Mauidzah KH. Hasyim
Muzadi
Berlomba-lomba
dalam kebaikan & Mujahadah
فـاسـتـبـقــوا الـخـيـرات
وسـارعــوا إلى مـغـفــرة مـن ربـكـم وجـنـة عــرضـهـاالـسـمــوات والأ
رض أعــدت للـمـتـقـيـن
Untuk menuju pada ampunan Allah SWT,
seseorang paling tidak harus melewati beberapa etape beikut ini :
1) Kesadaran
atas kesalahan pribadi yang telah dilakukan.
2) Mempunyai
kemauan untuk meneliti kesalahan dan aib diri sendiri.
Dua poin pertama ini adalah titik start
seseorang untuk menjadi orang yang shalih. Tanpa dua hal ini, seseorang tidak
mungkin akan menggapai cita-citanya agar diampuni Allah SWT dan menjadi orang
shalih.
Namun, sikap ini memerlukan Hidayah Allah
SWT. Karena nafsu itu bersifat extrovert yang lebih suka untuk meneliti
kesalahan orang lain, maka ketika seseorang dituntut untuk intropeksi diri,
pada saat itulah terjadi konflik dengan kepentingan nafsu. Di sinilah letak
peranan Hidayah Allah SWT tersebut untuk meredam nafsu amarah maupun nafsu
lawwamah yang menjadi kharakter seseorang.
Media yang paling tepat untuk
memfasilitasi keinginan ini adalah bersikap Iffah. Iffah adalah
kesanggupan untuk mengendalikan dan membelokkan keinginan nafsu yang extrovert,
agar seseorang bisa melakukan intropeksi diri sendiri.
Profesi jaksa menjadi salah satu profesi
yang ‘kontadiksi’ dengan ketentuan di atas, karena seorang jaksa lebih sering
mengungkap aib orang lain. Akan tetapi, meneliti aib orang lain masih
diperbolehkan asal masih dalam batas-batas yang masih bisa ditolelir dan masih
dalam konteks untuk memperbaiki diri pribadi.
3) Kemauan
untuk menyembuhkan aib pribadi
Dalam khazanah Islam, proses memperbaiki
diri dan kualitas kebaikan seseorang disebut dengan proses Suluk ( سـلــوك ) . Proses ini
pada prakteknya sangat bergantung ada-tidaknya pertolongan Allah SWT .
4) Martabat
taubat
Taubat yang dilakukan seseorang tidak
bisa langsung berhasil. Pada umumnya orang yang baru saja bertaubat, dihatinya
masih terdapat keinginan untuk kembali melakukan maksiat yang dipengaruhi sifat
was-was yang berasal dari manusia maupun jin (syaitan). Hal ini senada dengan
keterangan dalam surat al-Falaq yang menyebut kata-kata الـخـنـاس yang merupakan jenis ‘syaitan’ yang
mengganggu pikiran manusia dzahir-bathin. Syaitan ini mengganggu manusia ketika
seseorang sedang bergaul dengan orang lain maupun sedang menyendiri.
Ketika rangkaian taubat yang dilakukan berhasil
dengan sukses, maka taubat itu menjadi sebuah taubatan-nashuhah yang
ditandai dengan 3 ketentuan berikut ;
. Penyesalan
atas kesalahan pada masa lampau
. Berjanji
untuk berhenti melakukan maksiat
. Membenci
terhadap kesalahan yang sudah dia lakukan. Sehingga tidak mempunyai niat untuk
mengulanginya kembali.
Taubatan-nashuhah merupakan taubat
yang diterima Allah SWT yang menjadikan do’a seseorang akan mustajabah. أدعــوني أسـتـجـب لـكــم
Jangan sampai terjadi kesalahpahaman
terhadap makna kata ‘mustajabah’ dalam Ayat ini. Kata mustajabah di sini
bermakna ‘Allah SWT akan menjawab atau memenuhi do’a hamba-Nya’. Selanjutnya
Allah SWT akan menjawab do’a hamba-Nya sesuai dengan Iradah Allah SWT. Pada
satu waktu Allah SWT akan mengabulkannya, memberi sebagiannya saja, bahkan
tidak memberi sama sekali.
Bukankah kita sudah akrab dengan istilah مـنــع الـعـطــاء عـيــن الـعـطــاء . Istilah ini memberi pengertian bahwa
ketika Allah SWT tidak memberikan apa yang diminta oleh hamba-Nya, ‘tidak
adanya pemberian’ itulah pemberian Allah SWT yang sebenarnya. Contoh :
Seseorang berdo’a agar diberi kekayaan. Kemudian Allah SWT tidak memenuhi
keinginannya, karena kalau diberi kekayaan, orang tersebut bisa melalaikan
ibadah, membahayakan diri sendiri, atau hikmah-hikmah lain yang hanya diketahui
oleh Allah SWT.
Hal ini terjadi karena ketika seseorang
berdo’a, dia tidak mengetahui apakah yang dia minta itu akan bermanfaat atau
justru membahayakan, permintaannya itu berdambak baik atau berdampak buruk,
dll. Pada akhirnya, seseorang akan memahami bahwa sebenarnya Allah SWT telah
menjawab do’anya dengan tidak memberikan apa yang diminta oleh hamba-Nya
tersebut.
Golongan yang do’a-do’anya dikabulkan
oleh Allah SWT ( مـقـبــول )adalah do’a
orang-orang yang bertaqwa. Namun, mereka justru malu untuk meminta kepada Allah
SWT sebelum memikirkan apakah do’anya itu pantas diutarakan kepada Allah SWT
atau tidak. Di sinilah letak perbedaan yang sangat kontras antara waliyullah
dengan wali murid.
عـن أبي هــريــرة رضي الله عـنـه أن رســول الله صـلى الله عـلـيــه
وسـلــم قــال : بــادروا بـالأ عـمـال الـصــالـحـة فـسـتـكــون فـتـن كـقـطــع
الـلـيـل الـمـظـلــم يـصـبــح الــرجــل مــؤمـنـا ويـمـسي كـافــرا ، ويـمـسي
مــؤمـنـا ويـصـبــح كــافــرا يـبـيــع ديـنــه بـعــرض مـن الــدنـيـا. رواه
مـســلـم
Hidup seorang anak manusia didasarkan
pada waktu. Oleh karena itu, selagi masih ada kesempatan, kaum muslimin harus
berlomba-lomba untuk memperoleh kebajikan sebanyak-banyaknya. Penggunaan teks بــادروا menunjukkan bahwa kaum muslimin dituntut untuk
‘beradu cepat’ dalam usaha memperoleh kebaikan, bukan malah ‘beradu lambat’
alias lembek-lembekan.
Kata Fitnah dalam Hadits di atas bermakna
bencana. Fitnah diibaratkan sebagai gelapnya malam, karena ketika dalam
kegelapan malam, seseorang sering menabrak sesuatu yang ada di depannya karena
dia tidak mengetahui jalan. Kondisi ini sama dengan kondisi orang-orang yang
ditimpa bencana, mereka tidak mengetahui jalan keluar atas apa yang menimpa
mereka.
Fenomena kontemporer menunjukkan ada saja
orang yang menjual agamanya demi sekeping uang. Dalam konteks yang lebih luas, di
dunia Islam saat ini mulai menggejala penulis-penulis yang menulis buku sesuai
sesuai dengan ‘pesanan’ pihak yang membiayainya. Bahkan yang lebih tragis
adalah ketika Pakistan rela menjual ‘saudaranya’ yang berasal dari Afganistan
kepada Amerika Serikat hanya karena dituduh sebagai teroris. Semua fenomena ini
sudah dijelaskan jauh-jauh hari oleh Al-Qur’an maupun Hadits. Dan ingat !,
apapun yang terdapat di dalam Al-Qur’an pasti akan terjadi.
Satu-satunya penangkal agar kita selamat
adalah menggiatkan ‘Mujahadah’ atau introvert. Setelah itu, apapun yang dirasa
baik, lakukanlah !. Ketika seseorang berhasil melewati etape ini, pada saat itu
mulai muncul titik terang meskipun belum bisa menjadi jalan keluar. Paling
tidak, titik terang ini menjadi semacam ‘senter atau lampu’ di kegelapan malam.
Mujahadah tidak cukup bermodalkan do’a
saja. Namun do’a berfungsi untuk mengambil titik, cara sekaligus arah tujuan
agar bisa keluar dari kegelapan. Do’a harus disertai dzikir dan ibadah kepada
Allah SWT yang disertai Iffah. Kombinasi tiga ujung tombak ini akan menjadi
sebuah starting point bagi dia untuk memulai langkahnya mencari jalan keluar
dari gelap gulitanya fitnah.
Ketika rangkaian proses di atas belum
berhasil, janganlah merasa bahwa apa yang sudah Anda lakukan itu sia-sia saja.
Karena setiap apa yang telah Anda lakukan, semuanya sudah tercatat sebagai
poin-poin penting yang akan berfungsi di kemudian hari. Yang terpenting adalah
kerja, kerja, amal, amal, dst. Sedangkan orang yang menggur saja tanpa bekerja,
dia sebenarnya ‘telah diterlantarkan’ oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman :
فـإذا فــرغـت فـانـصـب وإلى ربــك فـارغـب
Berikut ini gambaran kondisi Indonesia
saat ini ;
. Ekonomi
benar-benar dalam kondisi memprihatinkan. Bahkan saat ini, ketika seseorang
mempunyai hajat untuk mendatangkan seorang muballigh untuk ceramah, para da’i
tersebut banyak yang disuguhi dengan makanan ‘kurang bergizi’. Apa yang mereka
lakukan itu bukan karena mereka tidak menghormati, melainkan itulah
satu-satunya pilihan terbaik yang mereka miliki.
. SDM
Indonesia saat ini lebih bermental konsumtif dari pada produktif. Hal ini
terlihat pada kebijakan menjual kayu secara gelondongan dari pada menjualnya
dalam bentuk meubel.
. Kelangkaan
minyak. Sebenarnya Indenesia kaya akan minyak mentah, namun karena industri
pengolahan minyak dikuasai oleh pihak asing, akhirnya Indonesia harus mengimpor
minyak siap pakai.
Dalam kondisi yang memprihatinkan seperti
ini, daya tahan seseorang harus benar-benar ditingkatkan. Salah satunya dengan
menjalankan 2 hal berikut ini ;
. Memperbaiki
diri sendiri
Sebagai pelajar dan
pemuda, janganlah melakukan pergaulan bebas, ‘ugal-ugalan’, dan
kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya nerakawi.
. Berusaha
menolong orang lain.
Salah satunya adalah seorang pelajar menyantuni perasaan orang tua yang
telah bersusah payah untuk membiayai pendidikannya serta tidak mengkhianati
amanat beliau-beliau ini.
0 komentar:
Posting Komentar