PIDATO PENGARAHAN ABAH HASYIM
Mennegristek Prof. Ir. Kusmayanto Kadiman, Ph.D dalam acara peresmian Lab Komputer dan Warintek Al-Hikam |
Yang harus selalu anak-anakku ingat,
bahwa Al-Hikam ini adalah Lembaga Pendidikan. Kamu di sini untuk dididik,
dibangun dan dikembangkan karakter serta kepribadiannya. Jadi, jangan ada yang
menganggap bahwa kamu boleh semaunya sendiri di sini. Kalau pribadi ini ingin
hidup, maka pertama kali yang dihidupkan adalah hati. Menghidupkan hati itu
tidak bisa hanya dengan ceramah saja, akan tetapi harus dengan ibadah. Oleh
karena itu, shalat, dzikir, istighatsah dan semacamnya adalah sarana untuk
menghidupkan hati. Kemudian, baru pikiran yang dihidupkan. Pikiran itu
dihidupkan dengan ilmu pengetahuan, yaitu melalui dirosah dan kuliah. Jika hati
dan pikiranmu itu hidup, maka keduanya akan mengatur kehendak-kehendakmu,
kemauanmu, dan kreasimu, agar ada keseimbangan antara perkembangan dan
kelurusan hidup. Semua itu harus bersentuhan dengan pengalaman pengorbanan dan
tanggung jawab. Dari situ baru akan melahirkan kekuatan untuk mengatasi
berbagai masalah.
Pendidikan akan berhasil kalau seseorang
berhasil mengatasi masalah hidupnya, dan dia tidak akan pernah berhasil, ketika
hidup orang itu sendiri sudah bermasalah. Oleh karena itu, anak-anak muda yang
hidup dalam derita, sangatlah bagus, asalkan tidak pada tingkat kolaps. Jadi,
sekolah atau mencari uang sendiri dengan mengajar, itu lebih indah dan lebih
memungkinkan bagi dia untuk tumbuh menjadi orang besar dibandingkan anak-anak
muda yang bersikap hedonis, karena pengorbanan yang dia lakukan merupakan
latihan membentuk kepribadiannya. Teman-teman saya dulu yang ketika masih hidup
serba enak-enakan, ketika mereka sudah tua, tidak tersisa apa-apa, kecuali
hanya mengeluh. Sedangkan teman-teman saya yang masa mudanya penuh pengorbanan,
pada umumnya mereka memperoleh sesuatu yang prestisius.
Nah, karena kamu ini tidak bisa disuruh
menyabit, maka paling tidak, kamu harus latihan memikul tanggung-jawab.
Tanggung jawab ini harus dibentuk, karena tidak bisa berkembang dengan
sendirinya pada dirimu. Jadi, masing-masing anak Al-Hikam harus pernah diberi
tugas, kemudian dia bertanggung jawab dalam menjalankan tugas tersebut,
kemudian melaporkan kekurangan dari tanggung jawab yang dia laksanakan. Yang
demikian ini kelihatannya sepele, padahal ini adalah masalah besar.
Untuk belajar tanggung jawab ini, harus
ada pendidikan secara personal dan kolektif. Pendidikan personal dengan cara
penugasan dari ustadz secara sendiri-sendiri,
sedangkan pendidikan kolektif harus dalam organisasi dan manajemen.
Sekalipun di sini sudah ada saya dan para Asatidz, namun di sini harus tetap
ada OSPAM sebagai tempat latihan tanggung jawab. Pasti sulit untuk mengemban
tanggung jawab, namun justru kesulitan itulah yang akan menguji kamu apakah
mampu atau tidak menjadi pemimpin yang tanggung jawab?.
Orang yang demokrat itu harus berani
dipimpin dan memimpin. Di Indonesia ini, orang hanya mau mempimpin, tidak mau
dipimpim. Oleh karena itu, mantan Presiden selalu saja meributi Presiden di
belakangnya, karena merasa dia lebih dulu menjadi Presiden dari pada Presiden
yang sekarang. Budaya seperti ini salah, karena kalau seseorang berani
memimpin, kemudian dia lengser, maka dia harus berani untuk dipimpim. Kondisi
ini sudah tercipta di negara-negara yang maju. Presiden terdahulu ikhlash
ditugasi oleh Presiden belakangnya. Contoh: Jimmy Carter, Bill clinton, George
Bush senior, bahkan Goerge Bush yang tukang tembak ini, jika dia sudah lengser,
dia juga siap diperintah oleh Presiden yang baru. Kondisi seperti ini sehat.
Adapun fungsi OSPAM antara lain:
v Pelajaran
tanggung jawab
v Pelajaran
memimpin
v Siap
memimpin dan siap dipimpin
Pergantian pengurus OSPAM ndak usah
terlalu lama, supaya bergulirnya cepat. Nanti kamu jangan ogah-ogahan menjadi
pengurus OSPAM, karena menganggap menambah beban pekerjaan, karena justru di
situlah letak pentingnya OSPAm.
Saya sering mendapat keluhan dari
anak-anak yang keluar yang di sini karena malas, akhirnya mereka itu nyesel,
karena ketika di rumah, mereka disuruh ngimami ndak bisa; disuruh
memimpin istighatsah, ndak bunyi; disuruh memimpin tahlil ndak
mau, tapi mau berkatnya; tampil di masyarakat dengan tidak percaya diri, mulai
dari cara jalannya, caranya memimpin, dsb. Senengane cuma menjadi jadi
kuli, sehingga tidak mempunyai kreativitas.
Penyakit yang melanda kamu adalah
penyakit kebebasan yang tanpa manhaj atau kebebasan yang tidak
menggunakan patron, sehingga melahirkan demo-crazy bukan lagi democracy.
Kondisi ini sedang melanda Indonesia secara besar-besaran, sehingga masyarakaty
kita suka demo, protes, kritik, melawan, akan tetapi mereka sendiri tidak
produktif, karena potensinya dihabiskan untuk ekstrovert, bukan tidak
pengembangan diri.
Memang
pada waktu dipimpin Pak Harto dulu, masyarakat tertib dan tenang, namun
tenangnya itu karena ndak iso obah, bukan tenangnya orang yang dinamis.
Ibarat mobil Kijang yang diisi 20 orang, memang tenang karena penumpangnya ndak
bisa obah. Setelah reformasi, masyarakat yang sudah ongkep tadi
akhirnya semburat dan bereuforia, sehingga mereka masuk pada konsep
demokrasi tak terbatas. Akhirnya yang terjadi adalah kebebasan yang
menghancurkan produktifitas manusia itu sendiri, karena produknya berupa gegeran
semata. Para mahasiswa lebih seneng
demo daripada prestasi ilmiah, karena kalau demo itu mereka kelihatan benar,
sedangkan yang didemo kelihatan salah. Yang terjadi di sini adalah tidak adanya
keseimbangan antara kebebasan dengan keseimbangan bangsa.
Saya curiga bahwa euforia saat ini adalah
jebakan sistemik agar bangsa kita tidak produktif. Perhatikan, saat ini kita
semakin miskin keadaan ekonominya, akan tetapi orang-orang semakin
bermewah-mewah. Kondisi makin miskin, akan tetapi hati ingin selalu
bermewah-mewah, hedonis, dan memaksakan diri. Sering saya katakan. Santri yang mbayar
bulanan di sini sudah telat saja, kok malah beli HP, akhirnya
hanya bisa miss call saja. Karena sikap hedonis dan sikap instan ini
dilandakan di Indonesia
secara global, maka semua orang teracuni. Bukan berarti semua yang datang secara
global itu jelek, karena ada juga yang positif, misalnya dalam bidang
penelitian, manajemen, teknologi, komunikasi, dll. Akan tetapi kalau sudah
mengenai budaya dan sikap mental, ini lebih banyak bersifat negatif.
Semua ini masuk ke Indonesia tanpa ada saringan.
Satu-satunya yang menyaring adalah orang yang bersangkutan. Eofuria ini bukan
hanya melanda kamu yang masih muda ini, bahkan para Kyai pun ikut-ikutan bikin
partai, padahal mereka tidak tahu-menahu tentang politik. Akhirnya para Kyai
itu justru diakali oleh buntut belakang yang memang berprofesi sebagai
politisi betulan. Para Kyai seperti ini sebetulnya salah paham dan tidak
mengerti peta; mereka juga lupa kalau menjadi penjaga moral adalah jauh lebih
terhormat. Namun euforia yang paling hebat melanda pada golongan mahasiswa dan
pelajar. Kenapa?, Karena pelajar ini masih belum mempunyai kebutuhan, karena
masih disupport oleh orang tua dan sedang dalam masa-masa kebebasan.
Oleh karena itu, ketika disodori sesuatu, semuanya ditelan habis oleh generasi
muda.
Sekali lagi saya mengingatkan, bahwa di
pesantren ini kamu dididik, sedangkan kamu masuk ke kampus akan dibebaskan.
Yang harus dimenangkan adalah pendidikan. Kalau kamu berkumpul dengan orang
lain, jangan terlalu kaku, namun juga jangan sampai tergerus oleh budaya
hedonistik yang menghancurkan masa depanmu.
Mengapa saya bertahap bisa naik terus
seperti ini?. Hal ini karena saya penuh dengan pengorbanan dan derita pada
waktu proses kehidupan pada waktu muda. Saat mulai sekolah di Gontor kelas 4,
sudah ndak disangoni oleh ayah saya. Saya sekolah di sini juga mencari
kebutuhan makan sendiri. Mengajar untuk membayar sekolah, dsb. Tapi karena
tempaan yang seperti itulah, akhirnya saya menjadi matang, karena setiap hari
ada latihan problem solving, sehingga ketika ada masalah yang besar, saya sudah
terlatih untuk mengatasinya. Saya tidak ingin kamu seperti saya, karena
dunianya memang beda. Akan tetapi kamu harus memegang teguh prinsip-prinsip
tanggung jawab, berani tanggung jawab, hati hidup, otak bagus, pengendalian
kepribadian, dll. Semua itu sama saja dari satu generasi ke generasi yang lain,
hanya polanya saja yang berbeda. Oleh karenanya, kamu harus bisa memilah
sendiri, kalau globalisasi itu berupa manajeman, teknologi, dan informasi; maka
semua itu tergolong bagus. Namun globalisasi hedonitas dan kelakuan itu
dekadensinya sangat tajam.
Pesantren tidak bisa mengontrol kamu,
maka kamu harus bisa mengontrol dirimu snedinri. Pesantren cuma nyangoni
kamu supaya hati dan pikiranmu bisa digunakan sebagai alat kontrol untuk dirimu
sendiri. Kalau kamu sudah tekontrol, maka mari kita berkembang dengan
memanfaatkan globalisasi pada sisi yang positif.
Insya Allah,
pada waktu yang akan datang, kita ada kedatangan Menteri Riset dan Tekhnologi.
Dia mempunyai banyak ide tentang pengembangan riset, terkhnologi,
perbantuan-perbantuan dan semacamnya. Malah saya goda, Apakah risetnya
ini ikut LSI atau tidak?, karena LSI itu sudah reklame dan merupakan 'PR'-nya
pemerintah. Saya mempersilahkan Menteri untuk datang ke Pesantren Al-Hikam.
Mungkin dia akan mengiring tim peninjau terlebih dulu. Kalau tim peninjau itu
datang ke sini, ajak mereka diskusi secara bebas dan dialog yang intensif.
Tekhnologi apa yang bisa diperbantukan dan kira-kira diperlukan oleh Al-Hikam.
Kalau rencana ini berhasil, maka Al-Hikam akan dijadikan sebagai pangkalan
tempat bertemunya pesantren-pesantren lain dalam upaya pengembangan riset dan
tekhnologi. Kalau globalisasi seperti ini yang dikembangkan, berarti positif.
Akan tetapi kalau sudah berkenaan dengan pergaulan dan hedonisme, Barat selalu
saja membikin dunia Timur tidak berdaya untuk melancarkan imprealitasnya.
Kalau Menristek-nya sendiri sudah datang
ke sini, maka tinggal teken kontrak apa yang dikerja-samakan. Keruk
keutungan sebanyak-banyaknya, jangan ragu untuk minta ini-itu, karena banyak
alat-alat yang sudah lama ditumpuk tanpa ada yang meminta. Misalnya; Radio,
alat komunikasi, dsb. Nah, kalau modern dalam seperti ini, tentu bagus, akan
tetapi kalau modern dalam arti wanita ndak kelamben, maka itu hanya
jurusan 'masuk angin' saja. Mahasiswa bergaya memakai celana pendek, berkemeja
dan pakai dasi, tampil ndak karu-karuan, celana yang ndak sobek,
disobeki sendiri, sehingga modele didelok koyok nggembel. Kalau nggembel-nya
orang Barat dikarenakan mereka sudah bosan pakai dasi, sedangkan kalau nggembel-nya
orang sini dikarenakan ndak kuat beli nasi.
Setelah akhlaq kamu diberesi, kecerdasan
ditingkatkan, kemudian tempeli semua itu dengan manajemen, tekhnologi
dan tata nilai kehidupan yang produktif. Inya Allah, dengan demikian,
pelan-pelan Allah SWT akan membimbing kamu menjadi orang yang bermanfaat.
Ingat, semakin hari semakin sulit, perlu anak yang tangguh untuk menerobos
kesulitan itu, bukan anak-anak yang cengeng, suka bermewah-mewah, akan tetapi
anak yang berani menderita, tapi tidak hidup menderita; berani berkorban supaya
tidak menjadi korban; bertanggung jawab, siap memimpin dan dipimpin
sekaligus.
0 komentar:
Posting Komentar