Sabtu, 15 Februari 2014

SUNNATULLAH dan MASYI'ATULLAH

MEMAHAMI SUNNATULLAH & MASYI'ATULLAH

Di dalam irodat atau kehendak Allah SWT, terdapat dua istilah yang serupa tetapi tidak sama, yaitu: 
1. Sunnatullah
Sunnatullah adalah kehendak yang merupakan takdir atau qadar Allah SWT yang disebut oleh Al-Qur'an dengan nama Kitabullah, Kitabiyyah atau Kitabah. Sunnatullah ini merupakan sesuatu yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT terlebih dahulu dan tidak bisa diubah. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Hajj : 70
          •     •     
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah Kitab (Lauh mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.
Allah SWT juga berfirman dalam Surat Al-Hadiid : 22

                 •     
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Surat Al-Hajj : 70 di atas menyatakan bahwa Allah SWT mengetahui apapun yang ada di langit dan di bumi, dan semua itu telah tercantum di dalam Kitab. Jadi, sudah ada kodrat terlebih dahulu yang tercantum di dalam kehendak Allah SWT yang dibukukan dan dibakukan. Kodrat ini disebut juga menjadi Sunnatullah. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Ahzab : 62
•          •   
Sebagai sunnatullah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnatullah.
Sunnatullah di sini bermakna ketetapan yang sudah tidak bisa diubah lagi. Adapun kata "sunnah" itu mempunyai makna yang banyak, antara lain: Sunnah berarti Sunnatullah; Sunnah bermakna Hadits Rasulullah; Sunnah di dalam ilmu Fiqih berarti sesuatu yang tidak wajib; Sunnat yang bermakna khitan. Sedangkan Sunnah dalam Ayat ini bermakna ketetapan Allah SWT yang dibakukan. Contoh Sunnatullah: Kamu tidak bisa mengubah perjalanan matahari agar berjalan dari barat ke timur; Kamu tidak bisa meminta bumi ini ndak bunder tapi berbentuk lonjong seperti kacang lanjaran; Kamu tidak bisa minta tidak mati; Kamu tidak bisa minta hidup tanpa mengalami kesulitan; Kamu tidak bisa minta di dunia ini tidak ada orang yang jahat, nakal, preman, dsb. Semua itu adalah Sunnatullah yang sudah dibukukan dan dibakukan. 

2. Masyiiatullah
Allah SWT berfirman dalam Surat As-Sajdah : 13
   •    •   • •  • ••    
Dan kalau kami menghendaki niscaya kami akan berikan kepada tiap- tiap jiwa petunjuk, akan tetapi Telah tetaplah perkataan dari padaKu: "Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka Jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama."
Allah SWT juga berfirman dalam Surat Al-Maaidah : 48
    •                     
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu,
Kata مَشِيْئَةٌ itu berasal dari akar kata: شَاءَ – يَشَاءُ – مَشِيْئَةً. Surat As-Sajdah : 13 di atas menyebutkan seandainya Allah SWT menghendaki, niscaya setiap orang akan diberi hidayah oleh-Nya. Akan tetap Allah SWT tidak berbuat demikian, sehingga mesti ada yang mendapatkan Hidayah-Nya dan ada yang tidak mendapatkan Hidayah-Nya. 
Surat Al-Maaidah : 48 menyebutkan jikalau Allah SWT menghendaki, niscaya kamu semua akan dijadikan sebagai umat yang satu; satu tempat, satu tipe, satu kelakuan, semuanya roto. Nggak onok sing endek, sing duwur; nggak ono sing ndablek, sing pinter, dsb. Akan tetapi Allah SWT tidak menghendaki yang demikian, sehingga kalau orang Barat diciptakan dengan kulit putih, orang Jawa dengan kulit hitam atau coklat, dan ada yang kulitnya sangat hitam, misalnya; penduduk negeri Somalia, Nigeria, dsb. Ada yang postur tubuhnya pendek seperti orang Malaysia dan Indonesia; orang Barat berpostur tinggi dan putih; sedangkan orang Afrika berpostur tinggi dan hitam. Itu baru bentuk fisik belum budaya. Jangan lagi perbedaan antara budaya Indonesia dengan negara yang lain, antara Semarang dengan Surabaya saja sudah berbeda. Misalnya; Bagi orang Surabaya, kata "nili'i" itu bermakna "mencicipi", sedangkan bagi orang Semarang, kata nili'i itu bermakna nyambangi (berkunjung). Sehingga ketika ada calon menantu yang berasal dari Semarang mengirim surat kepada calon mertuanya di Surabaya yang isinya: "Insya Allah, minggu ngajeng kulo bade nili'i panjenengan". Pasti calon mertua itu akan marah, karena menurutnya, belum menjadi menantu saja sudah mau nili'i. 
Akan tetapi Allah SWT tidak menghendaki semuanya sama. Kenapa? Tujunnya adalah untuk menguji manusia. Ketika manusia diberi begini-begini oleh Allah SWT, maka apa yang akan dia lakukan dan seperti apa nanti hasilnya. Itulah yang disebut dengan Masyiiatullah atau kehendak Allah SWT. Kehendak Allah SWT ini sifatnya relatif, tidak mutlak sebagaimana Sunnatullah. Karena Masyiiatullah itu bersifat relatif, maka ada faktor interaksi di situ agar diisi oleh ikhtiyar dan perjuangan manusia. Coba kalau manusia di seluruh dunia ini pinter semua, tentu tidak perlu lagi ada sekolahan. Saya pernah cerita kepada kamu: Ada katak melakukan "istightsah" besar-besaran dari bangsa kodok. Bayangno ramene istighotsahe bangsa kodok. Katak-katak itu minta supaya ular-ular itu ditiadakan, karena pekerjaannya makan katak. Seandainya Allah SWT menghendaki, ular itu bisa ditiadakan. Akan tetapi Allah SWT tidak berbuat demikian, sebab "istighatsah" bangsa kodok tadi kalah dengan do'anya nyamuk yang meminta agar katak ditiadakan saja, karena pekerjaannya makan nyamuk. Kalau semua ditiadakan oleh Allah SWT, maka ya sudah tidak ada apa-apa lagi di dunia ini.
Di dalam suatu Hadits terdapat keterangan bahwa seandainya seluruh dunia ini dipenui oleh orang yang shalih saja, maka dunia ini ditutup dan diganti dengan dunia yang dihuni oleh orang yang shalih, yang nakal, yang preman, dll. tujuannya adalah supaya ada kegiatan dakwah, sekolahan, pendidikan, dll. Kalau manusia itu pinter semua, maka sama halnya dengan syaitan yang sejak lahir sudah pinter. Jadi, makhluk terpandai itu adalah syaitan, oleh karena itu jangan coba-coba kamu melawan syitan dengan rekayasamu, karena kamu akan direkayasa oleh syaitan. Ketika manusia baru lahir, justru lebih pinter anak ayam yang langsung bisa nutuk makanannya. Seandainya manusia langsung dibikin pinter, Allah SWT mampu melakukannya, akan tetapi Allah SWT tidak mau melakukannya supaya ada radha'ah dan kasih sayang orang tua. Begitu juga, seandainya tidak ada musibah, maka sabar tidak berfungsi. Kesimpulannya, kalau Sunnatullah itu exactly (pasti), sedangkan Masyiiatullah itu masih bisa kita rubah. 
Di mana fungsi do'a itu?. Apakah do'a itu bisa mengubah qudrat? Apakah do'a bisa mengubah Masyiiatullah?. Para jumhur ulama' berpendapat bahwa Sunnatullah tidak mungkin bisa diubah dengan do'a, akan tetapi do'a bisa merubah Masyiiatullah, karena Masyiiatullah itu itu memang tempatnya do'a. Misalnya: "Ya Allah, mohon jangan jadikan saya sebaga preman, tapi jadikan saya anak yang shalih. Disebutkan di dalam sebuah Hadits:
لاَ يَرُدُّ اَلْقَضَاءَ، إِلاَّ الدُّعَاءُ
Tidak ada yang mengubah qadha', kecuali do'a
Yang dimaksud dengan qadha' di sini adalah Masyiiatullah. Akan tetapi do'a yang bisa mengubah qadha' adalah do'a yang dikabulkan oleh Allah SWT. Bagaimana cara do'a kita diterima oleh Allah SWT?. Kalau kamu ingin do'a yang mustajab, maka do'ane karo lakone, kudu satu jurusan. Umume wong sa'iki gak ngono. Misalnya; Jalok sugih, tapi ora nyambut gawe; Kepingin pinter, tapi lek ngaji ngantuk terus; kepingin anak shalih, tapi yang dimakan makanan yang haram. Semua itu bisa terkabul, kalau sing duwe ndunyo iki Pak 'De-ne; selama yang mempunyai dunia ini adalah Allah SWT, maka aturannya ndak begitu.

0 komentar:

Posting Komentar

Edufunia Right. Diberdayakan oleh Blogger.