Jumat, 21 Februari 2014

Berlomba-lomba dalam kebaikan

Mauidzah KH. Hasyim Muzadi
Berlomba-lomba dalam kebaikan & Mujahadah

فـاسـتـبـقــوا الـخـيـرات
وسـارعــوا إلى مـغـفــرة مـن ربـكـم وجـنـة عــرضـهـاالـسـمــوات والأ رض أعــدت للـمـتـقـيـن

       Untuk menuju pada ampunan Allah SWT, seseorang paling tidak harus melewati beberapa etape beikut ini :
1)    Kesadaran atas kesalahan pribadi yang telah dilakukan.
2)    Mempunyai kemauan untuk meneliti kesalahan dan aib diri sendiri.
       Dua poin pertama ini adalah titik start seseorang untuk menjadi orang yang shalih. Tanpa dua hal ini, seseorang tidak mungkin akan menggapai cita-citanya agar diampuni Allah SWT dan menjadi orang shalih.
       Namun, sikap ini memerlukan Hidayah Allah SWT. Karena nafsu itu bersifat extrovert yang lebih suka untuk meneliti kesalahan orang lain, maka ketika seseorang dituntut untuk intropeksi diri, pada saat itulah terjadi konflik dengan kepentingan nafsu. Di sinilah letak peranan Hidayah Allah SWT tersebut untuk meredam nafsu amarah maupun nafsu lawwamah yang menjadi kharakter seseorang.
       Media yang paling tepat untuk memfasilitasi keinginan ini adalah bersikap Iffah. Iffah adalah kesanggupan untuk mengendalikan dan membelokkan keinginan nafsu yang extrovert, agar seseorang bisa melakukan intropeksi diri sendiri.
       Profesi jaksa menjadi salah satu profesi yang ‘kontadiksi’ dengan ketentuan di atas, karena seorang jaksa lebih sering mengungkap aib orang lain. Akan tetapi, meneliti aib orang lain masih diperbolehkan asal masih dalam batas-batas yang masih bisa ditolelir dan masih dalam konteks untuk memperbaiki diri pribadi.
3)   Kemauan untuk menyembuhkan aib pribadi

       Dalam khazanah Islam, proses memperbaiki diri dan kualitas kebaikan seseorang disebut dengan proses Suluk ( سـلــوك ) . Proses ini pada prakteknya sangat bergantung ada-tidaknya pertolongan Allah SWT .
4)   Martabat taubat
       Taubat yang dilakukan seseorang tidak bisa langsung berhasil. Pada umumnya orang yang baru saja bertaubat, dihatinya masih terdapat keinginan untuk kembali melakukan maksiat yang dipengaruhi sifat was-was yang berasal dari manusia maupun jin (syaitan). Hal ini senada dengan keterangan dalam surat al-Falaq yang menyebut kata-kata الـخـنـاس yang merupakan jenis ‘syaitan’ yang mengganggu pikiran manusia dzahir-bathin. Syaitan ini mengganggu manusia ketika seseorang sedang bergaul dengan orang lain maupun sedang menyendiri.
       Ketika rangkaian taubat yang dilakukan berhasil dengan sukses, maka taubat itu menjadi sebuah taubatan-nashuhah yang ditandai dengan 3 ketentuan berikut ;
.  Penyesalan atas kesalahan pada masa lampau
.  Berjanji untuk berhenti melakukan maksiat
.  Membenci terhadap kesalahan yang sudah dia lakukan. Sehingga tidak mempunyai niat untuk mengulanginya kembali.
       Taubatan-nashuhah merupakan taubat yang diterima Allah SWT yang menjadikan do’a seseorang akan mustajabah. أدعــوني أسـتـجـب لـكــم
       Jangan sampai terjadi kesalahpahaman terhadap makna kata ‘mustajabah’ dalam Ayat ini. Kata mustajabah di sini bermakna ‘Allah SWT akan menjawab atau memenuhi do’a hamba-Nya’. Selanjutnya Allah SWT akan menjawab do’a hamba-Nya sesuai dengan Iradah Allah SWT. Pada satu waktu Allah SWT akan mengabulkannya, memberi sebagiannya saja, bahkan tidak memberi sama sekali.
       Bukankah kita sudah akrab dengan istilah مـنــع الـعـطــاء عـيــن الـعـطــاء  . Istilah ini memberi pengertian bahwa ketika Allah SWT tidak memberikan apa yang diminta oleh hamba-Nya, ‘tidak adanya pemberian’ itulah pemberian Allah SWT yang sebenarnya. Contoh : Seseorang berdo’a agar diberi kekayaan. Kemudian Allah SWT tidak memenuhi keinginannya, karena kalau diberi kekayaan, orang tersebut bisa melalaikan ibadah, membahayakan diri sendiri, atau hikmah-hikmah lain yang hanya diketahui oleh Allah SWT.
       Hal ini terjadi karena ketika seseorang berdo’a, dia tidak mengetahui apakah yang dia minta itu akan bermanfaat atau justru membahayakan, permintaannya itu berdambak baik atau berdampak buruk, dll. Pada akhirnya, seseorang akan memahami bahwa sebenarnya Allah SWT telah menjawab do’anya dengan tidak memberikan apa yang diminta oleh hamba-Nya tersebut.
       Golongan yang do’a-do’anya dikabulkan oleh Allah SWT  ( مـقـبــول )adalah do’a orang-orang yang bertaqwa. Namun, mereka justru malu untuk meminta kepada Allah SWT sebelum memikirkan apakah do’anya itu pantas diutarakan kepada Allah SWT atau tidak. Di sinilah letak perbedaan yang sangat kontras antara waliyullah dengan wali murid.

عـن أبي هــريــرة رضي الله عـنـه أن رســول الله صـلى الله عـلـيــه وسـلــم قــال : بــادروا بـالأ عـمـال الـصــالـحـة فـسـتـكــون فـتـن كـقـطــع الـلـيـل الـمـظـلــم يـصـبــح الــرجــل مــؤمـنـا ويـمـسي كـافــرا ، ويـمـسي مــؤمـنـا ويـصـبــح كــافــرا يـبـيــع ديـنــه بـعــرض مـن الــدنـيـا. رواه مـســلـم
       Hidup seorang anak manusia didasarkan pada waktu. Oleh karena itu, selagi masih ada kesempatan, kaum muslimin harus berlomba-lomba untuk memperoleh kebajikan sebanyak-banyaknya. Penggunaan teks بــادروا  menunjukkan bahwa kaum muslimin dituntut untuk ‘beradu cepat’ dalam usaha memperoleh kebaikan, bukan malah ‘beradu lambat’ alias lembek-lembekan.
       Kata Fitnah dalam Hadits di atas bermakna bencana. Fitnah diibaratkan sebagai gelapnya malam, karena ketika dalam kegelapan malam, seseorang sering menabrak sesuatu yang ada di depannya karena dia tidak mengetahui jalan. Kondisi ini sama dengan kondisi orang-orang yang ditimpa bencana, mereka tidak mengetahui jalan keluar atas apa yang menimpa mereka.
       Fenomena kontemporer menunjukkan ada saja orang yang menjual agamanya demi sekeping uang. Dalam konteks yang lebih luas, di dunia Islam saat ini mulai menggejala penulis-penulis yang menulis buku sesuai sesuai dengan ‘pesanan’ pihak yang membiayainya. Bahkan yang lebih tragis adalah ketika Pakistan rela menjual ‘saudaranya’ yang berasal dari Afganistan kepada Amerika Serikat hanya karena dituduh sebagai teroris. Semua fenomena ini sudah dijelaskan jauh-jauh hari oleh Al-Qur’an maupun Hadits. Dan ingat !, apapun yang terdapat di dalam Al-Qur’an pasti akan terjadi.
       Satu-satunya penangkal agar kita selamat adalah menggiatkan ‘Mujahadah’ atau introvert. Setelah itu, apapun yang dirasa baik, lakukanlah !. Ketika seseorang berhasil melewati etape ini, pada saat itu mulai muncul titik terang meskipun belum bisa menjadi jalan keluar. Paling tidak, titik terang ini menjadi semacam ‘senter atau lampu’ di kegelapan malam.
       Mujahadah tidak cukup bermodalkan do’a saja. Namun do’a berfungsi untuk mengambil titik, cara sekaligus arah tujuan agar bisa keluar dari kegelapan. Do’a harus disertai dzikir dan ibadah kepada Allah SWT yang disertai Iffah. Kombinasi tiga ujung tombak ini akan menjadi sebuah starting point bagi dia untuk memulai langkahnya mencari jalan keluar dari gelap gulitanya fitnah.
       Ketika rangkaian proses di atas belum berhasil, janganlah merasa bahwa apa yang sudah Anda lakukan itu sia-sia saja. Karena setiap apa yang telah Anda lakukan, semuanya sudah tercatat sebagai poin-poin penting yang akan berfungsi di kemudian hari. Yang terpenting adalah kerja, kerja, amal, amal, dst. Sedangkan orang yang menggur saja tanpa bekerja, dia sebenarnya ‘telah diterlantarkan’ oleh Allah SWT.  Allah SWT berfirman :
فـإذا فــرغـت فـانـصـب وإلى ربــك فـارغـب
       Berikut ini gambaran kondisi Indonesia saat ini ;
.  Ekonomi benar-benar dalam kondisi memprihatinkan. Bahkan saat ini, ketika seseorang mempunyai hajat untuk mendatangkan seorang muballigh untuk ceramah, para da’i tersebut banyak yang disuguhi dengan makanan ‘kurang bergizi’. Apa yang mereka lakukan itu bukan karena mereka tidak menghormati, melainkan itulah satu-satunya pilihan terbaik yang mereka miliki.
.  SDM Indonesia saat ini lebih bermental konsumtif dari pada produktif. Hal ini terlihat pada kebijakan menjual kayu secara gelondongan dari pada menjualnya dalam bentuk meubel.
.  Kelangkaan minyak. Sebenarnya Indenesia kaya akan minyak mentah, namun karena industri pengolahan minyak dikuasai oleh pihak asing, akhirnya Indonesia harus mengimpor minyak siap pakai.
       Dalam kondisi yang memprihatinkan seperti ini, daya tahan seseorang harus benar-benar ditingkatkan. Salah satunya dengan menjalankan 2 hal berikut ini ;
.  Memperbaiki diri sendiri
Sebagai pelajar dan pemuda, janganlah melakukan pergaulan bebas, ‘ugal-ugalan’, dan kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya nerakawi.
.  Berusaha menolong orang lain.

Salah satunya adalah seorang pelajar menyantuni perasaan orang tua yang telah bersusah payah untuk membiayai pendidikannya serta tidak mengkhianati amanat beliau-beliau ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Edufunia Right. Diberdayakan oleh Blogger.