Prof. Dr Achmad
Mudayyid
Manusia
diciptakan oleh Allah di dunia ini sebagai kholiofatullahu fil ardhi. Dan
setiap manusia mempunyai tugas masung-masing. Ada yang menjadi kepala rumah tangga, ada
yang menjadi pemimpin masyarakat mulai dari tingkat Rt hingga tingkat presiden,
ada yang menjadi rakyat biasa, menjadi
petani, ada yang menjadi bakul, tukang
becak, sopir. Adapula yang bertugas sebagai muballigh. Sebagai mana salah satu
mubaliigh yang di punyai Kota Malang, yakni Kiai Mudjayyid. Untuk mengenal
sosok dan kiprah kiai Mudjayyid,
Aktivitasnya
yang padat dengan jadwal dakwahnya yang enuh setiap harinya, dari kanpung ke
kampung, masjid ke masjid, majlis taklim majlis taklim yang beliau jalani
dengan kesabaran dan istiqonhan menjadikan menjadi salah satu mubaligh di kota
Malang yang sanagt dirindukan tausiah-tausiahnya
Terlahir
62 tahun silam tepatanya tanggal 4 bulan 4 tahun 1945 di Desa Kebon Cangkring
Jabon Sidorjo. Kia Mudjayyid merupakkan putra dari salah satu ulama di Sidoarjo
yakni Kiai Nur Hadi, kakeknya yakni kiai Hamzah juga termasuk ulama sepuh di Sidoarjo kala itu. Sejak kecil Kiai
mudajayyid sudah didik ala pesantren oleh Orang tuanya. Gemblengan demi
gemblengan pelajaran agama harus beliau jalani. Ini dilakukan oleh orang tauanya
semata-mayta karena orang tuanya menginginkan anaknya menjadi anak yang shaleh.
Selepas
Sekolah Dasar Kiai Mudayyid kecil dihantarkan oleh Ayahnya ke pondok Gontor Setelah
merasa cukup menimba ilmu di pondok gontor seakan belum puas dengan keilmuanya
beliau bertabarukan dari satu ke pondok ke pondok yang lain meskipun hanya
sebentar. Ayah kiai Mudjayyid sendiri pernah berpesan padanya agar kiai
mudjayyid mendekat pada ulama. Pesan orang tuanya itu selalu menjadi penuntun
baginya untuk berkunjung pada ulama, terlebih ulama-ulama sepuh, seperti kia
Hamid Pasuruan yang sangat sering kia Mudjayyi datangi. Ketuika ia masih Di
pesantren ketika pulang dari Pesantren Kiai Mudjayyid selalu menyempatkan diri
untuk sowan pada kia Hamid.
Sebelum
menjadi seorang mubaligh kiai Mudayyid adalah seorang pemuda yang sangat giat
bekerja. Keuletan dan ketekunanya dalam bekerja menjadikan usaha yang
digelutinya menjadi usaha yang besar. Kiai mudjayyid pernah membuka seleb padi
di daerah Sidoarjo, Bangil, Gondanglegi,.
Membuat alat penggilingan pun beliau lakoni sendiri, mbubut dan ngelas juga
beliau kerjakan sendiri
Kiai
Mudjayyid juga pernah mempunyai usaha konveksi, yang dikirim keberbagai
daerah,bhakan kalau kirim ke Daerah Klaimantan samapai 100 kodi. Beliau juga mempunyai usaha penggilingan katul
yang dikirim hingga ke Negara Singapura. Bisa di bilang namaya uang samapai
lebih-lebih. Meskipun sebagai pengusaha
yang sukses naluri dakwahnya tidak bisa beliau tinggalkan. Dimanapun beliau berada selalu menyampaiakan ajaran
islam. Baik di lingkunagan sekitarnya melalui masjid, ketika di kantor, bertemu
dengan relasi bisnis, pada
karyawan-karyawannya
Meninggalkan
Bisnisnya
Rupanya
allah ingin menguji kiai mudjayyid akan kecintaanyya pada Allah,. Suatu saat Kiai
Mudjayyid sowan pada kia Hamid. Seperti biasanay kiaia Mudjayyid memberitahukan
perkembangan usaha yang dirintisnya menjadi usaha yang besar, akantetapai apa
yang disamapaikan kiai Mudjayyid ittu
oleh kiai Hamid Hanya di balas dengan senyuman . Kemudian kiai Mudjayyid diajak
shalat dhuha diatas amben yang biasa dibuat shalat oleh kiai Hamid. Selesai
shlat Dhuha kiai Mudjayyid diusap Kepalanaya oleh kiai Hamid sembari mengatakan
“ sabar, hati-hati, hasil, malang-malang”. Namaun Kiai Mudjayuyid sat itu belum
faham apa maksud kiai Hamid mengatakan demikian.
Kiai
Hamid Melanjutkan wejanganya pada kiai Mudjayyid “ nak maqommu ndak
nengkono , terosno perjuangane abah lan embahmu, cekelen ilmumu, jaen ummat sing apik,
dunyomu ditoto pengeran” (nak derajatmu tidak disana, teruskan perjuangan
dakwah ayah dan kakekmu, penganglah ilmumu, ajak ummat pada kebaikan, urusan
duniamu sudah diatur oleh Allah SWT). Kiai Hamid Juga menganggap bahwa usaha
yang selama ini di geluti oleh kiai Mudjayyid hanya “rame ajang ganok lawone”.
Kiai
Mufdajayyid berpamitan pulang dan kiai Hamid membekali kiai Mudjayyid dengan
kaliamat bismillah. Setelah kejadian itu kiai mudjayyid berfikir apa yang
dimaksud dengan kata-kata kiai Hamid tadi, hingga menjadi tnda tanya besar bagi
kiai Mudjayyid dan keluarga. Selang beberapa bulan ternyata usaha kiai
Mudjayyin semakin menurun seiring dengan persaingan pasar yang sangat ketat.
Mesin gilingnya jjuuga banyak yang rusak. Ingatlah kia Hamid akan pesan dari
kiai Hamid tadi, Kiai Mudjayyid baru sadar bahawa apa yang dikatakan kiai Hamid
adalah sebuah isyaroh bagi dirinya.
Kiai
mudjayyid akhirnya memantapkan hatinya untuk meninggakan segala urusan
bisnisnya dan meneguhkan hatinya untuk li I’la kalimatillah dengan
berdakwah tanpa harus disibukkan dengan urussan bisnis.
Hijrah
Ke Malang
Setelah
banting setir ke dunia dakwah kiai Mudjayyid pindah terlebh dahulu ke daerah
Gempo, di sana
beliau lebih aktif di kegiatan masjid Jmaik Gempol, dengan mengisi pengajian
disana. Baru beberapa tahun pindah ke Gempol lagi-lagi Allah mengujinya, anak
keduanya meninggal karena tidak kuat dengan suasana daerah Gempol yang panas.
Akhirnya
Kiai Mudjayyid hijrah ke kota
Malang tepatnya
di daerah Mergosono. Di Kota Mlang Belaiu tidak sebdirian karena kiai mudjayyid
juga mempunyai Saudara disana
0 komentar:
Posting Komentar