PIDATO PENGARAHAN
KETUA PBNU (untuk kalangan sendiri)
Pada Acara Silaturrahim
Pengurus Ranting NU Se-Malang Raya & Pasuruan
K.H. A. Hasyim Muzadi
Poro 'alim ulama', Kyai, Sesepuh, khususipun
Mustasyar dan Syuriah NU. Para pejabat yang berkenan hadir, Pengurus
Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Ranting dan Ibu-ibu Muslimat yang saya
mulyakan.
Selaku ketua PBNU, saya sampaikan terima kasih dan penghargaan
kepada Pengurus Wilayah yang telah mengumpulkan Pengurus-pengurus Ranting NU
untuk disamakan informasi dan pengertiannya terhadap masalah-masalah yang
berkembang. Sebagai shahibul bait yang sekaligus harus membayar terop
dan sound system-nya, hahaha... (hadirin tertawa) saya sampaikan marhaban ahlan wa sahlan bi hudhurikum;
selamat datang dan mohon maaf atas segala kekurangan. Selain shahibul bait,
saya juga selaku pembicara yang tidak disangoni, sekaligus harus noroki
biaya terop dan kursi-kursi. Semua ini tidak mungkin terjadi, tanpa karomah
dari PWNU.
Niat kita berkumpul di sini adalah untuk meng-NU-kan kembali
diri kita, dalam arti NU sebagai ajaran, NU sebagai perilaku, dan NU sebagai
langkah perjuangan; tidak hanya NU sebagai keturunan, keluarga atau lingkungan.
Jadi, yang kita lakukan adalah tajdidun niat (memperbaharui niat) dalam
ber-NU.
Mengapa demikian?, secara tafa'ulan, NU mempunyai
elemen-elemen yang lengkap untuk menyelamatkan umat dan bangsa Indonesia,
mudah-mudahan juga bisa mengemban misi Rahmatan lil 'Alamin. Unsur-unsur
yang ada di dalam NU, baik berupa cara berpikir, hukum-hukum, dakwah, dan siasah-nya;
memungkinkan untuk memperkokoh Indonesia, sekaligus menyembuhkan luka-luka
Indonesia.
Secara Salabiyah (keprihatinan kita), sekarang ini
kita menghadapi jarak yang cukup panjang antara para pendiri NU dengan kita, yaitu
sekitar 3 generasi. Generasi yang menangi Hadhratus Syaikh,
Hasyim Asy'ari adalah semisal kakak saya, K.H. Muchit Muzadi. Generasi pertama
ini sekarang rata-rata sudah berumur di atas 80 tahun. Sedangkan kita yang ngumpul
di sini, keduman generasi ulama' di bawah Syaikh Hasyim Asy'ari. Adapun
anak-anak kita adalah generasi yang baru belum keduman apa-apa.
Kekuatan NU itu terletak pada kulturnya. Oleh karenannya, NU
sangat kuat dan tahan hidup panjang. Akan tetapi kultur ini akan terputus,
ketika ada "regenerasi" berupa kelakukan baru yang tidak sambung
dengan NU. Pemutusan di sini melalui pendidikan, pemutusan budaya, perilaku,
segala macam kebiasaan NU dari orang-orang yang tidak suka dengan Islam; selain
itu, memang ada sistem yang direncanakan secara global untuk memotong garis
generasi ini dengan syariat Nabi Muhammad SAW.
Generasi muda NU dan Muhammadiyah saat ini sudah rukun,
karena sama-sama ndak ngerti, sedangkan kalau dulu, Pak Idham dengan Pak
Hamka bisa rukun karena sama-sama ngertinya. Istilahnya, anak'e wong
NU gak patek ngerti NU-ne, begitu juga dengan anak Muhammadiyah
yang tidak mengerti ke-Muhammadiyah-an. Kemudian datang gelombang baru yang
saya sebut sebagai trans-nasional [1]).
Ini bukan perkara kecil, karena menyangkut hidup-matinya syari'at; selamat,
utuh atau bertempurnya kalangan umat Rasulullah SAW.
Kalau yang saya undang cuma Pengurus Wilayah, mereka durung
mesti kondo Pengurus Cabang. Lek sing diundang Pengurus MWC tok,
pahame iso, tapi ngomonge maneh ora iso
Karena yang diserang adalah yang di bawah, maka satu-satunya
jalan adalah khusus untuk NU di Jawa dan Madura (padahal Madura itu juga ikut
Jawa) serta Bali, semua Pengurus Rantingnya harus dikumpulkan.
Kita ingin mengembangkan NU ini melalui At-Tashfiyah
dan At-Tanmiyah. At-Tashfiyah dalam NU harus murni, kemudian kemurnian
itu harus dikembangkan (At-Tanmiyah) karena zamannya sudah berbeda. Kita
juga tidak bisa mengambil keputusan hukum tentang masalah mu'amalah hanya
dengan ulama' saja, tanpa disertai orang yang ahli pada bidang yang
bersangkutan. Misalnya: Untuk ngukumi asuransi, harus mendatangkan ahli
asuransi; ngukumi bursa efek, harus mendatangkan ahli bursa. Setelah itu
baru dilakukan tabayyun lalu tahqiiq. Dari sini terlihat bahwa NU
memerlukann At-Tanmiyah. Pertanyaannya, bagaimana At-Tashfiyah
supaya tidak jumud (mandeg) dan At-Tanmiyah supaya tidak
belok?, semua itu harus kembali kepada manhaj NU.
Para Hadhirin-Hadhirat
yang saya mulyakan!.
Saya akan merinci berbagai macam pengaruh yang ada di sekelililng
kita, yang bisa membuat aqidah, syari'ah, dan manhaj NU bisa goyang.
Pertama: goyang
karena tidak mengerti;
Kedua: mengerti, tapi
salah mengertinya;
Ketiga: digoyang orang
secara sistematik.
Di sini kita tidak bertindak sebagai fa'il, akan tetapi
sebagai maf'ul yang dikerjai oleh orang yang menggoyang-goyang.
Goyangan-goyangan
itu datang dari dua kawasan, pertama: dari Timur Tengah dan dari kawasan Barat.
Timur Tengah adalah negara-negara Arab
dan sekitarnya, termasuk Maghribi, Spanyol, Turki, Iran, dsb. Dulu, ketika
zaman Pak Harto, aliran-aliran yang masuk ke Indonesia akan diseleksi. Kalau
suatu aliran cocok dengan Indonesia, maka boleh masuk; sedangkan jika tidak
cocok, maka aliran itu harus keluar; dan jika ngotot, aliran itu akan
diusir. Itu yang terjadi pada zaman Pak Harto. Ojo maneh wong sing teko,
gak diusir, pada tahun 1971, banyak Kyai dicemplongno nang kali.
Jadi, pemerintahan saat itu teges, kadang ketegesen. Namun
sekarang ini, blas gak onok tegese, ngantek sing gawe cekelan gak
onok.
Setelah reformasi, semua aliran mudal. Semua aturan
yang menyangkut pertahanan aqidah, ideologi, bahkan pertahanan teritorial,
ekonomi, politik, budaya; semuanya bobol, sehingga semuanya masuk ke
Indonesia dari semua arah.
Gerakan yang berasal dari Timur Tengah itu ada 3 hal, yaitu agama,
aliran dan gerakan poltik. Yang dimaksud dengan agama di sini adalah agama
Islam. Islam mereka sama dengan Islam Indonesia, bahkan Islam di seluruh dunia adalah
sama.
Aliran yang datang dari Timur Tengah bermacam-macam, ada Syi'ah,
Wahabiyah, Jaulah, Khawarij, 'Ubbadiyah, Ahmadiyah, dll. Semua aliran ini masuk
secara bebas ke Indonesia.
Syi'ah ini central-nya berada di Iran. Aliran Syi'ah itu
kalau shalat hanya 3 kali dalam sehari (Dzuhur-Ashar dijamak, Maghrib-Isya'
dijamak, dan Shubuh). Kalau berwudhu', mereka memakai sepatu. Kalau melakukan shalat
tidak boleh sujud di atas karpet, akan tetapi harus sujud di atas batu atau
kayu yang tidak berbuah. Kalau kayunya berbuah, gak iso; kalau tidak
ada, maka dia harus sujud persis di atas batu yang berasal dari Karbala (tempat
wafatnya Sayyidina Husain). Bagi Syi'ah, tidak boleh ada yang berhak memimpin
umat Islam, kecuali keturunan Sayyidina Ali RA. Jadi, sampeyan tidak
bisa menjadi pemimpin Syi'ah, melainkan harus Ayatullah, Hujjatullah,
dsb.
Syi'ah ini mempunyai sistem komando, karena sistem komando
itu ikut menjadi Rukun Iman mereka. Oleh karenanya, hari ini, Israel dan Amerika
paling takut sama Syi'ah, karena Syi'ah itu menganut sistem komando. Negaranya
utuh, kakinya ada di mana-mana, sehingga begitu mereka digerakkan bersama-sama,
maka gerakan mereka begitu luar biasa.
Di dalam Syi'ah, ulama' dibagi menjadi dua.
Jadi, syi'ah itu isinya bukan hanya nikah mut'ah tok. Di dalam
Syi'ah ada ulama' ilmiah dan ulama' jihadiyah. Ulama'
jihadiyah adalah ulama' yang menjadi pemimpin perang di lapangan, seperti Nashrullah
yang memimpin Hizbullah yang kekuatannya 10 kali lipat dari kekuatan tentara
resmi negara Libabon. Di Irak, ada Muqtadha Al-Sadr yang mempunyai faksi yang
paling bisa menekan Amerika. Oleh karena itu, menghadapi Syi'ah dengan
kekerasan adalah salah, sebab mereka sendiri sudah keras. Namun harus melalui Bil
Hikmah, Mauidzah Hasanah dan Mujadalah Billati Hia Ahsan.
Pengikut Syi'ah itu orangnya sederhana, tidak suka
bermewah-mewah, sehingga jarang sekali rumah mereka besar dan baik, sama
seperti Kyai-kyai kita di sini. Pengikut Syi'ah itu banyak yang sufi, cuma yang
ndak enak adalah mereka ngelokno para Shahabat di luar 'Ali RA, bahkan
kadang-kadang ada sing kebabasen (yaitu Syi'ah Ghulladz) yang berani ngarani
kalau Malaikat Jibril AS itu keliru ngenehnone wahyu; mestine nang
Sayyidina Ali, kok malah nang Nabi SAW.
Aliran Syi'ah ini juga masuk ke Indonesia. Ketahuilah,
negara Iran itu membiayai Syi'ah di seluruh dunia tanpa batas, berapapun yang
diperlukan, akan dipenuhi; sementara orang NU menghadapi Syi'ah dengan mengajukan
proposal di mana-mana.
Aliran Wahabiyah central-nya ada di Saudi Arabia.
Saudi adalah negara terkaya di seluruh Timur Tengah. Letak perbedaan kita
dengan Wahabi tidak sebanyak perbedaan kita dengan Syi'ah, karena Wahabi masih
menggunakan madzhab Hambali dan Maliki. Akan tetapi, orang-orang wahabiyah itu mempunyai
pikiran begini: karena Rasulullah SAW lahir dan hidup di Hijaz, maka apapun
yang tidak ada di Saudi Arabia, sudah dianggap berada di luar syari'at Islam
atau bid'ah. Jadi, mereka itu terus-menerus ngomong bid'ah tok,
namun mereka ndak konsekwen, misalnya: muludan ndak boleh,
tapi mereka memperbolehkan peringatan enam puluh sekian tahun, masa
pemerintahan King Saud sebagai Raja Saudi Arabia. Padahal itu, ya sama saja
dengan muludan. Jadi, sebenarnya, di sini ada politisasi hukum.
Aliran yang lain adalah Aliran Jaulah.
Pengikut Jaulah ini muter aja di masjid-masjid ambek nggowo
kompor, sarungan dicincing, gayane nggelembus-nggelembus, agar
kethok ikhlas, mereka bermaksud nitik lakone Nabi SAW, padahal Nabi
SAW gak tahu nggowo kompor. Jaulah ini pusatnya di Pakistan.
Selain itu, ada Aliran Khawarij. Aliran iki sing
gawat. Mereka ini adalah golongan yang tidak pernah mau menerima kesalahan
dirinya, dan tidak mau menerima kebenaran dari orang lain. Bahkan, menurut
mereka, selain dirinya adalah kafir. Kalau pikiran seperti ini kemudian
bergeser menjadi gerakan politik, maka golongan ini akan berperang
terus-menerus.
Ada lagi aliran yang baru saya temui di Al-Jazair, yaitu
Aliran 'Ubbadiyah. Dua hari sebelum saya masuk ke Al-Jazair, di sana terjadi
pengeboman di depan kantor Perdana Menteri (PM) Al-Jazair. Adapun yang mengaku sebagai
pelakunya adalah Al-Qaeda, padahal PM Al-Jazair itu adalah muslim. Jadi, Al-Qaeda
ini nyaris sama dengan Khawarij yang berpikiran bahwa orang yang berbeda aliran
sudah dianggap berbeda agama.
Mengenai Aliran Ahmadiyah, kita sudah sering mendengarnya.
Aliran Ahmadiyah ini berasal dari Lahore dan Qadhiyan. Aliran ini menganggap bahwa
ada Rasul lain setelah Nabi Nuhammad SAW.
Pembahasan selanjutnya adalah tentang gerakan politik (Islam).
Untuk membedakan antara Islam dengan gerakan politik Islam kan gampang
saja, yaitu kalau Islam ya agama yang kita anut ini, sedangkan PPP adalah salah
satu contoh gerakan politik Islam.
Kalau bicara tentang gerakan politik, maka dalil itu gak
mesti Tafsir Jalalain, bisa jadi langsung masuk kepada Tafsir Jalan-lain.
Misalnya: Kalau untuk menyerang Golkar, maka dalil yang digunakan adalah Surat
Al-Baqarah : 35
wur $t/tø)s? ÍnÉ»yd notyf¤±9$# $tRqä3tFsù z`ÏB tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÌÎÈ
dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang
yang zalim
Sedangkan Ustadz yang ada di Golkar juga ndak mau
kalah, lalu mereka berdalil memakai Surat At-Taubah : 105
È@è%ur (#qè=yJôã$# uz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur (
Dan katakanlah: "Bekaryalah kamu,
maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat karyamu itu
Maksud Ayat
ini digeser kepada makna: "Berkaryalah kamu, sehingga kamu menjadi
Golongan Karya (Golkar). Jadi Ayat-ayat itu kesel dinggo wong politik.
Yang demikian
itu disebut dengan harokah siyasiyah (gerakan politik), sekalipun base
on religion (berbasis agama), namun tidak murni agama, melainkan sudah
bercampur dengan interest gerakan politik.
Semua aliran
dan gerakan politik Islam itu masuk ke Indonesia secara lengkap. Contoh gerakan
poltik Islam yang masuk ke Indonesia adalah HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Hizbun
itu artinya partai politik. Lha wong Jowo iku, lek coro Arab,
dianggep onok ganjarane. Dadi, lek ngerungokno lagune Ummi Kultsum, direken
Sholawat, padahal isinya adalah roman cinta. Lek moco koran neng Makkah,
ndek koko onok gambare wong bal-balan, terus ngirose onok tulisane;
Sayyid Maradona. Jare sing moco; "yo pantes menangan, wong nde'e
iku Sayyid. Jadi, hizbun itu gerakan
politik, sehingga HTI berarti partai politik pembebasan. Perkoro onok
dalile, yo digolekno.
Kelompok HTI ini
minta Khilafah. Ketika ditanya, Khilafah yang bagaimana? tidak
jelas jawabannya, apakah Khilafah yang merujuk pada Abu Bakar Ash-Shiddiq
ataukah kepada Abu Bakar Ba'asyir? lalu bagaimana bentuk dari Khilafah
itu sendiri?.
Hampir semua negara Timur Tengah melarang
Hizbut Tahrir (HT). Kenapa demikian?, karena mereka itu "jurusannya" nanti
akan mengganggu kekuasaan yang sudah ada. Bahkan di eropa, misalnya di Inggris,
masjid yang khatibnya dari HT, pasti segera ditutup, karena isi khutbahnya
mempersoalkan konstitusi Inggris. Jadi, wong HT iku ora mulang ngaji,
nggak nggawe Madrasah, cukup gawe selebaran nang Madrasah-madrasah.
Contoh
gerakan politik Islam yang lain adalah Ikhwanul Muslimin (IM). IM ini
pecah menjadi dua: Ada yang tetep keras, sebagian masuk HTI, dan ada
yang melakukan gerakan secara demokratik, misalnya; piye iso dadi Wali Kota,
DPR, dsb. yang pada ujung-ujungnya nanti tetap akan melakukan tathbiqus
syari'ah secara lafdzan. IM ini adalah gerakan politik
internasional.
IM ini hanya
diperbolehkan di Mesir, sedangkan di negara-negara Timur Tengah lainnya, IM dilarang,
misalnya: Di Syiria, Yordania, Arab Saudi, Negara-negara Teluk, dsb. Oleh
karena itu, pusat IM dan HTI di Timur Tengah tidak jelas, karena selalu berpindah-pindah,
Hanya saja, para pengikut IM itu memang militan.
Selain itu ada
lagi gerakan poiltik yang namanya Al-Qaeda. Dulu, Al-Qaeda ini adalah bikinan
Amerika. Jadi, orang-orang Afghanistan yang berwatak keras dididik oleh Amerika
agar menjadi pasukan-pasukan yang hebat untuk kepentingan melawan Uni Sovyet,
maka lahirlah kelompok Taliban. Taliban ini dikuasai oleh Ahmad Umar. Taliban
ini kemudian menjadi kekuatan militer yang luar biasa besar dan hebat, sehingga
mengkhawatirkan Amerika. Oleh karenanya, Taliban juga dihancurkan oleh Amerika
sendiri. Hal seperti ini sudah biasa. Misalnya: Dahulu, Saddam Husain disangoni
oleh Amerika untuk nggegeri Iran; kemudian kamarin ngangkat orang Syi'ah
sebagai Presiden Irak khusus untuk nggantung Saddam; selanjutnya anak
buah Saddam yang diobong-obongi untuk melawan pemeritah Irak saat ini.
Saya ini sama
Muhammadiyah kadang-kadang ngalah, supoyo ora kelihatan bentur. Begitu
kita kelihatan bentur, yakinlah bahwa kekuatan lain akan langsung masuk untuk
memecah-belah. Selain itu, Muhammadiyah sekarang ini ndak pate' nemen, mergo
wis kesel; ngilokno tahlil gak leren-leren, akhire melok tahlil dewe.
Lalu datang gelombang baru yang saya sebutkan tadi.
Al-Qaeda itu wawasan
alirannya mirip Khawarij, meskipun tidak persis. Artinya: pokoknya selain
dirinya adalah salah, dan selain Islam adalah kafir. Pengkategorian ini tidak hanya
berlaku untuk agama, melainkan juga untuk negara, perdagangan, dsb. Mereka selalu
berpikir hitam-putih, misalnya: karena Indonesia bukan negara Islam resmi, maka
Indonesia dianggap negara kafir, sehingga boleh dibom seperti yang dilakukan
oleh Dr. Azhari dari Malaysia. Orang seperti Azhari ini ngebom di Indonesia,
dan merasa telah mendapatkan pahala, sekalipun yang menjadi korban adalah sesama
muslim. Baginya, orang muslim yang ada di daerah kafir, juga dihukumi kafir. Jadi,
gerakan Al-Qaeda ini sudah pasti berbahaya, bahkan bagi umat Islam sekalipun.
Al-Qaeda ini kemudian
digunakan oleh orang-orang di luar Islam, sehingga Al-Qaeda itu sebenarnya
sudah dihancurkan, tetapi simbolnya masih dibiarkan, seperti Osamah bin Laden
yang dibiarkan hidup untuk gawe titis-titisan atau gawe sasar-sasaran
bahwa bahaya itu masih ada. Itulah "luar biasanya" Amerika. Dadi,
biar nanti ada genderuwo yang namanya Al-Qaeda, dan setiap ada peristiwa
terorisme, selalu Al-Qaeda yang dituduh sebagai pelakunya.
Adapun 'Ubbadiyah
adalah sejenis thariqah yang syadz yang dilakukan oleh
orang-orang Al-Jazair sebelah selatan.
Ada juga gerakan politik yang bernama Golongan
Mujahidin. Golongan ini menganggap bahwa berjihad itu bermakna perang. Liyane
perang iku dudu diarani jihad. Nek gak oleh musuh, minimal
mereka akan ngilok-ngilokno. Jadi, orang Mujahidin iku gak iso pidato
kalem, le gak nyerang yo muring-muring, tanpa keduanya, mereka
merasa tidak mendapatkan pahala dari nahi mungkar. Mujahidin ini berada di
mana-mana. Pada waktu zaman Pak Harto, orang-orang Mujahidin selalu diinteli,
sehingga mereka lari ke Malaysia. Setelah reformasi, Mujahidin kembali lagi ke
Indonesia. Ironisnya, ada saja orang NU yang ngundang orang Mujahidin
sebagai pembicara pengajian, opo iki saking bodone wong?, opo bodone wis kesuwen?.
Orang yang mengundang itu berarti nggak ngerti alam mujure
keadaan yang terjadi.
Itu semua adalah
pengaruh yang berasal dari Timur Tengah, yaitu ada agama, aliran, dan
gerakan politik. Adapun yang saya sebut di koran-koran, tran-nasional adalah gerakan
politik, bukan yang aliran dan bukan yang agama. Oleh karenanya, saya
diserang, kenapa kok Pak Hasyim memisahkan Islam. Serangan kepada saya
itu tidak betul, karena dia salah paham. Saya tidak menyalahkan Mahmud Syaltuth
yang menyatakan bahwa agama itu terdiri aqidah dan syari'ah,
namun yang saya salahkan adalah gerakan politik.
Gerakan-gerakan
politik yang tadi saya sebutkan, di negara asalnya sendiri juga terjadi ribut
antar gerakan. Maka kalau kita yang di sini, ngageni mereka, Insya
Allah, kita ini minimal akan menjadi calon ribut, karena pabriknya saja
ruwet, apalagi agennya!. Saya khawatir semua itu secara diam-diam (khas
intelejen) telah dibiayai oleh musuh-musuh kita, supaya pertentangan antara umat
Islam di Indonesia bisa tetap eksis.
Karena
organisasi Islam terbesar di Indonesia adalah NU dan Muhammadiyah, maka
dua-duanya menjadi sasaran. Yang paling nemen diserang adalah NU, karena
di samping akeh wonge, juga akeh sing gak ngerti. Ketua Muhammadiyah,
Pak Din Syamsudin pernah menelpon saya dan mengeluh: "Pak Hasyim, masjid
saya dititili sama PKS. Ini bagaimana?", Lalu saya tanya:
"Berapa masjid?", Pak Din menjawab: "Banyak. Mesjid di Jogja, Bantul,
di Jawa Timur, dsb". Lalu saya katakan: "Yo, itu adalah hukum karma, biasane
sampeyan iku nitili Masjid NU. Sak iki, ero rasane
dipertitil".
Menghadapi kondisi ini, Muhammadiyah luwih
kereng ketimbang kita. Saya dengar –mudah-mudahan pendengaran saya tidak
salah –, bahwa semua petugas yang bekerja di proyek Muhammadiyah, yakni
golongan profesional dan mendapat gaji dari proyek tersebut, kalau dia masuk PKS,
maka dia harus berhenti dari proyek Muhammadiyah itu. Jadi, sekarang Banser kalah
kereng ambek Muhammadiyah.
Adapun
pengaruh yang datang dari kiri adalah datang dari dunia Barat. Yang datang dari
Barat adalah Liberalisme, Sekulerisme, Hedonisme, dsb. Ini pusatnya berada di
Amerika, Inggris, dan di Australia. Komponennya (isi Liberalisme) adalah unsur Israiliyaat
yang sudah dipermodern sesuai dengan tingkat tekhnologi saat ini. Bahkan
sudah dibuatkan tema-tema atau judul-judul yang akhirnya menjadi manhaj
dari Liberalisme. Tujuannya adalah untuk mengelokorkan (mengudari)
aqidah orang Islam. Maksudnya: ojok nemen-nemen olehmu beragama Islam.
Lek nemen-nemen nanti akan disebut fundamentalisme.
Setelah itu, Liberalisme
ini mulai bergerak, sedikit-sedikit nyerempet Kanjeng Nabi Muhammad
SAW. Untuk itu dibuat percobaan di Denmark dengan adanya karikatur Nabi, di Washington
ada wanita menjadi imam bagi makmum laki-laki, dsb. Coba dilihat bagaimana reaksi
orang Islam?. Maju lagi seditit, mereka mulai ingin agar Al-Qur'an dikoreksi
lagi dengan menyatakan bahwa "ada sekian Ayat Al-Qur'an yang tidak cocok
dengan HAM". Maju lagi, wong wedhok dipengaruhi supaya menuntut persamaan
gender.
Sebenarnya persamaan
gender itu boleh jika di bidang karier atau kesempatan berkarier, akan tetapi
dalam hubungan laki-laki dan wanita, yang ada bukan istilah kesamaan gender, melainkan
keserasian gender. Di dalam hubungan laki-laki dan wanita, Al-Qur'an
menyebutnya sebagai Azwaaj (pasangan). Di mana-mana yang namanya pasangan
iku mesti nggak podo, misalnya: sandal yang sepasang, pasti bagian kiwo-tengene
ora podo. Nah, di dalam keluarga sakinah menurut Islam, yang ada adalah keserasian gender.
Allah SWT berfirman
dalam Surat An-Nisaa' : 34
ãA%y`Ìh9$# cqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ @Òsù ª!$# óOßgÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi
kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki)
atas sebagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Di sini
disebutkan bahwa masing-masing (laki-laki dan wanita) sudah diberi penonjolan,
tetapi kemudian jatuh keputusan dari Allah
SWT berupa Ayat di atas. Pada waktu saya ngaji kepada Mbah Abu Fadhol
di Senori-Bangilan, beliau bercerita kalau qaaimun itu artinya tegak,
sedangkan qawwamun itu artinya menegakkan. Jadi, yang dimaksud dengan
Ayat di atas adalah laki-lakilah yang bertanggung-jawab untuk menegakkan
hak-hak wanita, baik hak rezeki, hak nafkah bathin, nafkah lahir, hak
kehormatan, hak pendidikan, hak ibadah, hak dunianya, hak akhiratnya, dsb. Semua
itu sudah menjadi tanggung jawab laki-laki (suami). Jadi, posisi laki-laki
dalam keluarga itu bukan sebagai penguasa, melainkan sebagai penanggung jawab.
Kalau tanggung-jawab
suami melorot, maka istri boleh tanya, misalnya: "Kok ini ada
SMS nyasar?", ini berarti tanggung jawab suami sudah melorot.
Kalau sudah melorot nemen, maka istri boleh protes; sedangkan jika sudah
tidak ada tanggung jawab sama sekali dari suami, maka istri boleh meminta cerai
kepada suami.
Laki-laki yang
semula bertugas menegakkan hak-hak wanita itu, kemudian bergeser manjadi
penguasa, akhirnya proteslah kaum perempuan. Akan tetapi protes yang
mereka lakukan sudah kemajon, mestinya keserasian gender di dalam keluarga
dan persamaan gender di luar keluarga, namun kaum perempuan justru meminta sama
dengan laki-laki dalam hal syari'at, akhirnya ada yang nuntut menjadi imam
shalat. Kalau imamnya orang perempuan, sedangkan makmumnya laki-laki. Maka sing
oleh rejeki adalah sing sembahyang pas ndek burine imam. Lek
imame ruku', nanti akan ada "penyundulan" di situ.
Gerakan-gerakan di atas bergerak secara
sistematik dan melanda anak-anak perempuan kita, termasuk golongan Fatayat. Di
antara gerakan itu ada yang menginginkan bagaimana agar aborsi itu bisa menjadi
halal?, kemudian itu diprogramkan dalam sebuah founding. Inilah cara
yang mereka gunakan, dan ini jangan dianggap tidak bahaya. Jadi, kita itu harus
adil, tatharruf (ekstrimisme) itu bahaya, tashaddud (kekerasan
atau fundamentalis) itu bahaya, tapi tasahul (permisif atau paham serba
boleh) itu juga tidak kurang-kurang bahayanya. Yang dimaksud tasahul itu
adalah nyembrono kepada Syari'at Rasulillah SAW.
Untuk menghadapi gerakan-gerakan di
atas, maka kita harus bersifat tawassuth dan i'tidal. Namun, di
mana letak tawassuth-nya?, NU masih belum mempunyai patokan yang baku. Oleh
karenanya, saya mengusulkan kepada Rais Amm agar sebelum Mu'tamar nanti harus diadakan
Munas Alim Ulama', untuk merumuskan manhaj tawassuth dan i'tidal
agar bisa membedakaan antara yang tasyaddud dan tasahul. Munas ini
penting, supaya nanti ketika masuk Muktamar, tinggal ngedok tok. Hal ini
memang berat, namun kalau tidak ada ketegasan di dalam NU, maka anak-anak kita terancam
dalam bahaya.
Anak-anak
kita itu kalau dikerengi tok, ora iso obah, akhirnya dipek
wong. Saya pernah bertemu dengan salah seorang Doktor wanita di Jeddah. Dia
mengatakan bahwa 50% anak-anak perempuan yang menjadi liberal adalah disebabkan
mereka terlalu dikerasi oleh Kyainya sendiri. Jadi, anak-anak kita kalau terlalu
diketati, nanti akan lepas; dan kalau dilepaskan, justru tambah lepas. Oleh
karena itu penting untuk mengetahui di mana letak sikap tawazun?, dan ini
harus dijelaskan oleh NU.
Gerakan Liberalisme itu tidak hanya
melanda Islam, namun juga melanda Kristen, sedangkan Hindu-Budha kurang begitu diperhatikan.
Contoh: Orang-orang Kristen Protestan di Eropa dan Australia, mereka sudah ndak
niat dalam "berkristen". Akhire sing ndek gerejo kari sing wong
watuk-watuk tok, sedangkan anak-anak muda hanya mau masuk gereja kalau dia
mau kawin, karena "KUA"-nya terletak di situ. Sudah banyak gereja-gereja
yang dijual karena kosong, tidak ada jama'ahnya. Bahkan kantor NU di Australia
(Yaitu Pengurus Cabang Istimewa Australia), nggawe kantor ica'e
gerejo. Ini menunjukkan bahwa kristen pun juga kena imbas liberalisasi
dan akhirnya ambruk.
Adapun Kristen
yang ada di Indonesia kena tasyaddud atau ekstrimitas (tatharruf).
Misalnya: Peristiwa di Poso, Ambon, dsb. adalah dikarenakan ujung-ujung Islam
yang keras ketemu dengan ujung-ujung Kristen yang keras, akhirnya meledak
di situ, ditambah lagi dengan bumbu-bumbu politik dan polemik intenasional.
Pada tanggal 15 Februari 2006, saya datang ke
Brazil untuk mengahadiri WCC (sejenis "muktamar"-nya umat Kristen Protestan
di seluruh dunia) yang ke-9. Saya diundang karena dua alasan, yaitu: Sebagai ketua
organisasi Islam terbesar di dunia, dan organisasi NU yang saya bawahi ini
mempunyai sikap moderat, tidak ekstrim. Seluruh perwakilan umat Protestan di dunia
datang ke Brazil, tepanya di Porto Alegre (kota kecil yang indah). Pada waktu
itu ada Pastur dari Papua yang datang ke sana, dan dia mengusulkan agar Papua
lepas dari Indonesia dengan didukung oleh keputusan WCC. Untungnya saya ada di
situ, akhirnya mencegah usulan itu. Demikian juga dengan Ketua PGI yang tidak setuju
dengan usulan itu, akhirnya usulan itu mentah.
Selain
gerakan-gerakan di atas, sekarang ini ditambah lagi dengan gerakan yang baru, yaitu
atheisme dan komunisme mulai tumbuh kembali. Bentuknya tidak seperti dulu, karena
sekarang mereka lebih lunak. Meskipun komunisme dan atheisme sudah roboh, tapi
ruh-nya mulai dibicarakan di mana-mana. Saya curiga bahwa bentrok antar agama terjadi
karena dua alasan, pertama: bertemunya ujung-ujung ekstrimitas; kedua: mungkin
karena gerilya politik yang dilakukan oleh atheisme, seperti yang kita kenal
sebelum tahun 60' an. Ambil contoh peristiwa pelecehan Al-Qur'an di kota Batu. Pelaku
pelecehan yang tertangkap ada 41 orang, namun tidak ada satupun yang berasal
dari Kota Batu. Berdasarkan KTP-nya, mereka itu orang dari Flores, Solo, Madiun,
dsb. Lalu ada apa mereka kok ada di Batu?, menurut saya, pasti ada
desain yang lebih besar di balik itu semua.
Belum lagi gerakan yang zindiq-zindiq. Misalnya:
Ada yang ngaku sebagai Malaikat Jibril, kemudian ditangkap oleh polisi. Saya
menduga, itu adalah pekerjaan atheisme. Ingat, dulu ada zaman Mbah Suro.
Suasana itu
tumbuh kembali di tengah-tengah kekacauan, bentrokan dan kemiskinan masyarakat.
Oleh karena itu, NU harus kembali menjadi NU secara utuh. Di samping untuk keselamatan
NU sendiri, juga akan menjadi modal berharga untuk menyelamatkan Republik
Indonesia.
Oleh
karenanya, dalam menghadapi masalah-masalah yang saya sebut di atas, saya
tidak setuju NU menggunakan kekerasan dan massa. Kita harus tetap menggunakan
konsep bil hikmah wal mau'idzatil hasanah dan mujadalah billati hia
ahsan. Oleh karena itu, ketika di Bangil ada rencana mau menyerbu orang-orang
Syi'ah, maka saya tidak membolehkannya. Lha, karena saya tidak membolehkan
mereka, akhirnya justru saya yang dituduh sebagai anggota Syi'ah. Mereka
berkata: "Sekarang sudah jelas alasan Pak Hasyim bolak-balik ke Iran,
yaitu karena ternyata sudah menjadi syi'ah. Kita mau menyerbu Syi'ah di Bangil
saja, tidak perbolehkan".
Karena saya diarani
terus, terpaksa, bengine nang Pasuruan untuk nerangno. Saya
bilang, NU itu adalah organisasi yang sudah go internasional, sehingga harus
membela keadilan, termasuk keadilannya orang Barat, apalagi keadilannya sesama
muslim di dunia ini. Saya katakan, Iran sekarang sedang diplokoto oleh Israel
dan Amerika. Iran mau membuat nuklir untuk kepentingan tenaga listrik saja
tidak boleh, padahal Israel sendiri mempunyai nuklir untuk digunakan sebagai bom.
Nah, kita sebagai sesama muslim, masak diam saja melihat hal itu. Itu
sudah menjadi hak negara Iran untuk meningkatkan tekhnologi buat negaranya
sendiri secara berdaulat. Jadi, saya ke sana nggak onok hubungane
karo Syi'ah. Wong ketika Amerika dibom sama Al-Qaeda saja, saya pergi
ke Amerika paling awal untuk mengatakan bahwa terorisme itu salah dan NU siap memberantas
terorisme bersama Amerika. Namun ketika Irak mau diserang oleh Amerika, maka
kita memihak Irak, karena Irak adalah negara berdaulat. Jadi, NU harus berani ngomong
"ya" dan "tidak". Akhirnya NU mulai diregani karena
sikapnya yang konsisten.
Saya ingatkan
kepada orang-orang NU, kalau ngomong sama orang yang mempunyai ilmu,
maka gunakan konsep bil hikmah atau bil adillatil muhakkamah (dengan
argumentasi yang meyakinkan); kalau ngomong kepada orang umum, maka
gunakan ma'udzah atau al-wa'dzu wal irsyad (menuntun
mereka). Sedangkan kalau ada yang nyerang NU, maka ndelok nyerange.
Kalau nyerange dengan aqidah, maka kita lawan dengan aqidah; nyerang
melalui politik, lawan dengan politik; ekonomi dengan ekonomi; baru kalau ada
yang menyerang secara fisik, minta izin kepada Allah SWT untuk berperang. Inilah
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Sebenarnya yang
paling nggak seneng nang Iran adalah Saudi Arabia. Jadi, yayasan seperti
Al-Bayyinat itu memprovokasi supaya ada perlawanan terhadap Syi'ah, sedangkan yang
dijadikan ajang adalah jam'iyyah NU. Oleh karena itu, yang penting adalah bagaimana
cara kita menghadapinya, jangan terburu-buru menghadapinya dengan geruduk-geruduk.
Saya mendengar bahwa pada waktu shalat jum'at, ada pengumuman bahwa akan ada penyerbuan
dan pengusiran orang Syi'ah di Bangil. Kemudian saya meminta diumumkan kepada
masyarakat sana bahwa Ketua Umum PBNU melarang seluruh warga NU melakukan
penyerbuan itu. Hadapi masalah ini dengan dakwah dan mau'idzatil hasanah.
Sekarang NU
sudah go internasional. Sudah saya katakan, bahwasanya kalau NU pergi ke
luar negeri, itu adalah untuk melanjutkan perjuangan Komite Hijaz yang dirintis
oleh K.H. Wahab Hasbullah. Kyai Wahab pergi ke Arab Saudi, bukan untuk membawa
Wahabi ke sini, melainkan untuk memprotes Raja Saudi saat itu yang mau
membongkar makam para Shahabat Nabi. Jadi beliau ke sana untuk nawakno NU-nya,
bukan mau ngageni orang luar untuk masuk ke Indonesia. Sementara gerakan-gerakan
yang tadi saya sebutkan di atas, mereka telah mengageni gerakan luar
negeri untuk masuk ke Indonesia, sehingga pada dasarnya mereka itu telah dikendalikan
oleh pihak lain.
Sebenarnya
kita sudah mempunyai resep bagaimanacara NU dan Indonesia bisa selamat. Jangan jadikan
agama ini sebagai potensi konflik nasional, akan tetapi jadikan agama ini
sebagai potensi kebangsaan nasional kita. NU mempunyai 3 pendekatan, yaitu:
1.
Fiqhul Ahkam
Yaitu bagaimana
menentukan hukum menurut Islam. Fiqhul Ahkam ini menjadi tugasnya Bahtsul Masaail.
Orang yang terlibat di situ harus faqih, yaitu ngerti Fiqih secara mendalam,
karena Kyai itu kan banyak macamnya, ada kyai faqih, kyai mursyid, kyai murabbi,
kyai karomah, kyai tabib, dsb.
Bahtsul Masaail
itu bertugas untuk menentukan hukum-hukum fenomena yang ada. Karena hasil
Bahtsul Masaail ini jarang kita kemukakan, maka oleh luar negeri, NU
dikatakan tidak menggunkan hukum Islam, melainkan hanya menggunakan hukum adat.
Alhamdulillah,
karena saya ketepatan sudah menjadi bagian dari Pengurus Rabithah 'Alam Islamy
di Saudi, maka saya mulai menjelaskan bahwa di NU itu ada Fiqhul Ahkam dengan
hasil seperti ini. Mereka bertanya: "Kenapa tidak diumumkan?", Saya
jawab: "Karena menurut NU, yang bisa dikandani dengan Fiqhul Ahkam
adalah umat ijabah atau umat yang sudah siap menerima tahkim dari fiqih tersebut;
sedangkan buat umat yang di luar, masih muallaf atau baina-baina, maka kita
menggunakan Fiqhud Da'wah, bukan Fiqhul Ahkam. Karena kalau Fiqhul Ahkam itu
akan ngomong kamu kafir, musyrik, zindiq, dsb., sedangkan kalau Fiqhud Da'wah,
senajan orang itu kafir tenan, dia tidak dikafir-kafirkan maupun
diserang, melainkan diajak masuk ke dalam Islam.
2.
Fiqhud Dakwah
Fiqhud Dakwah
kita menggunakan 3 cara sebagaimana firman
Allah SWT dalam Surat An-Nahl : 125
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/
ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr&
4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr&
`yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr&
tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.
Nah, karena
dakwah bil hikmah (dakwah secara argumentatif) kita masih kurang, maka kita
tidak bisa meyakinkan orang lain, bahkan kadang melok agumentasi orang
lain untuk menyerang syari'at Nabi Muhammad SAW sebagai hasil dari gerakan liberalisme
di atas. Contoh: Wis onok wong NU dewe sing kondo, kalau ada
orang NU sing ngarani poligami itu halal, sekalipun Kyai, dia disuruh ngaji
lagi. Padahal, perkoro kowe emoh diwayuh, iku hakmu; tapi ojok
nyerang Ayat wayuh (poligami), karena Ayat ini teko Malaikat Jibril
AS. Pekroro kowe ora gelem diwayuh, iku dadi hakmu; lha
lek gelem diwayuh, wong lanang yo mesti senengane, wong
dia ada unsur penggeragasan-nya. Jadi, harus bijak dalam meletakkan di
mana seleramu dan di mana aturan Al-Qur'an. Sekarang ini orang sudah ngawur
karena diudek terus oleh faktor liberalitas.
Kalau dakwah bil hikmah-nya nanti
sudah jelas, maka dakwah bil mau'idzah hasanah harus kita lakukan dengan
sabar. Oleh karena itu, saya minta kepada orang-orang NU yang intelek agar kalau
pidato di desa-desa, ojok diwuru'i sing aneh-aneh. Mereka itu hendaknya dituntun
supoyo sembahyang dan nyambot gawe, ojok bolak-balik ngomong
partisipasi, sinkronisasi, dll. Wong-wong NU sing intelek, lek nde'e
ora ngomong ngono, wedi ora diarani pinter, lha iki repote. Kulo
niki, meski memperoleh gelar Doktor, tapi gak tahu ditemplekno, wedi
lali Al-Wa'dzu wal Irsyad yang ditujukan kepada orang-orang
awam.
Poro Kyai
iku akeh tamune, mergo beliau iku wa'idz dan mursyid, yaitu
menangani permasalahan-permasalahan riil yang dihadapi oleh masyarakat,
misalnya: mantu, jodoh, rumah tangga, dsb. Adapun yang mulang
kitab sing gede-gede iku Ustadz, sedangkan Kyai yang ngurusi
wong pegatan lan liya-liyane. Peran memberi Al-Wa'idz dan Al-Irsyad
ini juga sudah mulai surut, karena sudah banyak Kyai yang menjadi pengurus PKB
dan PKNU, dadi tamune malih kurang, sebab sing wong
PPP gak gelem merono. Sak jane Kyai iku rugi menurut
totalan ilmu poro gapite.
Sedangakan
dakwah dengan mujadalah billati hia ahsan juga masih kurang. Misalnya: Kalau
kita diserang dalam masalah-masalah gender, maka kita harus membuat buku
tentang permasalahan itu. Namun kenyataannya kita hanya muring-muring tok,
sehingga tambah diisin-isin karo bocah-bocah sing nom.
Mujadalah di sini harus sesuai dengan jurusannya. Misalnya: Kalau kita disindir,
cukup dibalas dengan nyindir saja. Kalau yang diserang adalah masalah politik,
maka Mujadalah pun harus ditujukan pada politik. Dengan demikian, maka
posisi rakyat dan umat Islam akan menjadi terorganisir.
3.
Fiqhus Siyasah
NU itu juga
mempunyai pendekatan politik. Politik di sini dibagi menjadi 3 bagian: Politik
internasional, politik nasional dan politik kepartaian. Bagaimana NU menasharufinya?.
Di dalam politik internasional, NU
harus mengibarkan bendera Rahmatan lil 'Alamin. Misalnya: Sekali membela
Amerika, sekali melawan Amerika. Kalau kita dibenci, yo sak karepmu
kalau disangoni, ya Alhamdulillah. Sekali mengkritik Iran karena bersifat
eksklusif, tapi sekali kita membela Iran karena hak-haknya diinjak. Jadi, yang
dimaksud Rahmatan lil 'Alamin di sini adalah sikap tawassuth
dan 'adalah (garis moderasi dan garis keadilan).
Dalam politik
nasional, sebenarnya ketika para Wali Songo masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia
masih memeluk agama Hindu, Budha dan kelenik. Kelenik itu jurusannya
Nyi Roro Kidul, Mak Lampir, dsb. Berkat cara-cara dan karomah para Wali Songo, akhirnya
masyarakat Indonesia 90% masuk Islam, padahal mereka nggak pakai
perang maupun kekerasan. Di seluruh dunia, Islamisasi model ini hanya terjadi di
Indonesia dan Melayu. Jadi, proses pemasukan kepada Islam secara mayoritas mutlak
tanpa gegeran, itu adalah hasil kreasi para Wali Songo.
Kenapa dakwah
Wali Songo bisa berhasil?, Salah satunya adalah karena di dalam membawa agama Islam,
masyarakay diberesi dulu kebutuhannya, baru diajak kepada kebenaran (al-ihsan
tsummal haq). Misalnya: Kalau Wali Songo berdakwah di Tuban, maka terlebih
dulu mereka bertanya: Apa kesullitan yang menimpa desa ini?, jika kesulitannya
adalah boten wonten udan, maka Wali Songo langsung melakukan shalat Istisqa'.
Sesaat kemudian turun hujan karena yang berdo'a adalah wali. Kemudian, jika
desa itu mengalami wabah penyakit, maka Wali Songo berdo'a agar wabah itu hilang.
Setelah itu, Wali Songo menjelaskan kepada masyarakat tesebut: "Iki kabeh
teko Pengeran, Opo kowe ngandel?", Akhirnya masyarakat pun
mengikrarkan dua kalimat syahadat.
Sekarang ini,
Islamisasi dilakukan dengan kekerasan, sehingga metode Wali Songo di atas
dipakai oleh orang-orang Kristen Katholik. Mereka berpikir, bagaimana
menyantuni orang, baru kemudian di-Kristen-kan. Jadi, ada hikmah kita yang
diambil oleh orang lain. Sementara itu, kita hanya muring-muring tok,
mergo wong Kristen bagi-bagi beras, padahal rakyat butuh beras, ora
butuh pidato. Wong sing luwe iku ojok didalili, sebab dalil
iku kanggo wong sing wis warek.
Kenapa masyarakat dahulu kok gruduk-gruduk
masuk Islam?, Alasan lainnya adalah karena dakwah Wali Songo menghindari bentur
dengan kekuasaan. Kerajaan tidak diserbu oleh Islam, cuma rajanya saja yang di-Islam-kan,
sehingga tidak ada konflik antara kekuasaan dengan gerakan dakwah Islam
sendiri. Misalnya: Ketika Sultan Agung masuk Islam, maka masyarakat Mataram pun
langsung masuk Islam. Jadi, Islamisasi dahulu itu menggunakan gerakan kultural,
bukan melalui nation state.
Metode Wali Songo
ini sekarang harus tetap kita pakai. Kalau kita mempunyai ketentuan dalam
Fiqhul Ahkam, kemudian mau dibawa ke lingkup negara Indonesia, yaitu ke dalam
pemerintahan atau nation state, maka harus secara maknawi, bukan secara lafdzi.
Jadi, kita tidak mengirim surat kepada DPR dengan dalil-dalil Al-Qur'an dan
Hadits. Misalnya: Korupsi itu harus harus diberantas. Maka bikinlah UU
anti-korupsi, ndak usah bikin UU Islam anti-korupsi, mergo sing dudu
Islam moh teken. Metode yang kita pakai ini sulit dipahami oleh orang Timur
Tengah, baru belakangan ini mereka paham. Dikiranya, kita ini tidak berbuat
apa-apa di dalam lingkup nation state berkenaan dengan Syari'at Nabi Muhammad
SAW.
Suatu ketika,
saya datang kepada Syaikh Amir Qabbalan di Libanon. Di sana saya ditanya oleh
beliau: "Kenapa NU tidak melakukan syari'at, padahal ada Ayat (Surat Al-Maaidah
: 44) :
`tBur óO©9 Oä3øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÍÍÈ
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.
Saya jawab: "Menurut NU, yang harus menghukumi dengan
hukum Allah SWT di sini adalah orang, bukan institusi; karena institusi itu
tidak akan dihisab".
Kalau menggunakan
pendekatan logika, maka kebenaran ASWAJA itu akan kelihatan jelas. Contoh: Mengapa
kita sampai menerima Pancasila?, itu karena Fiqhus Siyasah digabung dengan Fiqhud
Da'wah dan Fiqhul Ahkam, sehingga selamatlah Negara Indonesia ini, hukum
sekaligus tolerasi yang ada di sini.
Kalau ada orang
datang ke Indonesia hanya dengan membawa Fiqhul Ahkam, maka isi pidato di mana
saja hanya mengkafir-kafirkan orang. Dengan demikian, orang kafir tidak akan
masuk Islam, justru mereka akan membuat perlawanan yang bisa mengakibatkan pecahnya
NKRI. Kalau Republik Indonesia ini pecah, berarti mayoritas umat Islam yang ada
di Negara ini tidak bisa memimpin NKRI.
Berkenaan
dengan politik kepartaian, maka kita akan menata hubungan NU dengan partai
politik. NU bukan partai politik dan tidak boleh menjadi partai politik!, sebab
partai politik itu mudah pecah. Ada gegeran, suatu parpol akan pecah,
pecahannya pun akan pecah maneh. Contoh: PKB pecah; PPP pecah, dan
pecahannya adalah PBR; bahkan PBR pun pecah lagi. Hanya Golkar tok sing gak
pecah, sebab isinya adalah "syaikhul masyayikh" di bidang perpolitikan.
Masih Golkar ketok ruwet, tapi iso wae. Partai sing
liyane iku partai anyaran, sedangkan partai Golkar itu sudah
sangat berpengalaman. Sebetulnya Golkar juga ada retak-retaknya, tapi iso
nutupi, sebab penghuninya sudah pada kelas masyayikh di bidang siyasah.
Bayangkan
kalau seandainya NU menjadi partai politik. Jika ada orang tidak puas atau
tidak kumanan, maka dia akan keluar dari NU. Kalau keluar dari NU,
berarti dia telah keluar dari manhaj yang tadi sudah saya sebutkan, dan
itu jauh lebih mahal dari sekedar kekuasaan.
Harus diakui bahwa NU juga memerlukan
perlindungan politik. Siapa yang diminta menjadi pelindung politik NU?, Lek
iso yo anake dewe. Lek anake ndodro, yo sak enake. Wong-wong
NU iku lek wis oleh barokahe, "Bapakmu" iku tetesono.
Lha sing angel iku, netese; lek budale oyok-oyok'an ngaku
NU. Saben ape pemilu, podo kondo dadi anake NU, lha lek
wis manggon, nde'e ngomong: "NU iku kudu melok Khitthah,
ajok melok-melok aku". Tapi lek wis pedotan karo
Parpol, dia balik kucing ke NU.
Setelah diadakan survei, survei
membuktikan bahwa anak kita yang berangkat ke jalur politik itu tidak disangoni
ilmu politik yang sesungguhnya untuk mengatur negara. Politik adalah sebuah
gerakan yang akan menata negara dalam proses aturan perundang-udangan dan
setelah itu, hasilnya digerakkan untuk kepentingan masyarakat yang memilih. Dalam
berpolitik itu perlu ilmu, kapasitas, dan kapabilitas. Sedangkan NU ngecolno
anake cul-culan tanpa ada dirosah tentang politik. Dadi,
podo karo wong dikongkon ngelangi, tapi gak diajari carane ngelangi.
Contoh: Kadang-kadang ada warga NU di pemerintahan yang tidak bisa menulis
latin, dadi nulis nang Ketua DPR karo tulisan pegon. Jare
Ketua DPR: "Iki jimat, opo surat?". Ketika ditakoni tentang
Anggaran Belanjanya seperti apa?, Ilmu ekonominya seperti apa?, Dia nggak
iso jawab, ancene nde'e asale ora ono urusane ambek
perkoro-perkoro iku.
Jenenge wong, karepe iku: "tambah
gelem, kurang ojok". Dadi, kalkulatore iku isine mung tambah
dan kali, sedangkan bagi dan kurang, ora onok. Seperti peristiwa di Jawa
Timur, berangkat ke Jakarta dishalawati, tapi setelah itu, mlebu kantor
NU tok gak gelem, mergo wedi lek dijalu'i gedang
goreng. Ngene-ngene iki piye?. Artinya: bahwa kita tidak bisa menyalahkan
anak-anak NU saja, tapi ini semua juga menunjukkan bahwa institusi NU tidak
mempersiapkan anak-anak NU itu dengan baik.
Saya
kadang-kadang merasa iri sama Muhammadiyah, hanya di bidang manajemen. Saya
punya teman yang namanya Pak Malik Fadjar. Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
itu diurusi mulai cilik ngantek sak mono gedene. Barang wis sak mono
gedene, beliau leren dadi Rektor UMM, lalu menjadi dosen biasa.
Kalau itu terjadi pada orang NU, yo wani gelute. Contoh: Di Darul Ulum iku
onok Rektor loro gegeran, lalu nekakno mushlih (pendamai)
teko Jakarta. Akhirnya mushlih itu sendiri menjadi Rektor, sehingga
Rektor Darul Ulmu onok telu. Jadi, di sini ada perasaan yang salah di
kalangan orang-orang NU, yaitu perasaan bahwa seharusnya dia itu milik NU, tapi
dia mengatakan bahwa NU milik dia.
Saya sudah menjadi Ketua Umum PBNU dua
kali, ya sudah. Saya bisa dijadikan apa saja, entah menjadi ketua yang tidak
umum atau menjadi umumnya ketua. Dulu saya juga menjadi Ketua Ranting NU. Jadi,
saya ingin memulai pemahaman bahwa kita semua ini adalah milik NU.
Saya masuk pada
bab yang lain, yaitu tentang Nahdhatut Tujjar. Organisasi NU ini tidak
bisa terhormat tanpa bisa membiayai dirinya sendiri. Selama NU masih menjadi
peminta, maka NU tidak mungkin berada dalam maqam mahmudah. Meminta itu memang
boleh menurut AD/ART, tapi hal itu tidak boleh menjadi andalan. Yang menjadi
andalan adalah sikap mandiri. Apa itu mungkin?, itu memungkinkan, kalau kita bersungguh-sungguh.
Misalnya: Dalam
APBD tahun depan, kira-kira berapa Anggaran yang bisa diperuntukkan untuk guru
ngaji?. Mosok gak iso, wong digawe bal-balan wae metu 25 Milyar.
Sebaiknya 25 Milyar itu dibagi loro, yaitu 12 Milyar diperuntukkan para guru
ngaji. Lha, ngedome iki harus tercantum dalam APBD-nya, gak
iso Bupati ngenehi-ngenehi ngono tanpa tercatat dalam APBD, karena
Bupati bisa ditangkep oleh KPK, sekalipun Bupatinya orang NU. Lalu garapan
(proyek) di Malang Selatan. Bagaimana proyek itu bisa dikonsepkan oleh PEMDA,
lalu yang mengerjakan adalah orang NU. Tapi hal-hal semacam ini tidak pernah
dilakukan. Mumpung sak iki Kepala Daerah dipilih secara langsung, maka
harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sebab dia mesti mikir-mikir, lek gak
ngenehi, nanti gak dipilih maneh. APBD Jatim itu kan puluhan trilyun,
seandainya satu trilyun saja yang dikemas dengan sebaik-baiknya, tantu akan
jadi manfaat, akan tetapi anggota DPR dari warga NU, masuk ke kantor NU saja,
tidak pernah dan tidak mau. APBD sendiri ada dua macam; berupa uang yang bisa
dibagi dan berupa garapan yang bisa digarap bersama-sama.
PBNU saat ini
sudah mulai punya uang. Jadi, saya ke sana ke mari sampai ke seluruh dunia itu,
sepeserpun tidak pakai uang negara. Alhamdulillah, nyatanya itu bisa
kita lakukan. Kalau PWNU bisa seperti PBNU, kan gagah. Akan tetapi semuanya harus
disertai manajemen dan transparansi serta akuntabilitas. Kalau tidak demikian,
maka akan menjadi fitnah bagi NU. Jadi, NU itu serba salah; gak duwe duit,
sumpek; duwe duit, kena fitnah mergo duwe duwek.
Saya masuk pada
bagian terakhir, yaitu bagian internasional. Saya mau cerita tentang bagaimana NU
bisa go internasional. Saya dipilih menjadi Ketua PBNU pada tahun 1999.
Ketika saya berangkat dari Malang ke Jakarta, saya gak direken wong. Pikiran
mereka, "iki onok arek ndeso, kate mimpin NU, opo ngerti
ubang-ubenge Jakarta?, Jadi, saya sama wong Jakarta blas gak
direken. Kebetulan saat itu pas Kantor PBNU dibongkar, sehingga saya
harus nyewo. Setelah itu, baru saja mau masuk ke kantor PBNU baru yang
sudah jadi, ada geger Gus Dur yang mau diturunkan sebagai Presiden. Akhirnya
baru pada akhir periode pertama, yaitu tahun 2003, saya mempunyai pikiran,
setelah sering pergi ke luar negeri, kenapa NU yang begini besar, tapi
kurang didengar?, Maka saya memberanikan diri untuk mendirikan ICIS (International
Conference of Islamic Scholars) untuk kali pertama.
Tujuan
didirikannya ICIS adalah :
1.
Untuk bersilaturrahim dengan
ulama'-ulama' ASWAJA dan non-ASWAJA di seluruh dunia;
2.
Bagaimana supaya negara-negara
maju dan negara Barat bisa menghargai NU;
3.
Bisa menjembatani hubungan antara
Timur dan Barat
Selain itu, saya
juga ingin Pesantren-pesantren di Indonesia mendapatkan mu'adalah di Universitas-universitas
seluruh dunia, syukur-syukur kalau ada tukar-menukar dosen dan beasiswa di
kalangan kita.
Alhamdulillah, organisasi ICIS
ini jalan. Setelah jalan, maka banyak anak-anak kita yang dikirim ke luar
negeri. Tapi yang bisa ditempati, baru negara-negara Timur Tengah yang dalam
dua tahun ini sudah ada 148 pelajar yang terkirim. Sedangkan yang di negarat Barat
baru dapat 4 orang. Sebenarnya dulu dapat 14 orang untuk sekolah di Inggris,
tepatnya di Cambridge University. Namun setelah 14 pelajar itu diuji, yang
tidak lulus ya 14 orang itu tadi, akhirnya khatam.
Pada konferensi
ICIS II tahun 2006 kemarin, mulai ada 57 negara yang menghadirinya. Setelah itu
NU mulai dipercaya dan diminta pendapatnya mengenai konflik yang ada di Timur Tengah,
termasuk konflik antar negara-negara Timur Tengah dan konflik Timur Tengah dengan
negara Barat.
Yang pertama
kali meminta saya adalah negara Thailand. Penduduk muslim di Thailand Selatan hanya
8 % saja, akan tetapi mereka meminta Thailand menjadi negara Islam, gara-gara para
Ustadz-nya adalah lulusan dari Saudi Arabia. Karena menuntut berdirinya negara
Islam di tengah-tengah negara Budha, sudah pasti kaum muslimin di sana diberondong
oleh tentara Thailand. Hal ini berjalan terus-menerus sampai 23 tahun, sehingga
mereka begitu menderita.
Alhamdulilah,
saya di sana bertemu dengan Raja Thailand. Raja ini dianggap sebagai keturunan
Dewa. Ketika itu, PM-nya masih dipegang oleh Thaksin S. Di sana saya juga ketemu
dengan Angkatan Darat. Setelah itu, di sana ada perdamaian selama 4 bulan. Tapi
ya begitu, banyak negara asing yang tidak ingin umat Islam selamat. Oleh karena
itu, mereka memprovokasi lagi muslim Thailand agar memberontak lagi. Tahukah kamu,
siapa yang membuat kekacauan ini?. Kalau diurut betul, akhirnya juga sampai
kepada Israel melalui geraan-gerakan intelejen.
Habis itu saya
dimintai tolong terkait muslim di Filipina Selatan. Di sana saya ketemu dengan
Nur Mishwari. Sekarang kondisinya rodok adem. Namun karena setiap yang baik
itu, pasti ada yang ngaco dan itu berada dalam satu komando.
Setelah itu, mengurusi masalah pertempuran
antara Hamas dan Fatah di Palestina. Fatah itu menganut garis lunak. Selain
Hamas dan Fatah, di sana juga ada kelompok Otoritas Palestina, yaitu
orang-orang Palestina yang pro-Israel.
Ndak
tahu bagaimana, Pemilu Palestina dimenangkan oleh Hamas, sehingga orang Barat
marah-marah. Kemarahan itu diwujudkan dalam bentuk membikin konflik antara
Hamas dan Fatah, yaitu dengan cara aliran duit-nya distop. Mestinya uang
itu untuk pemerintah Palestina yang dipegang oleh Hamas, namun hanya dikasihkan
Fatah, sedangkan Hamas tidak dikasih. Akhirnya
terjadilah pertikaian dan saling tembak di antara keduanya.
Setelah itu,
saya diundang ke Palestina. Di sana saya harus mencari tokoh Hamas yang bernama,
Khaled Mas'al. Saya cari di Palestina tidak ada, di Libanon juga tidak ada, dan
ketemunya justru di Damaskus, tepatnya di suatu daerah yang menjadi sentral
komando Hamas. Kemudian Khaled ini bercerita tentang betapa pedihnya kondisi penduduk
Palestina, betapa Fatah telah dimanfaatkan oleh Israel, penderitaan yang begini-begitu,
dsb.
Memang yang diceritakan
oleh Khaled itu betul adanya, sebab dua hari sebelum saya pergi ke Damaskus, yaitu
ketika berada di Libanon Selatan, saya ketemu dengan seorang ibu yang umurnya
kurang lebih 70 tahun. Saya tanya: :Bagaimana keadaan ibu di sini?, bagaimana
keadaan Palestina dan Israel?". Ibu itu menjawab begini: "Alhamdulillah,
saya mempunyai enam orang anak dan suami satu. Suami saya sudah syahid; anak
pertama sampai anak kelima, semuanya sudah syahid, tinggal anak saya yang nomer
enam. Saya berdo'a mudah-mudahan anak ke-6 ini juga syahid. Kalau dia sudah
syahid, baru saya yang akan menyusul mereka sebagai ibunya untuk menjadi syahid
dunia dan akhirat". Iki perempuan sing umur 70 tahun, bandingno
ambek perempuan kene sing geger gender tok. Jadi, kalau di sana ada bom bunuh diri, saya bisa
memahaminya, namun kalau di sini ada bom bunuh diri, saya tidak bisa memahaminya.
Setelah Khaled Meshaal cerita panjang, kiro-kiro
wis kesel, saya menjawab; "Sampeyan dijajah selalam 60 tahun, sedangkan
Indonesia dijajah selama 350 tahun. Dadi, nek itung-itungan soro,
awak-awakan iki ojok diceritani. Yang kedua: Penjajah itu jangan Anda
harapkan beramal shalih, sebab gak onok penjajah sing beramal
shalaih, dan jangan berharap penjajah itu tidak akan memecah belah bangsa yang
dijajah, sebab memecah belah itu menjadi senjata setiap penjajah. Jadi, ketika sampeyan
berperang dengan Fatah, bararti Anda telah mengerek bendera putih kepada Israel".
Seketika itu, Khaled Meshaal marah dan berkata: "Tidak bisa!, saya
selamanya tidak akan mengerek bendera putih di depan Israel". Maka saya
jawab: "Kalau Anda tidak mau, maka Anda harus berdamai dengan Fatah".
Akhirnya
tanggal 5 Februari, Khaled Meshaal dari Hamas dan Mahmoud Abbas dari Fatah berangkat
umrah bersama, dan di sana mengadakan pertemuan untuk berdamai. Setelah itu,
Hamas dan Fatah berdamai, dan mereka bersyukur serta kirim utusan ke kantor PBNU.
Dadi, penggawean saya itu disuruh
ngerukunno wong, padahal yang di NU, geger gak mari-mari. Lalu saya
kirim surat balasan, "Sekalipun Anda sudah bersatu, Anda tetap akan dipecah
belah, maka bertawakkallah". Benar saja, sekarang ini, para Menteri dan DPR
Palestina ditangkepi oleh Israel. Yang ditangkepi yang berasal
dari Hamas, sedangkan yang dari Fatah tidak ditangkap.
Setelah itu ada
lagi peristiwa yang mengerikan, yaitu perang di Irak. Ketika terjadi peristiwa
11 September 2001, NU mendukung gerakan anti-teroris dan itu saya ucapkan di
muka George Bush ketika di Bali. Itu sudah saya lakukan dengan sungguh-sunguh,
tapi Amerika tidak mau menghargai semua pekerjaan kita ini. Sehingga Amerika tetap
menyerang Irak dengan membabi buta. Padahal saya sudah mengingatkan kepada
George Bush bahwa dia boleh melawan Saddam, tapi jangan sampai merusak negara Irak,
karena tindakan itu sangat berbahaya untuk dunia Islam dan dunia pada umumnya.
Setelah Irak diserang, akhirnya Amerika
menang. Setelah menang, Amerika mengangkat presiden dari Syi'ah hanya untuk menggantung
Saddam. Setelah itu, ganti anak buahe Saddam sing diobong-obong
Amerika. Misalnya: Masjid Sayyidina Ali dibom, supaya orang Sunni yang dianggap
ngebom; dua hari kemudian, giliran Masjid Syaikh Abdul Qadir Jaelany
yang dibom, supoyo orang Syi'ah yang dianggap ngemob. Akhirnya terjadi perang
saudara antara Syi'ah dan Sunni, dan lebih dari 200 orang meninggal dunia
setiap hari. Jadi, Syi'ah dan Sunni tidak berperang dengan sendirinya, karena sudah
ratusan tahun kedua aliran ini berdamai, baru setelah Irak diserang oleh Amerika,
keduanya saling bunuh-membunuh.
Pada tanggal
27 Januari 2007 saya dipanggil oleh SBY. Saya datang, karena saya kan
rakyat biasa dan karena nyalon Cawapres kok tidak jadi; kenapa tidak
jadi?, ya karena sampeyan ndak mau milih saya. Saya datang ke
sana sore hari, Pak Presiden mengatakan: "Pak Hasyim, tolong berangkat ke
Timur Tengah bersama Menlu, Menlu bertugas untuk urusan negara, sedangkan Pak Hasyim
bertugas menemui ulama'-ulama' dan tenaga tempur di sana". Saya jawab: "Kalau
ini memang untuk kepentingan umat, kepentingan Islam dan kepentingan Indonesia,
maka sekarang juga saya akan berangkat". Dadi, lek gak dadi Wakil
Presiden iku gak oleh mangkel, karena iku koyo arek cilik.
Malah engko lek aku dadi, tambah ngurusi Lumpur Lapindo, dan jika
beras mundak, maka Al-Hikam ini akan didemo.
Akhirnya saya
berangkat ke Timur Tengah. Di sana saya ketemu dengan mufti Sunni dan mufti
Syi'ah; Presiden Syiria, Irsyad; Perdana Menteri; Dr. Shalahuddin; dan tokoh
lainnya. Kemudian kita berdiskusi dan semua mengatakan bahwa pertentangan antara
Sunni dan Syi'ah tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan sebagai hasil dari
rekayasa yang begitu rapi. Jadi, para penjajah ingin menang tanpa mengeluarkan
biaya maupun tenaga. Maka satu-satunya jalan adalah oang Syi'ah dan Sunni harus
segera diajak berunding. Saya bertanya: "Sekarang siapa yang harus
mengundang?, sebab kalau yang ngundang Syi'ah, maka yang Sunni ndak
datang; begitu juga sebaliknya". Lalu saya tawarkan, "Bagaimana kalau
yang ngudang adalah Indonesia", Mereka menjawab: "Boleh, tapi atas
nama NU". Setelah itu saya menyetujuinya.
Saya akan bekerja sama dengan
pemerintah, karena saya tidak punya tiket untuk niketi mereka semua. Jadi,
pikiran melok NU, tiket melok pemerintah. Inikan sudah bener
menurut ilmunya NU. Akhirnya terjadilah kesepakatan pertemuan dilakukan pada
tanggal 3 dan 4 Maret 2007. Akan tetapi, sayang seribu kali sayang, 10 hari
sebelum ada konferensi internasional di Bogor, ada acara penanda-tanganan Dewan
Keamanan PBB di New York untuk memberikan sanksi kepada Iran yang sedang
memperkaya uranium nuklirnya. Padahal seperti yang tadi saya sebutkan, nuklir
Iran itu masih belum sampai pada tingkat senjata, baru untuk tekhnologi
kelistrikan.
Ndak
tahu bagaimana, wakil Indonesia ikut menanda-tangani kesepakatan untuk menjatuhkan
sanksi kepada Iran, padahal Iran mau kita undang ke Bogor. Maka dengan demikian,
Syi'ah mogok gak gelem teko nang Bogor, akhire sing
teko dari Syi'ah hanya golongane krocok-krocok, digawe eruh-eruhan
tok.
Terus terang,
baik secara pribadi maupun sebagai Ketua PBNU, saya sangat menyesalkan tindakan
wakil Indonesia di atas. Andaikan kesepakatan itu tidak diteken, kita tidak
usah melawan Amerika, cukup abstain saja, itu sudah baik.
Artinya; Kita tidak ikut menghukum Iran, biarlah orang lain yang menghukum,
karena kita tidak bisa mencegahnya. Paling tidak, kita ikut menghukum Irak, iki
tok sudah cukup!. Akhirnya, konferensi di Bogor hanya didatangi oleh sedikit
peserta.
Untuk menjaga
perasaan orang Syi'ah di seluruh dunia, maka saya berangkat ke Iran untuk
menetralisir keadaan ini. Supoyo ojok gelo, sekalipun Syi'ah gelo
terhadap RI, tapi saya minta Syi'ah jangan menghentikan proses perdamaian antara
Syi'ah dan Sunni di Irak.
Di Indonesia
ada lagi event internasional yang meminta supaya Amerika Serikat keluar
dari Irak. Tapi itu semua tidak didengarkan. Jangan lagi kita yang minta
seperti itu, Partai Demokrat di Konggres Amerika saja ditolak dengan veto,
sehingga pasukan Amerika masih tetap di sana sampai sekarang.
Saya tidak
bisa cerita bagaimana penderitaan orang Irak. Ketika di perbatasan Syiria dan Irak,
saya melihat video yang menayangkan seorang ibu yang hamil, kemudian lehernya
dipotong, perutnya dirobek, janinnya diambil dan dibakar muka umum. Itu
gambaran penderitaan bangsa Irak. Begitu luar biasa penderitaan mereka.
Maka dari itu, kita semua harus
menyelamatkan keadaan ini dengan konsep, tidak bisa hanya dengan marah-marah
saja. Kita boleh tidak setuju kepada Syi'ah karena kita orang Sunni, tapi kita
juga tidak ingin kalau kita dengan Syi'ah diputar dan dipermainkan oleh orang
lain agar saling bunuh satu dengan yang lain.
Pesan terakhir,
masjid dan mushalla kita harus dijaga. Setiap Ranting NU harus membentuk Anak Ranting;
sedangkan yang bertindak sebagai Ketua Anak Ranting NU adalah ketua takmir masjid
setempat. Ingat!, kalaupun masjid kita ditempati oleh orang lain, itu tak lain karena
kita sendiri malas berjama'ah di situ. Kita ini hanya sregep membangun masjid,
tapi tidak sregep jama'ah di dalam masjid.
0 komentar:
Posting Komentar