Resep
Do’a Mustajabah
Kita sudah memasuki hari
yang ke-8 dari bulan Ramadhan. Alhamdulillah, Jama’ah shalat tarawih kita masih
lumayan, meskipun sudah ada yang gripis karena tidak mampu melewati
babak penyisihan. Mudah-mudahan kita diberi kekuatan istiqomah oleh Allah SWT.
Dua hari lagi kita akan memasuki periode maghfirah
(ampunan Allah SWT). Oleh karena itu mari kita gunakan waktu ampunan ini untuk
memohon ampun kepada Allah SWT dan memulainya dengan kata-kata. Inilah yang
disebut dengan mohon ampun pada kelas pendahuluan. Permohonan ampun melalui
lisan dengan cara bersitighfar mengucapkan kalimat; أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمِ kemudian diupayakan agar
suara istighfar tersebut merasuk ke dalam hati, sehingga yang beristighfar
adalah lisan sekaligus hati kita.
Hati yang sudah bisa beristighaf ini
nantinya akan mampu mengendalikan anggota badan kita (jawarih). Dengan
demikian, maka kita harus melakukan dua hal, yaitu puasa yang disertai rasa
iman dan melakukan ihtisab (mawas
diri). Kita mulai dengan mengingat satu persatu kelemahan (kesalahan) yang kita
miliki, kemudian kita menyesalinya. Selanjutnya kita berusaha untuk mengurangi
kelemahan kita secara pelan-pelan dengan cara memohon ampun kepada Allah SWT
dan berdo’a kepada-Nya.
Do’a kita akan mustajab (dikabulkan)
kalau sudah memenuhi syarat, yaitu: apa yang kita mohon sesuai dengan apa yang
kita lakukan. Dengan demikian do'a akan mustajab (terkabul). Misalnya:
Kita yang berada di Malang ini berdo’a agar
segera sampai ke Surabaya ,
maka kita harus berjalan ke utara. Kalau Bapak-bapak berdo’a sambil menangis
agar bisa sampai ke Surabaya ,
namun kita berjalan ke arah selatan, niscaya tidak akan sampai. Yang paling repot (bingung) adalah malaikat,
karena dia harus memilih antara dua hal yang berseberangan, yaitu antara
keinginan dan tindakan yang dia lakukan.
Do’a orang-orang masa lampau itu mustajabah,
karena mereka bisa menyesuaikan antar
a permintaan dengan perbuatan. Misalnya:
Mereka memohon anak yang shalih, rezeqi mereka halal. Ketika mereka memohon
keselamatan, mereka memang berhati-hati. Ketika memohon kesehatan jasmani,
mereka makan secara hati-hati, tidak sembarangan.
Ketika mohon memperoleh banyak rezeqi, mereka berangkat ke sawah di pagi hari.
Dengan demikian, do’a adalah ikhtiyar bathin, sedangkan ikhtiyar
adalah do’a lahir. Kalau hubungan antara do’a dan ikhtiyar ini terputus,
maka do’a akan sulit dikabulkan. Kita terus diperintahkan oleh Allah SWT untuk
berdo’a. Oleh karena itu kita harus terus memperbaiki diri supaya benar-benar
pantas diberi oleh Allah SWT.
Istijab do’a (pengabulan do’a) itu
ada dua macam; cepat (عاجلا) dan lama (أجلا). Orang yang berdo’a adakalanya sudah
diberi ketika masih di dunia, dan ada yang diberi ketika di akhirat saja, serta
ada yang diberi oleh Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat.
Contoh do’a yang dikabulkan dalam jangka
waktu yang lama adalah ketika para pahlawan bangsa telah berjuang agar Indonesia merdeka, namun kemerdekaan Indonesia
justru terjadi pada masa cucu-cicit mereka. Sedangkan contoh do’a yang cepat
dikabulkan adalah ketika ada tukang becak yang sedang membutuhkan uang untuk
biaya sekolah anaknya, kemudian dia berangkat di pagi hari, sesaat kemudian dia
memperoleh penumpang yang sudah bisa mencukupi kebutuhannya.
Contoh do’a yang dikabulkan dalam
beberapa tahun adalah ketika saya (Abah Hasyim Muzadi) berdo’a kepada Allah SWT
mudah-mudahan diberi kesempatan untuk mengelilingi dunia Allah SWT. Saya
berdo’a dengan menangis di dekat Ka’bah pada tahun 1990, namun baru dikabulkan
pada tahun 1998.
Allah SWT berfirman dalam Surat
Al-Baqarah : 216
|=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãA$tFÉ)ø9$# uqèdur ×nöä. öNä3©9 ( #Ó|¤tãur
br& (#qèdtõ3s? $\«øx© uqèdur ×öyz öNà6©9 ( #Ó|¤tãur
br& (#q6Åsè? $\«øx© uqèdur @°
öNä3©9 3 ª!$#ur ãNn=÷èt
óOçFRr&ur
w cqßJn=÷ès? ÇËÊÏÈ
Diwajibkan atas
kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang
kamu tidak Mengetahui.
Adakalanya kamu mempunyai suatu
keinginan, akan tetapi keinginanmu itu tidak baik bagimu. Seumpama saya jadi
wapres, bisa jadi saya hanya sibuk mengurus Lumpur Lapindo atau bahkan Al-Hikam
akan didemo karena harga BBM naik.
Semua itu yang mengerti hanya Allah SWT.
Kewajiban kita adalah berdo’a, menyesuaikan tingkah laku dengan do’a dan
beristighfar secara terus menerus. Selanjutnya berserah diri sepenuhnya kepada
Allah SWT. Jangan ikut mencampuri Allah SWT dalam hal pengabulan do’a, karena
hal itu akan membuat stress kalau do’anya tidak dikabulkan; dan jika
do’anya dikabulkan, dia menjadi orang yang sombong.
Adakalanya do’a yang tidak dikabulkan.
Misalnya; Orang memohon menjadi orang kaya, namun dia masih tetap miskin.
Memohon keselamatan, namun justru tertabrak sepeda motor, dll.
Seorang ulama’ bernama Imam Ibnu
‘Athoillah RA (Penulis Kitab Hikam) pernah berkata:
مَنْعُ الْعَطَاءِ عَيْنُ الْعَطَاءِ
Pencegahan pemberian merupakan pemberian yang
sesungguhnya
Kalau
Allah SWT tidak memberi, maka itulah pemberian-Nya yang sebenarnya.
Hal ini sama dengan ketika putera Anda
yang berusia 2 tahun, meminta sambal pedas. Kemudian Anda tidak mau menuruti
keinginannya. Maka penolakan Anda tersebut adalah bentuk kasih sayang terhadap
putera Anda. Oleh karena itu punya prasangka buruk kepada Allah SWT adalah
haram. Kewajiban kita adalah berdo’a, beristighfar serta berjuang gigih, dan
selebihnya biar diatur oleh Allah SWT. Sebab kalau kita berdo’a kepada Allah
SWT dengan memaksa, maka hal itu sama saja dengan memalak-Nya.
Dengan berjalan dan melakukan hal-hal di
atas, Insya Allah kita akan selamat di dunia dan akhirat. Saat ini kita
masih mempunyai kesempatan sebanyak dua hari untuk bersiap-siap menyambut
periode maghfirah dengan cara memperbaiki diri. Ingat!, periode ampunan
ini jangan kita sia-siakan.
0 komentar:
Posting Komentar