani hamba-Nya melebihi kemampuannya. Maka berdoa'alah: "Ya Allah, semoga saya jangan engkau beri beban yang melebihi ukuran yang saya kuat". Jadi, pengajian ini mengacu kepada Al-Qur'an dan Hadits yang ditujukan untuk semua, baik untuk kamu, untuk saya, dan untuk siapa saja. Al-Qur'an tidak berubah-ubah, karena fenomena hidup itu sama saja, cuma kemasannya yang beda. Dari dulu ada yang sabar, pemarah, dsb. Fenomenanya sekitar itu saja. Oleh karena itu, fenomena tersebut harus disikapi dengan substansi yang sama dan tidak berubah, yaitu Al-Qur'an. 


0 komentar:

Posting Komentar

Edufunia Right. Diberdayakan oleh Blogger.