Membangun Keluarga Sakinah Di Tengah Terpaan Badai Kehidupan
catatan pesantren Al-Hikam Malang
Salah
satu tugas pokok kita sebagai orang tua adalah menyelamatkan diri kita dan
keluarga kita dari api neraka. Tugas ini ditegaskan di dalam Al-Qur'an Surat
At-Tahriim : 6
Yang ingin saya sampaikan
pada pengajian kali ini adalah tentang tata cara untuk melaksanakan tugas
tersebut, karena perintah Al-Qur'an tadi bersifat umum. Untuk itu Hadits
berfungsi sebagai penjelas Al-Qur'an, sedangkan ulama' merinci tekhnis
pelaksanaan sehari-hari.
Sekarang
ini – di dalam membina keluarga - kita tidak hanya menghadapi kesulitan
ekonomi saja, akan tetapi juga kesulitan menghadapi pengaruh
kebudayaan, gaya hidup sekuler. Sekarang ini, pengaruh-pengaruh negatif tidak
hanya mengganggu, tapi sudah merusak dan menghancurkan sendi-sendi dasar
keluarga menurut model syariat Rasulullah SAW. Oleh karena itu, cara kita dalam
menyelamatkan keluarga harus dobel,
luar-dalam.
Seluruh
rangkaian likhtiyar untuk membina dan menyelamatkan keluarga itu harus dimulai
dari dalam "diri sendiri", seperti
dikatakan di dalam atsar para Ulama :
أَصْلِحْ نَفْسَكَ،
يَصْلُحْ لَكَ النَّاسُ
Perbaikilah dirimu, niscaya orang lain akan memperbaiki
dirinya (perilakunya) kepadamu
Atsar
ini dapat diartikan: Kalau kita ingin memperbaiki keluarga, maka kita (ayah dan
ibu) yang harus bersama-sama memperbaiki diri terlebih dulu sebelum memberikan
nasehat kepada anak-anak.
Yang
harus diperbaiki oleh seorang ayah adalah tauhidnya kepada Allah SWT. Cantolannya
kepada Allah SWT ini harus diberesi, melalui ibadah, dzikir, amar
ma'ruf nahy mungkar, mencari rizki yang halal dan melakukan tindakan yang
baik dan terpuji. Kalau semua ini sudah dilakukan, maka Allah SWT akan
memberikan fadhilah, seorang ayah akan menjadi berwibawa, timbullah rasa
hormat dan rasa segan dari anak kepada seorang ayah dan seorang istri kepada
suaminya.
Bersamaan
dengan itu, seorang ibu hendaknya mengasah nuraninya, hatinya, melalui shalat
dhuha dan shalat tahajud. Ingat!, tidak ada anak shalih
terlahir dari ibu yang tidak shalihah !. Ibarat daun akan hijau jikalau
akarnya beres. Anak-anak kita ibarat dedaunan, sedangkan ibu adalah akar
dari pohon itu. Ketika akarnya rusak, maka daun akan mulai menguning, layu dan
jatuh. Setelah shalat, ibu harus mendo'akan anaknya satu persatu. Dari
situlah, nanti akan tumbuh ruh junudun mujannadat, yaitu ruh ibu
yang dulu pernah menjadi satu dengan anak, akan menjadi tersambung kembali. Yang
dapat menyambungkan pertalian ruh anak
dan orang tua adalah seorang ibu, bukan anak!. Itulah mengapa Imam Al-Ghozali
RA menyarankan, setiap kali ada perpisahan antara anak dengan ayah-ibu –
misalnya: pergi –, maka harus selalu dibarengi dengan bacaan Surat
Al-Fatihah dari ayah dan ibu kepada anak. Surat Fatihah itu akan menjaga
pertalian ruh – junudun mujannadah – sekaligus menjadi perlindungan bathin orang tua terhadap
anak.
Coba
kita renungkan, pernahkah ini kita
melakukan untuk anak-anak kita? Bila tidak, maka jangan heran bila anak kita
menjadi liar, sulit dikendalikan. Jangan lagi anak berada di luar rumah; di
dalam rumah saja, hati anak sudah ndak nyambung sama ayah-ibunya.
Na'udzu billahi min dzalik!
Karena
tugas ayah itu dobel, berdo'a dan menjaga hubungan bathin, seorang ayah
juga harus mencari kebutuhan hidup. Karena itu, daya lekatnya terhadap anak
tidak seperti ibu. Jadi, seorang ayah yang tidak didukung oleh seorang ibu,
akan mengalami kesulitan dalam mengendalikan hati anak-anaknya, karena ayah
hanya bisa menjalankan separo tugas saja, sedangkan tugas yang separo
lagi adalah mencari kebutuhan hidup keluarga. Karenanya kerjasama, pengertian,
seiya sekata diantara ayah dan ibu dalam ibadah dan do'a akan menjadi modal
utama untuk membangun landasan rumah tangga yang bahagia tempat berkembangnya
jasmani-rohani anak-anaknya. Setelah itu,
pelan-pelan, anak didorong untuk melakukan hal yang sama. Salah satu cara
sederhana yang akan menjadi obat paling
mujarab untuk menyatukan keluarga adalah mengadakan shalat berjama'ah. Shalat
berjama'ah dalam keluarga sungguh luar biasa pengaruhnya dan merupakan cermin
harmonitas keluarga. Betapa indah, seorang ayah berdo'a, sementara ibu dan
putra-putrinya ngamini. Itu sebetulnya sebuah pembulatan tekad bersama
untuk mencapai yang terbaik bagi keluarga menuju ridlo Allah SWT.
Kalau
kita sudah menjalankan semua hal di atas, maka posisi kita sebagai orang tua
sudah benar. Ingat, baru posisinya yang benar, belum gerakannya. Namun semua
ini sudah bisa dijadikan modal untuk mencari kebutuhan dzahiriyah. Allah SWT
berfirman dalam Surat Al-Jumu'ah : 10
#sÎ*sù ÏMuÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãϱtFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.ø$#ur ©!$# #ZÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung.
Usahakan,
jangan sampai ada anak kita yang sudah dewasa, namun masih nggandol
kepada kita. Mereka harus diajari mencari rezeki. Selama seseorang membutuhkan dunia, maka dia
harus mencarinya. Kecuali kalau dia dipilih oleh Allah SWT, hatinya sudah tidak
menginginkan dunia lagi; ganti Allah SWT yang akan mengantarkan harta
duniawi kepadanya. Namun kalau kita tidak dipilih, ojok gaya, nanti
justru akan melarat tenan. Apalagi posisi kerja pada Surat Al-Jumu'ah:10
tadi, letaknya persis setelah ibadah fardhu.
Selanjutnya mengenai ancaman bahaya dalam
keluarga. Bahaya itu bisa berasal dari dalam dan bisa juga dari luar. Contoh
bahaya dari dalam adalah gegeran, lalu didelok anake. Jika itu
terjadi, maka habislah wibawa orang tua. Oleh karena itu, dosa gegeran
ayah dan ibu itu dobel, yakni dosa pertikaian dan dosa merusak psikologi
anak.
Bahaya
dari dalam yang kedua adalah faktor ingin saling menguasai di antara kedua
orang tua. Mulane dalam menanggapai masalah gender ini, di dalam
Al-Qur'an ada dua penjelasan. Di dalam lingkungan keluarga, Al-Qur'an tidak
menggunakan istilah "persamaan gender", melainkan menggunakan istilah
"keserasian gender". Serasi itu bukan berarti sama. Serasi itu
bermakna saling mengisi; kelebihannya diberikan kepada yang lain, dan kelebihan
orang lain masuk ke dalam dirinya.
Masing-masing
laki-laki dan wanita mempunyai kelebihan, hanya letaknya saja yang berbeda. Misalnya:
ketegasan laki-laki dimasuki oleh ketelitian perempuan; Rasio laki-laki
dibarengi nurani perempuan. dsb. Sifat-sifat
laki-laki dan perempuan sudah saling mengisi sejak zaman azali dari
Lauh Mahfudz. Wanita harus bersikap lembut, sedangkan laki-laki harus
bersikap gagah. Di mana letak kekuatan wanita? Yaitu pada kelembutannya,
sehingga menimbulkan rasa laki-laki untuk melindunginya, dan perlindungan
itulah yang membuat wanita aman & kuat. Sifat-sifat yang berbeda itu harus
disinergikan.
Jangan
sekali-kali mengibarkan bendera persamaan gender di dalam keluarga, karena
nanti justru akan membuat keluarga retak dan kering. Namun, kalau di luar lingkungan keluarga,
misalnya dalam karier, kepinteran, pangkat, kapasitas, dan kualitas, silahkan
mengusung bendera persamaan gender. Kesimpulannya, untuk di lingkungan sosial
menggunakan istilah persamaan gender (musawah), sedangkan kalau di lingkungan
keluarga menggunakan istilah keserasian gender (tawazun).
Yang
juga termasuk bahaya dari dalam adalah kekurangan rezeki. Keluarga bisa
berantakan karena kekurangan rezeki. Mulane, lek njalok nang Pengeran
iku, njalok selamet lan rezeki kang barokah (halalan thayyiban).
Orang yang sangat kekurangan ekonominya akan mengakibatkan kerusakan dalam
keluarga. Jadi, harus ada do'a dan kerja.
Adapun gangguan dari luar terhadap keluarga
itu ada 2 macam, yaitu:
v
Gangguan hati. Sebagaimana
dijelaskan dalam Surat Al-Naas : 4-6
v
Gangguan akhlaq. Misalnya;
Pergaulan, seks bebas, narkoba, ora sembahyang, tingakahe nggak
karu-karuan, trek-trekan, dsb.
Anak-anak
kita harus kita peringatkan secara dzahir dan bathin. Secara bathin dengan
cara-cara yang saya sebutkan di atas, sedangkan secara dzahir melalui
peringatan kepada anak.
Di dalam Al-Qur'an, anak itu terkategorikan
menjadi beberapa macam:
v
Anak sing dadi pepaes (ziinatun).
Misalnya; Anak yang mempunyai pangkat atau kepinteran. Mereka itu akan
menjadi hiasan, namun perhiasan di dunia saja, sedangkan akhiratnya masih belum
jelas.
v
Anak yang menjadi fitnah (fitnatun
lakum).
v
Anak yang menjdi musuh orang tua ('aduwwun
lakum).
Mereka memusuhi
orang tua bisa jadi karena aqidahnya yang tidak sama atau karena karena merasa
kepentingannya dipenggal.
v
Anak yang paling bagus adalah anak
yang qurratu a'yunin. Jika kita mempunyai anak golongan terakhir ini,
maka kalau kita meninggal dunia nanti, kita aan disuwuri do'a oleh
mereka.
Kalau
kita ingin memperpanjang amal kita, maka perpanjanglah melalui anak kita. Amal
kita akan habis pada waktu kita meninggal dunia, namun anak kita bisa
melanjutkannya. Mereka bisa mengirim do'a dan sebagainya.
Demikianlah
peringatan dari Imam Al-Ghozali RA dalam rangka melaksanakan perintah Allah SWT
dalam Surat At-Tahriim : 6 di atas. Tangan kita sudah berat untuk
menjangkau masyarakat, oleh karena itu mari kita beresi keluarga
masing-masing!.
0 komentar:
Posting Komentar